All Chapters of IPRIT: Chapter 11 - Chapter 20
119 Chapters
LELI HAMIL
  "Mengapa aku bisa sebodoh ini, mengapa semua bisa terjadi?" Hati Wisaka bertanya-tanya. Sementara Leli hanya memandangi suaminya tersebut, tersenyum penuh arti, penuh rasa kemenangan dalam hatinya. "Kakang tak usahlah seperti itu, bukannya aku sudah menjadi istrimu?" tanya Leli. Wisaka hanya diam, dia tidak habis pikir, mengapa semua bisa terjadi? Bukankah tadi dirinya tertidur pulas, lalu mimpi itu? Mengapa seolah-olah bermimpi tapi nyata? Apakah ada ilmu seperti itu? Wisaka terlonjak dari tidurnya, kemudian duduk sambil memandang istrinya. "Apakah kamu mempunyai ilmu meraga sukma?" tanya Wisaka. "Tidak, Kakang, aku tidak tahu tentang ilmu itu," jawab Leli sambil menunduk. "Katakan dengan jujur!" Wisaka berkata tegas. "Tidak, Kakang," kata Leli ketakutan, dia mulai terisak. Wisaka tak tega kalau melihat perempuan menangis, diraihnya kepala istrinya mengusapnya sekilas. "Ya sudahlah, ayo tidur lagi," kata
Read more
MELAWAN PERAMPOK
Wisaka menguatkan hatinya untuk pergi malam ini juga. Leli memandangi suaminya dengan pilu. Air matanya berderai di pipinya yang putih mulus. Wisaka mengusapnya air mata Leli, sesungguhnya hatinya juga tak tega meninggalkan istrinya dalam keadaan hamil. "Leli, aku takut kalau korban akan semakin banyak, kalau aku tidak cepat-cepat pergi dari sini, aku minta maaf harus meninggalkanmu," kata Wisaka sambil mengusap rambut Leli. "Apa Kakang akan kembali lagi ke sini, kalau nanti tugas Kakang sudah selesai?" tanya Leli. "Pasti, kalau Kakang selamat melawan mahluk jadi-jadian itu, tentu Kakang akan menengok anak kita," jawab Wisaka sambil menganggukkan kepalanya. Leli mengusap air matanya, dia berdiri bersiap mengantarkan Wisaka ke dapur, karena di situlah gerbang antara kehidupan siluman dan manusia. Leli mengerti, tugas yang diemban Wisaka sangat mulia. Mereka berjalan beriringan. "Sampaikan salamku kepada bapak dan ibu, sengaja Kakang tidak berpa
Read more
FARUQ
"Tujuan kita ternyata sama, aku juga berniat ke tempat itu," kata Wisaka. Faruq kaget sekaligus merasa gembira, ada teman seperjalanan nantinya. Wittwiww .... Wisaka bersuit keras, Onet yang masih di atas pohon, cepat-cepat turun, lalu menyerahkan buntalan ke arah Wisaka. Wisaka menerimanya lalu menyerahkan kepada Faruq. Faruq memandang heran kepada Onet, Onet menyeringai ke arahnya. Faruq mundur takut disergap, Wisaka hanya tertawa. "Ini Onet, teman yang menyertai perjalananku," Wisaka memperkenalkan Onet kepada Faruq. Faruq tertawa melihat Onet yang memandangnya, mungkin Onet heran melihat badannya yang gendut. "Sini, Onet, bersalaman dengannya," Faruq berkata sambil melambaikan tangannya ke arah Onet. Onet beranjak, menjabat tangan Faruq, lalu ... jleng, ia meloncat ke bahu Faruq, membuat Faruq kaget dan terjengkang, terduduk di tanah. Wisaka tertawa melihat kelakuan Onet. Dengan susah payah Faruq bangun. "Si
Read more
KITAB JATUH KE TANGAN PERAMPOK
"Kang!" "Kang Wisaka, woii!" Faruq berteriak-teriak.  Setelah jauh dari gua, dia berhenti sejenak, berjongkok, tangan di atas lutut. Mengatur nafas yang tersengal-sengal.  "Kamu seperti dikejar setan, ada apa?" suara Wisaka mengagetkan Faruq. "Ampun ... ampun ... ampun," katanya sambil menutup muka.  Wisaka tertawa melihat reaksi Faruq yang kocak. Faruq menutup muka dan posisi kaki seperti jalan di tempat, persis anak kecil yang lagi ngambek minta permen. Muka bulatnya sangat ketakutan. "Hey, ini aku ... Wisaka, setan apa yang mengejarmu sampai kau begitu ketakutan, semalem kau bertarung dengan gagah, sekarang lari seperti diudag (dikejar) kuntilanak?" tanya Wisaka. Faruq membuka matanya pelan-pelan. Onet mengelilinginya sambil menengadahkan mukanya, kemudian ia menyeringai ke arah Faruq seperti mengejek. Meloncat ke atas pohon, duduk sambil makan buah yang baru saja mereka dapatkan. "Aku seperti mendenga
Read more
TERSESAT DI HUTAN SANCANG
Wisaka berlari dengan cepat, sementara Faruq turut berlari sesaat setelah bengong melihat perampok itu kabur, tongkatnya terjatuh. "Eeeh, tunggu ... jangan kabur ya!" Faruq ikut berteriak. Faruq tidak melihat kalau tongkatnya menghalangi jalan, dia jatuh tertelungkup. Cepat-cepat bangun kembali. "Sialan tongkat ini, jadinya terlambat aku mengejar perampok," kata Faruq sambil memungutnya. Faruq berhasil mengejar Wisaka, tapi rupanya Wisaka tidak mampu mengejar para perampok itu. Mereka yang sudah terbiasa dengan hutan ini, begitu mudah menerobos jalur yang tidak diketahui Wisaka. "Bagaimana?" tanya Faruq sambil ngos-ngosan, peluh membasahi perutnya yang bulat, sehingga tampak licin dan mengkilap. "Lolos," jawab Wisaka penuh penyesalan. Pemuda itu merasa gagal menyelamatkan barang amanah yang sangat berharga untuk calon gurunya. Hendak menyusul ke mana sekarang, Wisaka tidak tahu jalan. Disaat semua terdiam mencari akal, bagaiman
Read more
LELUHUR WISAKA
"Ya, apakah Nenekmu tidak bercerita tentang Eyang Buyutmu?" tanya Kakek yang berjuluk kuncen atau juru kunci itu. "Tidak, tapi sepertinya dulu ketika masih kecil, aku pernah diceritakan dongeng tentang harimau yang menikahi manusia," jawab Wisaka. "Itu bukan dongeng, cerita itu adalah kenyataan yang terjadi kepada eyang buyutmu, panggil saja aku Aki," ujar Kakek. "Benarkah itu, Aki?" "Ya, seperti itulah kenyataannya. Eyang ini Buyutmu, kemarilah." Aki melambaikan tangannya ke arah rimbunan pohon. Jleng. Seekor harimau besar melompat, lalu terdiam di bawah tangga gubuk. Wisaka dan Faruq mengkeret. Aki menyuruh mereka untuk turun menemuinya. Wisaka kemudian turun. Harimau itu menjilati tangannya. Wisaka mengusap-usap leher harimau tersebut. Faruq mengambil tangan harimau seolah-olah bersalaman. "Aku, Faruq, teman Wisaka," katanya sok dekat, padahal hatinya takut bukan kepalang. Baru kali ini dia bertemu dengan harimau.
Read more
AJIAN SEGARA MACAN
Sepasang mata itu tiba-tiba menjauh ketakutan, lari terbirit-birit. Ia melihat sinar lebih terang datang hendak mendekatinya. Daripada bermasalah lebih baik lari, begitu pikirnya.  Sinar lebih terang itu tidak lain adalah sepasang mata milik Eyang Wisaka. Binatang itu berlari menyebrangi sungai, lalu mendaki dan duduk di batu datar. Sepasang mata yang satunya lagi, yang mengawasi Wisaka tidur, ia juga ternyata seekor harimau betina muda. Berlari ke arah yang sama, kemudian bersembunyi di balik semak-semak. Wisaka terjaga tepat tengah malam, dia pergi dengan Aki ke tempat Batu Belah. Di sana sudah duduk bersila seorang kakek-kakek. Wisaka heran dengan kehadiran kakek-kakek tersebut. "Siapakah dia, Aki?" tanya Wisaka. "Eyangmu," jawab Aki. Wisaka sudah tidak kaget lagi melihat kejadian-kejadian yang mencengangkan terjadi di depan matanya. Pemuda itu sudah mulai terbiasa. Tanpa banyak bicara Wisaka mendekat. "Eyang," sapanya.
Read more
CEMPAKA MENJADI KORBAN
Cempaka memperhatikan bayangan itu. Sosoknya seperti Wisaka. Lama dia perhatikan, tapi sosok itu tidak bergeming. Cempaka penasaran, dia pun memanggilnya. "Kang!" serunya.  Wisaka kemudian menoleh, melihat ke arah Cempaka, terlihat oleh Cempaka pemuda itu tersenyum. Cempaka ingin sekali keluar dan menemuinya. Mimpi buruknya menahannya sejenak. "Apa arti mimpiku?" tanyanya dalam hati. Karena mimpi itu pula dan kerinduan yang mendalam, membuat Cempaka meloncati jendela untuk menemui Wisaka. Dia mengabaikan kata hatinya yang menyuarakan tanda bahaya di kepalanya. Berhasil meloncati jendela lantas menghambur ke pelukan Wisaka. "Kang, aku rindu," ujar Cempaka. Wisaka memeluk erat tubuh Cempaka. Lama tak melepaskan, Cempaka berusaha melepaskan diri dari pelukan Wisaka. Dia heran mengapa tidak seperti biasanya Wisaka bertingkah. Cempaka menyimpan keheranannya dalam hati. Wisaka mengajak Cempaka duduk, mereka mengobrol melepaskan
Read more
TERTUDUH LAGI
Pak Amir berusaha menghindari serangan orang yang mirip Wisaka itu. Cempaka mengkeret tak berdaya dan jatuh terduduk di tanah. Mulutnya seperti terkunci tapi gadis itu masih bisa mengingat apa yang terjadi. Cempaka gemetar karena takut dan trauma. Hatinya merasa bersyukur Pak Amir datang. Apa jadinya kalau dia tidak ditolong oleh Pak Amir. "Mungkin aku akan berakhir seperti Sulastri," bisiknya dalam hati. Bergidik ngeri dia membayangkan semuanya. Sementara itu seorang penduduk ada yang mendengar kegaduhan karena pertarungan Pak Amir dan orang misterius tersebut. Penduduk itu dengan cepat bereaksi, dia memukul kentongan. Suara kentongan yang dipukul dengan cepat menyentak warga. Dengan segera warga siaga dan keluar rumah. "Ada apa ... ada apa?" Semua warga sibuk bertanya. "Aya nu gelut, aya nu gelut (ada yang berkelahi)!" Orang yang memukul kentongan berseru.  "Di mana?" "Itu di sana, ayo kita ke sana, nyalakan obor!" Ramai
Read more
KEKUATAN BULAN PURNAMA
"Aku gak tahu, Ceu," kata Ceu Entin. Mereka berbisik-bisik dengan sangat lirih, takut orang lain mendengar. Mereka menduga-duga dan berandai-andai. Dengan pikiran yang ketar-ketir saat menuju kampung, dengan kecemasan masing-masing dalam lubuk hati mereka. Cempaka dibaringkan di amben, ibunya membersihkan rambut Cempaka dari sampah dedaunan yang menempel. Perempuan itu menangis melihat keadaan anaknya. "Neng, kunaon atuh maneh teh (Neng, kamu kenapa)?" ujarnya sambil menyisir rambut anaknya yang panjang dengan jari. Dibetulkannya baju Cempaka yang robek-robek. Ketika siuman Cempaka menangis keras, ibunya memeluknya. Ketika sudah reda ibunya lalu bertanya,"Ada apa sebenarnya ini, Neng?" Cempaka ingin menjawab, tetapi yang keluar seperti tadi, hanya uuuhh ... aahh. Cempaka bisu. Ibunya yang sudah menghentikan tangisannya, menangis lagi dengan sedih. Anaknya tidak bisa berbicara sungguh pukulan berat untuk batinnya. Orang-orang yang melihat ramai
Read more
PREV
123456
...
12
DMCA.com Protection Status