Lahat ng Kabanata ng Dilamar Tuan Duda: Kabanata 11 - Kabanata 20
41 Kabanata
Part 11
"Halo Rain, dimana kau?" tanya Angkasa."Aku di rumahmu." "Dokter sudah menemukan hasil analisa DNA yang ditemukan di lokasi, selain DNA-nya Hanna. Besok kita bertemu di rumah sakit!" sahut Angkasa sembari mengemudikan mobil.Rain terkesiap, entah ini berita bagus atau buruk, di satu sisi ia akan segera mengetahui siapa pelaku utamanya. Di sisi lain ... pelakunya pasti berada di dekatnya selama ini. Ia harus benar-benar dalam kondisi siap mental dan pikiran."Oke, besok pagi saya kesana," paparnya.🌵🌵🌵  Pagi hari di bulan Februari masih musim penghujan, dinginnya begitu menyeruak padahal sudah jam delapan pagi. Mentari beberapa bulan terakhir terhalang awan kelabu, semburat cahayanya hanya sampai beberapa sorotan.  Angin kala itu masih membawa butiran ai
Magbasa pa
Part 12
"Pesawat sudah berangkat sepulih menit yang lalu, tapi Maya tidak masuk dalam Security Point Check, itu artinya ... Maya masih disini," ujar Angkasa. "Lalu?" tanya Rain. "Pasti ada yang tidak beres!" Angkasa mencoba berspekulasi. "Kita segera kesana Rain!"  Mereka bergegas lagi ke bandara. Rain menghubungi sopir pribadinya, tetapi tak diangkat. "Ke mana lagi dia!" geramnya. "Ada apa, Rain?"  "Hendra, tadi masih bisa kuhubungi waktu memberitahu soal Maya, sekarang dia tidak bisa dihubungi," tukas Rain kesal. Seketika Angkasa dan Rain seperti memiliki pikiran sejalan, mereka adu pandangan seperti me
Magbasa pa
Part 13
Cyra naik ke atas meja menarik kedua kepala orang dewasa itu dan mendekatkannya, lalu memeluk mereka bersamaan.  Spontan pipi mereka menempel satu sama lain. Sea bisa melihat tatapan menusuk seorang pria di hadapannya, bagaimana alis tebal dan hidungnya bagai sudut segitiga siku-siku. Dengan dagu lancip ditambah bibir tipis meronanya. Ia melamun sesaat dan menelan ludah.  "Ehm!" Rain berdehem.  Suara Rain membuat Sea terkesiap dan tersadar dari lamunan indahnya.  "Ma-maaf aku harus pulang." Sea beranjak dari kursinya dan segera meraih tas kecilnya yang digantung di sandaran kursi, lalu melangkah dari ruang makan.  "Tunggu!" Rain menahan lengan gadis muda itu.  Sea menghentikan langkah dan menoleh pada je
Magbasa pa
Part 14
"Selamat pagi, saya Fira sekretaris baru di sini.""Oh, ya. Bekerjalah dengan baik dan satu lagi ... dilarang menyukai saya!"  ketusnya dengan percaya diri tinggi.Fira tersenyum masam dan menaikkan salah satu alisnya karena mendengar keyakinan tingkat tinggi bosnya."Baik, saya permisi, Pak," ujar Fira yang polos masih dengan wajah bingung."Oh, ya, Sea. Tolong bawakan berkas-berkas yang kemarin belum sempat saya tanda tangani," pinta Rain."Maaf?""Kenapa?" tanya Rain dengan mendelikkan matanya."Nama saya Fira, Pak. Bukan Sea." Fira menjelaskan."Memang saya bilang Sea?""I-iya, Pak.""Kamu salah dengar, saya panggil Fira tadi. Sudah cepat bawakan sekarang juga!" ujar Rain berkelit.Fira melangkah ke luar ruangan dan kembali ke meja kerjanya sambil menggelengkan kepala.
Magbasa pa
Part 15
"Aku mengantar Cyra pulang dulu sebentar, setelah itu aku mengantarmu," pungkasnya.Tanpa menunggu jawaban dari Sea, Rain segera berbelok ke arah rumahnya dan menitipkannya pada Bi Ina. Setelah itu ia bergegas pergi ke rumah sakit.Lalu lintas sore itu sangat padat mengingat sedang weekend dan bersamaan dengan jam sibuk pulang kantor. Ia melirik ke arah gadis di sampingnya yang bersandar ke jendela mobil.Matanya sayu, merah, dan berkaca-kaca. Tatapannya lurus dan kosong. Rain berinisiatif menekan tombol radio di samping kemudinya. Tepat di frekuensi 93,4FM, sebuah lagu yang baru saja diputar Surat Cinta Untuk Starla.Sea melirik ke arah musik diputar, lalu kembali dengan tatapan lurus ke depan.Rain kembali fokus mengemudikan mobilnya sampai rumah sakit. Sea bergegas masuk dan naik lift menuju ruang VVIP.Rain mengikutinya dan menunggu di depan ruangan
Magbasa pa
Part 16
Setelah pesanannya datang, ia segera melangkah keluar restoran. Lalu coba menghubungi Rain, Ah benar, aku tidak punya nomornya, batinnya, setelah berkali-kali mencari nama Rain yang tak kunjung ditemukan di daftar kontak. Ia berjalan dengan perlahan ke ujung restoran sembari menyeruput cola dan mengetuk pria itu dari luar jendela untuk memberi kode kalau ia akan menunggu di luar. Rain yang sudah selesai dengan makannya, melangkah ke sink (tempat cuci tangan) dulu untuk membersihkan kedua tangannya dari sisa makanan. Matanya melirik ke kaca yang terpampang di dinding memperhatikan penampilannya sendiri. Dua jarinya merapikan rambut bagian depannya yang sedikit turun menutupi dahi. Ia adalah pria yang cukup perfectionist terutama dalam hal penampilan dan pekerjaan.  Sikap dinginnya bukanlah sem
Magbasa pa
Bab 17
“Justru kamu harus tetap di sini supaya gak banyak yang cari-cari perhatian aku. Kamu gak lihat tadi banyak mata yang terpesona. Lagi pula … sebentar lagi kamu akan menikahiku.” “Maaf ralat, bukan aku! Tapi, kamu yang mau menikahiku!” Sea menyanggah ucapannya. “Oke, kapan kamu siap untuk dilamar?” Sea, langsung berjalan memasuki salah satu toko baju pura-pura tak mendengar ucapannya lagi. Mengingat pertengahan bulan sampai menjelang akhir tahun di negara AS saatnya musim panas, ia pun memilih pakaian musim panas yang tak begitu tebal dan sedikit mini, aneka dress, topi, dan sepatu jenggel. Rain terus mengekori di belakangnya dengan kedua tangan di dalam saku celana sambil memperhatikannya. Tiba-tiba Rain menurunkan dua helai baju yang sudah masuk kantong belanja bening buatan butik. “Kenapa dibalikkin?” Sea
Magbasa pa
Bab 18
“Kenapa kamu memojokkanku! Padahal, kamu yang mulai duluan. Jujur aja kalau kamu gak mau mengakuinya!”  Rain langsung menginjak pedal gas dan mengemudikan mobil dengan kecepatan 70 kilometer perjam, membuat Sea terhempas ke belakang karena posisinya belum diikat seat belt. Tangannya segera meraih handle di atas jendela dan mencengkeramnya kuat-kuat, sedangkan satu tangan lainnya mencoba memasang seat belt.  Rain melirik jam digital yang menempel di dashboard mobilnya menampilkan waktu pukul 13.50. Itulah alasan mengapa ia melaju dengan kecepatan penuh.  “Kamu ikut denganku dulu," pekiknya.  “Ke mana? Meeting?”  Rain menaikkan kedua alisnya yang tebal memben
Magbasa pa
Bab 19
“K-kok mendadak?” tanya Sea gagap. “Memangnya … Nak Rain sudah kenal Sea lama, ya?” “Sudah beberapa bulan yang lalu, Pak.” “Papa gak kasih izin aku nikah muda kan, Pa? Lagian juga kenal belum lama masa langsung ngajak nikah?”Sea menyahuti lebih dulu. Sebenarnya, ia bukan cemas, melainkan hatinya merasa tak karuan. “Memang kenapa? Papa sama alhmarhumah mama kamu aja kenal sebulan langsung diajak nikah.” “Tapi, aku kan baru lulus, Pa. Belum kuliah, belum kerja, belum ini, itu dan banyak lagi.” “Aku enggak akan larang kamu untuk melakukan itu semuanya, kok,” ujar Rain dengan tenang sambil melempar senyum hangatnya. Thomas pun melirik putrinya dengan senyuman tajam. Sepertinya, ia pun paham bagai
Magbasa pa
Part 20
Di tengah kebisingan jalanan kota Bandung saat itu kebetulan lalu lintas lumayan lancar. Sampai tiba mendekati bandara, jalanan berubah padat merayap. Rain pun menatap nyalang orang-orang dan membunyikan klakson sekencang-kencangnya pada setiap kendaraan yang berusaha menyalip dan menghalangi jalannya. Ia kembali menggoyang kaki, lalu menggoyangkan setiap jari tangan bergantian di atas kemudinya. Dalam lima menit sekali melirik jam di dashboard mobil. Sesekali ia menggertakkan gigi dan menghela napas mencoba menguatkan kesabaran. Rainmemarkirkan mobil dan bergegas lari ke terminal keberangkatan internasional. Ia berlari sambil terus menghubungi nomor Sea yang tak kunjung tersambung. Sampai di dalam ia memperhatikan jadwal penerbangan menuju California di Flights Information Display System, boarding pass pukul 11.45, ia membandingkan dengan jam di arlojinya menunjuk hampir ke angka dua b
Magbasa pa
PREV
12345
DMCA.com Protection Status