Semua Bab THE SIBLING'S: Bab 21 - Bab 30
31 Bab
20
     Sesuai perkataan mereka kemarin. Hari ini, orang yang namanya mereka sebut-sebut masuk sekolah dengan mobil yang sangat mereka kenal. Mobil milik Dirga, Papa Adila.      "Bangsa** gue enggak tahu kalau pelonth nya si dia!" desis Afia yang sejak tadi memperhatikan kedatangan mereka.      Sontak saja Aqia menjitak kepala saudaranya itu, "Bukan dia, tapi emaknya. Yakali dia, emang si Ila mau punya emak modelan dia?"      "Amit-amit gue punya emak modelan dia!" Adila membalas ucapan Aqia dengan ketus, dirinya masih kesal karena kejadian tadi pagi.      Flashback      "Ini kaos kaki gue yang sebelah mana?!"      "Aduh kok kalian enggak bilang kalau gue belum kasih makan Corci?!"    &nbs
Baca selengkapnya
21
     "Lo enggak mau bangun?"     "Lo mati?"     "Kamu kenapa?"     "Sakit ya La? Sama kok!"     "Halah paling juga akting"     Ucapan seseorang barusan membuat beberapa orang di dalam ruangan menatapnya dengan tajam. Banyak di antara mereka yang tidak tahu siapa dia, tetapi Erchan menyebutnya gatal dan suka nemplok.     Bagaimana tidak, tadi saja tiba-tiba dia memeluk Revano di saat dia menggendong Adila. Apakah dia tidak berpikir jika di tangan Revano ada nyawa yang hampir dia buat melayang.     Flashback.      "Gue aja yang bawa..." saran Raden dan hendak menghampiri Adila.      "Gue aja." Revano berucap yang membuat Raden den
Baca selengkapnya
22
     "Gue berangkat sendiri!"      "Enggak!" Sudah satu bulan setelah dia keluar dari rumah sakit, dan setelah itu juga hidupnya benar-benar sangat sulit karena ulah Raden dan Revano.      Mereka selalu berebut siapa yang berangkat dengan Adila, siapa yang duduk di samping Adila, siapa yang membeli kan makanan Adila, dan siapa yang akan di terima Adila.      "Mending kalian berangkat berdua, terus gue sama Kak Nana. Gampang'kan?" ucapnya sambil tersenyum manis. Dia tidak tahu apa alasan mereka melakukan itu, yang jelas itu sangat menganggu.      Tentang ke-dua saudara nya, mereka sudah berangkat terlebih dahulu sejak jam enam pagi. Entah kenapa akhir-akhir ini hubungan mereka merenggang, Adila tidak mau ambil pusing. Lagi pula saudara nya itu memang selalu bersikap aneh.    &n
Baca selengkapnya
23
     "Udah ganjen sama gebetan orang, mau celakain orang lain lagi!"      "Gue ngimpi apa dulu sampek punya sudara kayak dia!"      Setelah pulang sekolah, Adila di sindir habis-habisan oleh ke-dua saudaranya. Sedangkan Gina, dia sedang beristirahat di dalam kamar.       "Kalian kalau punya masalah sama gue bilang! Punya mulut buat ngomong langsung, bukan nyindir!" desis Adila tepat di depan mereka.       Aqia memutar bola matanya malas, "Lo kesindir?"      "Enggak," ucap Adila sambil tersenyum sinis, "gue enggak kesindir. Tapi mata kalian bilang kalau itu gue, kalau kalian mendeskripsikan diri sendiri, gue enggak masalah!" ucap Adila dan berlalu pergi meninggalkan mereka dengan perasaan sebal.       "Lo harusnya tahu, kalau gue suka sama Revano! Tapi kenapa lo malah jadian sama dia!"      Adila
Baca selengkapnya
24
     "Gue capek ngikutin kemauan lo!"      "Tapi sayang nya lo harus ngikutin," ucap gadis di depan nya sinis.       "Lo licik! Di sini kita yang lo buat rugi!" *****      Seperti nya The sibling's benar-benar bubar, mereka berhenti di sini tanpa ada penjelasan. Adila yang memang malas mencari tahu hanya diam sampai semua nya terungkap sendiri. Dia juga malas melihat Gina yang selalu memanasi diri nya dengan menempel kepada Revano.       Adila saat ini berada di toilet, dia membasuh mukanya yang memerah karena menahan amarah.       "Wah, gimana? Pertunjukan gue seru, 'kan?" tanya Gina yang berdiri di samping Adila.       Adila hanya melirik nya sekilas tanpa mau merespon. Entah kenapa tiba-tiba Gina mendorong Adila sampai hampir terjatuh jika dia tidak berpegangan dengan wastafel.    &nb
Baca selengkapnya
25
     Tepat jam tiga pagi Adila sedang bersiap-siap di kamarnya. Setelah menempuh ujian yang melelahkan, akhirnya hari ini dia bisa mengunjungi Nenek nya di Jogja. Dia sangat merindukan masakan buatan Neneknya, tidak hanya dia tetapi juga ke-dua saudaranya akan ikut bersama nya.       "Gue tahu kalian di luar, masuk aja!" teriak Adila saat menyadari ke-dua saudaranya berbisik-bisik di depan pintu kamarnya.       Setelah Adila berteriak Afia dan Aqia memasuki kmara nya dengan canggung. Adila tahu apa yang ingin mereka bicara'kan.       "Kita minta maaf..." lirih Aqia.       "Buat?"      "Sikap kita sama lo. Selama ini kita enggak ada niatan buat jauhin lo, ini semua rencana Gina..."      "Gue tahu." Adila berucap dengan mantap.       "Aqia kemarin udah bilang sama gue"   &nb
Baca selengkapnya
26
     Setelah perjalanan cukup lama dan melelahkan, akhirnya mereka sampai di rumah nenek Adila dan ke-dua saudaranya. Rumah yang terbuat dari kayu tingkat dua, dengan sungai jernih di belakang rumah sebagai sumber air. Rumah Nenek Indah (Nenek Adila, Afia, San Aqia) termasuk di desa plosok, desa yang masih terjaga alam nya.      Bertani dan berdagang adalah mata pencaharian utama mereka, Nenek Indah adalah seorang petani, umurnya 78 tahun. Meski pun sudah tua, beliau tidak bisa jika di suruh diam di rumah, Suaminya sudah meninggal saat umurnya 60 tahun.      Saat melihat rumahnya di datangi 3 mobil sekaligus membuat tetangganya heran, mereka menebak-nebak siapa tamu Nenek Indah. Karena memang Nenek indah tidak pernah bercerita tentang anak cucunya di kota.      "Nenek!" teriak Afia dan Aqia saat sudah keluar dari mobil.      "Cucu Nenek sudah besar ternyata,
Baca selengkapnya
27
     "Adila masih belum mau makan apa apa, Nek?" tanya Afia yang baru saja melihat Nenek nya keluar dari kamar yang di tempati Adila.       "Belum. Anak itu kalau sakit ndak mau makan opo opo, Nenek sendiri 'akhire sek' pusing," jawab Nenek Indah. Karena belum berhasil membujuk Adila untuk makan, bahkan minum pun Adila enggan.       "Gue bawain kue putu, nih." Lisa dan Erchan yang baru saja masuk langsung menyahuti yang membuat mereka semua menoleh.       "Yang sopan dong Lis., ada Nenek ini, salim dulu napa." Erchan berucap sambil menoyor kepala Lisa.       "Eh? Nek, saya Lisa. Temanya Adila," ucap Lisa, dan mengalami Nenek Indah.       "Saya Erchan, Nek."      "Kalau saya Bagas, bukan bagi ganas tapi Nek." Bagas tertawa saat nenek mengusap rambutnya gemas.       "Temanya Adila b
Baca selengkapnya
28
     Saat ini Adila dan yang lainya sedang berada di pasar, mereka berencana membuat nasi kuning. Sedangkan Erchan dan para laki-laki sedang mencari gudeg, sejak kemarin Erchan merengek meminta gudeg.      "Barangnya udah semua, 'kan?"      Aqia bertanya untuk memastikan tidak ada yang kurang, sehingga nanti mereka tidak susah-susah untuk kembali. Adila membaca catatan di kertas yang dia pegang, sedangkan Lisa dan Afia mengecek keranjang belanjaan yang mereka letakkan di bawah.      Merasa sudah lengkap, mereka kembali berjalan menuju parkiran, sampai sebuah suara membuat mereka yang tadinya bercanda terdiam seketik— terutama Aqia.      "Qia?"      Aqia yang melihat laki-laki di depanya pun seketika terdiam, dia menunduk dan berjalan mendahului yang lain. Andre, laki-laki
Baca selengkapnya
29
     Adila terbangun saat mendengar nada dering di ponselnya. Dia ingin menggerakkan tangan dan kakinya tetapi tidak bisa, seperti ada yang memeganginya. Adila membuka matanya dan melihat sekitarnya gelap, dia merasa seperti di sebuah ruangan yang sunyi dan dingin.     "Gue enggak mati, 'kan?" gumamnya.     Adila berteriak saat mengira jika dia sudah mati dan sedang berada di alam kubur. Di sisi lain Revano yang belum bisa tidur pun segera menghampiri kamar sebelah menggunakan senter handphone nya. Sekaramg jam tiga dini hari, dan sedang ada pemadaman listrik.Revano.     Sudah  satu jam gue hanya memandangi langit-langit ruangan yang gelap. Tepat pukul 03.00  listrik di sini mati. Gelap, sunyi dan dingin. Awalnya gue berniat membangunkan Raden, tetapi suara teriakan seseorang yang gue k
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234
DMCA.com Protection Status