All Chapters of Invitasi: Chapter 21 - Chapter 30
98 Chapters
021. Tami Shakila.
Tami adalah seorang wanita dengan tinggi 155 senti, berat 142 kg. Ia memiliki kebiasaan menggelung rambutnya yang panjang ke atas. Meski sikapnya selalu ragu-ragu dan cenderung pasif, Tami adalah seorang pekerja keras.Pertama kali mengenal Jovita Fabella sekitar 6 tahun lalu, saat Tami masih di kelas XI Sekolah Menengah Atas semester akhir. Kala itu  Tami adalah seorang siswa pindahan.Suatu siang saat jam istirahat terakhir, tiga orang perempuan dari kelas yang berbeda mengeroyok Tami. Ia di sudutkan di toilet perempuan, dikata-katai, dan diperolok.Tami berusaha membalas, tapi adu mulut tiga lawan satu sama sekali tidak imbang, adu fisik apa lagi. Meski Tami sudah menjelaskan posisinya, merendah dengan meminta maaf, tapi masalah tetap tidak berakhir.Semua bermula ketika Irawan yang merupakan teman sekelas Tami sengaja mendekatinya agar pacarnya cemburu. Tami tahu persis modus seperti itu tapi tetap tidak bisa menghindar terjebak masalah.K
Read more
022. Hanya Itu (?)
“Sudah? Hanya itu? Enggak ada lagi yang kamu sembunyikan?” Isamu buka suara setelah cerita Tami selesai dan wanita itu terdiam cukup lama.Tami mengangkat wajahnya. Ia beradu tatapan cukup lama sampai akhirnya Tami menggeleng.“Oh, masih ada lagi.” Kali ini Rania yang bersuara.“Sebenarnya saat kamu memprovokasi, kupikir kamu adalah orang yang mengirimiku DM. Kata-katamu terdengar mirip dengan orang itu. Kamu sengaja mengundangku untuk menjebakku. Tapi saat aku pikir lagi, kamu lebih cocok sebagai Admin Analisamu. Anal-Isamu. Benar, kan?”Isamu mengangguk. “Seperti yang kukatakan, aku memang Admin Analisamu. Dan bukan aku orang yang mengirimimu DM.”Tami tahu. Ia sudah memikirkan semuanya dengan jelas dan ia tahu orang itu bukan Isamu.“Bagaimana rasanya bekerja dengan Jovita menggunakan dua muka?” Pertanyaan Adien membuat semua orang menatap ke arahnya.Harusnya apa yang dil
Read more
023. Waktu Kematian.
Pencarian yang dilakukan selama dua jam berakhir sia-sia. Tidak ada alat pembunuh di mana pun mereka mencari. Di sudut, di pojok, di kolong-kolong, setiap kamar, semua ruangan telah mereka cari. Jangankan alat membunuh, tanda-tanda keberadaannya saja tidak ditemukan. Seperti hilang ditelan bumi, tidak berjejak. Malam semakin larut. Rasa lelah selama seharian ini membebani fisik dan mental. Mereka harus istirahat. Meski tidak yakin biasa tidur dengan nyenyak, paling tidak pikiran butuh merasa santai walau sejenak. Isamu mengetuk pintu kamar Adien. “Saya ingin bertanya.” “Boleh. Tapi di depan pintu saja.” Adien bersikap waspada. Jovita terbunuh dalam kamarnya. Itu artinya selama pelakunya belum tertangkap, membawa orang lain masuk ke dalam kamar sangat tidak aman. Setiap orang harus dicurigai. Jika terjadi sesuatu, di depan kamar mudah untuk meminta tolong dan lebih mudah melarikan diri. &l
Read more
024. Penawaran yang Ditawarkan.
Aroma kamar Mika sudah menyerupai aroma tubuh pemiliknya. Tidak banyak barang yang dikeluarkan dari koper. Hanya ada handuk mandi yang digantung. Di atas meja rias, ada tas mekap yang berisi krim perawatan dan segala keperluan untuk merias diri. Itu juga tidak dibongkar. Di atas meja, selain botol-botol yang terlihat digunakan untuk percobaan, ada tempat minum yang sudah berkurang lebih dari setengah. “Oke, jadi apa yang ingin kamu bicarakan?” Sebelumnya Mika telah berencana untuk istirahat lebih awal. Ia tahu tidak akan mudah memejamkan mata, tapi otak dan tubuhnya butuh istirahat. Segala hal yang terjadi hari ini benar-benar banyak menguras kerja fisik dan mentalnya. Ia harus istirahat agar bisa tetap waras. Tapi kemudian Isamu mengetuk pintu kamarnya. “Saya butuh seseorang untuk bertukar pikiran,” jawab Isamu. Oke. Mika telah memikirkan apa yang sedang menimpa mereka tapi ia tidak tahu apakah piki
Read more
025. Mika, Laisa, dan Razan.
Mika, Laisa, dan Razan, ketiganya terkenal sebagai Trio Sultan di lingkungannya. Razan seorang polisi, tapi keluarganya memiliki bisnis retail Departemen Store yang telah berkembang pesat di banyak kota. Laisa adalah karakter yang bebas. Bebas berbuat sesukanya, bebas mempelajari apa yang dia mau. Orang tua Laisa bahkan tidak mampu membatasi kebebasannya. Sejak SMA Laisa sudah berhenti meminta uang saku. Akibatnya selain mencoret Laisa dari kartu keluarga, tidak ada hal lain yang bisa mereka ancamkan. Mika adalah tipe orang yang mampu belajar dengan cepat. Ia mempelajari berbagai pengetahuan dari Laisa. Mika baru saja kembali dari Turki. Dua hari lalu ia menghadiri pameran berlian terbesar yang setiap tahun diadakan di Negara itu. Tiga dari lima rancangan terbarunya ikut serta dalam pameran dan banyak menarik minat kolektor dan pencinta berlian. Mika baru turun dari mobil ketika Laisa datang dan menggandeng lengannya dengan manja. &ldq
Read more
026. Pengantar Undangan.
Jadwal bertemu dengan Pengantar undangan dilakukan sehari setelah Mika sepakat untuk berpartisipasi dalam acara. Mereka bertemu di sebuah kafe yang terletak di pinggir jalan. Tempat dan waktu pertemuan diatur oleh si Pen-DM. Mika hanya perlu datang dan mengambil undangannya. Pun dipersilakan jika ada hal-hal yang ingin dipertanyakan. Pengantar undangan yang datang menemui Mika adalah seorang wanita bertubuh mungil dengan rambut sebahu yang bagian bawahnya dikeriting. Memakai kacamata bulat besar berlensa tebal. Kukunya menggunakan kutex bening. Sebuah jam tangan stainless melingkar di pergelangannya. Penampilannya sederhana. Blazer, kemeja putih, celana kain formal, dan sepatu slip on dengan heels 3 senti. “Halo, saya adalah staf yang bertugas mengantarkan undangan.” Wanita itu mengulurkan telapak tangannya yang segera disambut oleh Mika. Mereka bersalaman.Wanita itu memiliki wajah yang bersih dan mulus namun memakai m
Read more
027. Pagi yang Lain.
Pagi ini segala hal berjalan lebih lambat. Mereka enggan keluar dari kamar membuat segala aktivitas dimulai saat hari sudah siang. Rasanya ketika hari baru datang, mereka akan menghadapi hal buruk lain. Mereka masih terjebak di sebuah pulau yang entah berada di mana. Entah akan berapa lama lagi. Telah melalui satu malam dengan tinggal di atap yang sama dengan orang yang telah meninggal. Mayat salah satu dari mereka. Masih menghadapi ancaman yang tidak tahu berasal dari siapa atau dari mana. Masih dengan banyak ketidaktahuan seperti sebelumnya. Jika tidak ada yang keluar lebih dulu untuk memulai semuanya, tidak akan ada yang menyusul. Karena itu Mika turun lebih dulu. Memulai kegiatan dan membuat sarapan. Ia membuat untuk 5 porsi dan meletakkan di meja makan. Mika bahkan menuangkan susu ke dalam gelas dan menyandingkannya dengan mangkuk sarapan masing-masing. Mika memulai sarapan lebih dulu. Isi mangkuknya sudah tinggal setengah ketika Rania turun.
Read more
028. Petunjuk pada Kendaraan.
Laisa sedang merenung di kantor detektif miliknya yang temaram. Lampu ruangan tidak dinyalakan  bukan karena tidak sanggup membayar listrik. Laisa sengaja. Karena hanya dengan berada di tempat temaram dan sepi, ia bisa fokus berkonsentrasi. Ada hal yang mengganggunya. Memindahkan 6 orang dalam waktu singkat sangat tidak efektif, bahkan meski pelaku beraksi lebih dari satu orang. Laisa sedang memikirkan kemungkinan pelaku menukar dengan kendaraan yang sama. Cara itu lebih praktis. Hanya perlu mengganti pelat dan memindahkan si sopir. Laisa duduk bersandar pada punggung kursi dengan kakinya terangkat lurus ke atas meja. Hanya ada ia sendiri dalam ruangan sehingga tidak ada yang akan menceramahinya tentang tata krama dan bagaimana seorang wanita harusnya bersikap. “Dapat!” Laisa berseru. “Wah, aku enggak menyangka kalau ternyata otakku bisa segenius ini,” tambahnya memuji diri sendiri karena ternyata dugaannya benar.
Read more
029. Kalah (Lagi).
Ketika Laisa dan Razan tersungkur di tanah setelah gagal menyerang Pak Omar, pria itu memanfaatkan kesempatan untuk kabur. Masih tidak juga rela kalah, Laisa dan Razan mengajar. Mereka mengeluarkan langkah tercepat. Melewati jalan kecil, menghindari orang, dan nyaris tertabrak motor. Mereka tiba di jalan besar. Masih terus berlari, melewati trotoar dan pedagang kaki lima. Saat akhirnya jarak semakin tipis, Pak Omar memasuki lingkungan Museum Nasional dan di saat yang bersamaan, rombongan turis sebanyak dua bus berhambur ke luar. Tidak ingin melewatkan kesempatan, ia ikut membaur di antara para turis. Kemeja kotak-kotak yang dipakai untuk lapisan luar kausnya di lepas dan di jatuhkan ke tanah begitu saja. Pak Omar bahkan mengambil topi salah seorang turis yang lengah. Laisa dan Razan kesulitan menemukan targetnya. Mereka memilah berdasarkan bentuk tubuh dan jenis kelamin. Kemudian memastikan dengan melihat wajah orang yang dicurigai. Tapi mencari b
Read more
030. Merasa Buruk.
Saat Jovita terbunuh, rasanya seperti mimpi, sulit dipercaya. Dan saat Isamu juga terbunuh, mimpi buruk yang menjelma nyata. Rasanya seperti sebuah teror. Kematian begitu dekat, begitu nyata. Mengikuti dengan rapat, tepat di belakang punggung. Kejadian yang menimpa Jovita sungguh tidak terbayangkan. Seolah hal itu belum cukup, mereka kembali di kejutkan dengan hal serupa. Mungkin yang kali ini sebuah peringatan. Bahwa segalanya belum berakhir. Bahwa mereka tidak akan dibiarkan tenang. Tidak, bahkan untuk sesaat. “Dalam waktu dua hari, dua orang terbunuh tepat di depanmu. Sebenarnya apa yang kamu lakukan?” Adien berkata ngeri. Adien secara terang-terangan menjauhi Tami. Seperti Tami dapat menularkan nasib buruk pada siapa pun  atau lebih parah lagi, pembawa kematian. Berada di satu tempat yang sama saja sudah membuat tidak nyaman, apa lagi harus berada tepat di depannya seperti saat ini. Tami menatap nyalang ke arah Adi
Read more
PREV
123456
...
10
DMCA.com Protection Status