Lahat ng Kabanata ng Mendadak Dinikahi CEO Tampan: Kabanata 111 - Kabanata 120
154 Kabanata
Bab 110. Perdebatan!
"Turunkan istri saya!! Dia istri saya!! Nirwasita Gistara Savrinadeya, adalah istri dari seorang, Catar Dewantara Ganendra!" ucap Catra kencang sambil menekankan setiap kalimat yang diucapkannya. "Apa?" pekik Ardenio tidak percaya. Begitu juga dengan orang-orang yang kebetulan ada di sana. "Kenapa? Anda tidak percaya? Apa anda perlu bukti kalau saya suaminya?" tanya Catra sinis, sambil membawa Gisa dari gendongan Ardenio. "M-maaf. Bukan itu maksud saya pak Catra." bantah Ardenio sopan. "Sebelumnya, saya minta maaf untuk kelancangan saya, karena sudah menyentuh istri, Pak Catra. Sungguh, saya tidak ada maksud lain, saya__" "Pergilah! Saya tidak membutuhkan penjelasan, anda!" perintah Catra dengan arogan, dan nada yang terdengar dingin. "Abang!" bentak Brahmana sambil berjalan mendekati Catra dan Ardenio. "Jangan bilang, kalau kamu sudah lupa bagaimana caranya berterima kasih pada orang lain!" tegas Brahmana memperingatkan cucunya.
Magbasa pa
Bab 111. Prasangka Buruk.
Catra mengangkat panggilan tersebut, tanpa melihat nama si pemanggil. "Abang ... " "Bisa Abang ke rumah mama sekarang? Zurra takut ... " lirihnya sambil terisak. Catra mengerutkan dahinya. Dia membuka mata, kemudian melihat nama si pemanggil yang tertera dalam telepon genggam miliknya. "Kenapa?" tanya Catra dengan suara seraknya yang khas. "Abang bisa kesini? Zurra takut sendirian," lirihnya meminta Catra untuk datang. "Sendiri? Bukannya Anna dan Abhi ada di sana?" tanya Catra heran. "I-iya ..., tapi ... mmm ... kalau banyak orang kan lebih tenang," jawab Fazzura tergagap dengan pertanyaan Catra. "Abang tidur di rumah sakit. Gista sedang benar-benar membutuhkan Abang saat ini. Lagipula, disana kan banyak orang juga, Zurra. Disini Gista hanya berdua sama Abang," jelas Catra. "Sudahlah. Abang istirahat dulu." ucap Catra mengakhiri panggilannya. Fazzura mengumpat kesal, saat Catra menutup panggilannya begit
Magbasa pa
Bab 112. Kecupan Fazzura.
Catra pandangi wajah damai sang istri. "Apa yang akan mommy lakukan, kalau mommy tau, sebenarnya Daddy ayah kandung, Dean?" bisik Catra sambil jarinya menyentuh setiap lekuk dari wajah istrinya. "Da-daddy!!" lirih Gisa sambil perlahan membuka matanya. Catra melebarkan matanya, kaget. 'Mommy gak dengar kan, apa yang baru saja daddy ucapkan?' batin Catra bertanya pada dirinya sendiri. "Da-daddy!" panggil Gisa kembali, dengan kedua tangan yang terangkat untuk menyentuh setiap bagian dari wajah suaminya. Seterusnya, mata itu turun untuk menerawang tubuh dari sang suami yang tidak memakai atasan. Catra masih bertelanjang dada. "Mommy tidak sedang bermimpi kan?" tanya Gisa tidak percaya. Tangan yang awalnya menyentuh wajah dari suaminya, kini pindah dan menyentuh setiap lekuk otot-otot padat dari dada Catra. "Ini semua tampak nyata!" ujarnya kembali. "Sssshhh ... Mom!" desah Catra yang mendapat sentuhan dari jari-jari lembut istrinya.
Magbasa pa
Bab 113. Martabak Asin.
"Daddy ... kenapa lama sih?" gerutu Gisa yang masih menunggu kedatangan suaminya. Hari sudah semakin malam. Keadaan di rumah sakit pun, mulai sepi dengan sedikit aktivitas yang ada. Gisa mengusap lehernya, kemudian menggosokkan kedua tangannya untuk mentransfer hangat pada tubuhnya. "Ih ..., tau gini, mommy tungguin sampai selesai di dalam!" gerutu Gisa kembali. Dia kesal, suaminya tak kunjung datang. Padahal, jarak dari kamar perawatan Gisa menuju lobby, tidak terlalu jauh. Gisa mengalihkan perhatiannya, saat mendengar keributan di sampingnya. Beberapa perawat perempuan yang tengah berjaga malam, saling berbisik, bercerita dengan antusias. "Pantas di belakang ribut, ternyata tuan muda datang." ucap Gisa kesal, karena suaminya selalu menjadi pusat perhatian. Para perawat muda di buat menganga, saat Catra datang dengan rambut yang masih terlihat basah. Dia berjalan memakai celana, dengan panjang hanya sebatas paha atas. Celana pendek itu, berha
Magbasa pa
Bab 114. Mood Ibu Hamil.
"Mom, apa restorannya masih jauh?" tanya Catra pada istrinya. Wajahnya tertekuk, kesal. Dalam seketika, mood Catra menjadi buruk, saat istrinya merengek untuk ikut ke Singapura. Tentu saja Catra tidak mengijinkan. Mana bisa dia jauh dari Gisa. Dia tidak akan tahan, tidur tanpa memeluk istrinya. Bau tubuh Gisa, sudah menjadi candu baginya. "Ckk ... " Gisa hanya menanggapi pertanyaan suaminya dengan decakan. "Hmmm ... " Catra menghembuskan nafas kasarnya. "Oke, Daddy salah. Daddy minta maaf!" ucap Catra dengan lancarnya. Kalau di pikir kembali, minta maaf untuk apa? Entahlah Catra pun tidak tahu. Sebenarnya, ini trik yang diajarkan Abhi padanya. Saat perempuan marah tanpa sebab yang jelas, pria hanya perlu meminta maaf, tanpa harus tau kesalahan apa yang dia perbuat. Seumur hidupnya, ini kali pertama Catra merendah dan meminta maaf pada seseorang. Catra bahkan meminta maaf untuk hal yang menurut Catra bukan kesalahannya. Inilah yang dina
Magbasa pa
Bab 115. Menunggu Suami!
Catra dan Gisa, pagi ini tengah berada di bandara, untuk mengantar kepergian sang anak yang akan ke Singapura. Pesawat yang ditumpangi Dean, kakek Bram dan Kayanna sudah lepas landas 30 menit yang lalu. Gisa tidak jadi ikut bersama sang anak ke Singapura, karena harus terbang ke Solo bersama suaminya, untuk melayat. Gisa ingin berterima kasih secara langsung, di depan pusara sang bodyguard yang telah menyelamatkan nyawa suaminya. Mereka akan terbang sebentar lagi. Keduanya, saat ini tengah menunggu kedatangan Abhi yang rencananya akan ikut ke Solo. Catra duduk menyandar pada bahu sofa ruang tunggu VVIP, dengan kepala sang istri yang menyandar pada bahu miliknya. Kedua tangan sang istri, memeluk perut Catra, sambil sesekali jari-jari istrinya itu, menyentuh dan mengelus perut sixpack miliknya. "Dad, apa boleh setelah pulang nanti, mommy terbang ke Singapura?" tanya Gisa pada suaminya. "Mommy tega meninggalkan Daddy sendirian di sini?" tanya Cat
Magbasa pa
Bab 116. Sepucuk surat misterius.
Yang mengetahui status Gisa sebagai nyonya Ganendra, sekarang bertambah. Selain ketiga sahabatnya, Madava pun kini mengetahui status yang selama ini Gisa tutup-tutupi. Untungnya keadaan kantor tengah sepi, sehingga hanya Madava lah yang terkejut mengetahui fakta yang Catra ungkapkan sendiri. Saat ini, Gisa tengah berada di ruangan suaminya, setelah tadi puas berkeliling untuk melepas rindu nya, pada perusahaan yang pernah menampungnya selama tiga bulan ke belakang itu. Saat tengah berkeliling, tidak sedikit Gisa mendengar suara sumbang yang tengah membicarakannya. Ia berjalan melewati sekumpulan karyawan yang akan naik menuju lantai atas. Mereka secara terang-terangan menuduh Gisa, sebagai simpanan orang kaya. Gisa hanya pura-pura tidak mendengar apa yang mereka ucapkan. Gisa menyumpal telinganya dengan earphone, dan memutar musik dengan sangat kencang. Saat masuk ke dalam ruangan suaminya, Gisa menjatuhkan tubuh lelahnya, di atas sofa. Dia mulai memp
Magbasa pa
Bab 117. Ijin tinggal.
"Bang, Zurra tinggal di rumah Abang boleh?" tanya Fazzura membuat Gisa yang mendengarnya melebarkan mata, dengan rahang yang mengeras. 'Apa katanya tadi? Tinggal? Dia mau tinggal di rumah ini?' batin Gisa tidak habis pikir dengan yang dilakukan Fazzura. 'Apa tujuan kamu melakukan ini semua, Zurig?' tanya Gisa pada dirinya sendiri. Dia memiliki panggilan baru untuk rivalnya itu. Zurig. Ya, sepertinya panggilan itu sangat cocok untuk  Fazzura yang memang seperti hantu. Bergentayangan, mencari celah untuk masuk diantara hubungan Gisa dan Catra. Catra mengerutkan keningnya. "Tinggal di sini?" tanya Catra memastikan. Fazzura hanya mengangguk pelan menjawab pertanyaan Catra. "Dad, turun dulu," bisik Gisa tepat di telinga suaminya. Catra tidak menghiraukan keinginan istrinya untuk turun. Catra juga belum menjawab permintaan Fazzura, yang meminta ijin, untuk tinggal di rumahnya. Dia terus berjalan, menggendong tubuh ramping sang istri, sa
Magbasa pa
Bab 118. Hamil!!!
Gisa bergegas kembali menuju kamar pribadinya. Dia tidak ingin ketahuan suaminya, kalau dia sempat ke bawah untuk menguping. Sesaat setelah sampai di dalam kamar, Gisa menyandarkan punggungnya, di balik pintu kamar yang baru saja ia tutup. Nafas Gisa berhembus kencang, dengan rongga dada yang naik turun. Pikirannya menerawang, melihat masa depannya. "Siapa perempuan itu?" tanya Gisa. "Sepenting apa dia di hidup, Daddy?" gumam Gisa kembali. "Tidak penting dia siapa. Yang jelas, kamulah istrinya sekarang! Kamu yang berhak atas suami kamu, bukan perempuan dari masa lalunya," yakin Gisa sambil menganggukkan kepalanya. Gisa menguatkan dirinya sendiri. Dia sudah terlanjur mencintai suaminya. Dia hanya perlu menutup mata dan telinganya, agar semuanya terlihat baik-baik saja. Gisa berjalan dan naik ke atas tempat tidur. Dia memejamkan matanya, sesaat setelah mendengar suaminya membuka pintu kamar. Gisa pura-pura tertidur, agar sang suami tidak
Magbasa pa
Bab 119. Rahasiakan kehamilan ini!
"Sa-saya hamil???" tanya Gisa kembali. "Ayo, saya antar ibu bertemu dokter Rumi," ajak dokter Naya. Mereka berdua pergi menuju ruangan dokter Rumi. Sepanjang jalan, Gisa tidak berhenti mengembangkan senyumnya, dengan tangan yang terus bergerak memberi usapan di atas perutnya yang masih rata. Gisa bahkan membayangkan ekspresi suaminya, saat tau kalau dia tengah mengandung anaknya. Keduanya saat ini sudah sampai di depan ruangan yang akan mereka tuju. Gisa menarik nafasnya tegang, saat dokter Naya, mulai membuka pintu poli kandungan. Sudah sangat lama Gisa tidak mengunjungi dokter kandungan. Terakhir, saat lahiran Dean, hampir tiga tahun yang lalu. "Mari, Bu." ajak dokter Naya, agar Gisa masuk mengikutinya. Gisa mengerjap, dari lamunannya. "I-iya dok," jawabnya gugup. Dokter Naya hanya tersenyum menanggapi kegugupan Gisa. "Ibu gugup?" tanya dokter Naya mencoba mencairkan suasana. "Iya dok. Sudah sangat lama sejak terakhir kali me
Magbasa pa
PREV
1
...
1011121314
...
16
DMCA.com Protection Status