"Selamat pagi, saya Fira sekretaris baru di sini."
"Oh, ya. Bekerjalah dengan baik dan satu lagi ... dilarang menyukai saya!" ketusnya dengan percaya diri tinggi.
Fira tersenyum masam dan menaikkan salah satu alisnya karena mendengar keyakinan tingkat tinggi bosnya.
"Baik, saya permisi, Pak," ujar Fira yang polos masih dengan wajah bingung.
"Oh, ya, Sea. Tolong bawakan berkas-berkas yang kemarin belum sempat saya tanda tangani," pinta Rain.
"Maaf?"
"Kenapa?" tanya Rain dengan mendelikkan matanya.
"Nama saya Fira, Pak. Bukan Sea." Fira menjelaskan.
"Memang saya bilang Sea?"
"I-iya, Pak."
"Kamu salah dengar, saya panggil Fira tadi. Sudah cepat bawakan sekarang juga!" ujar Rain berkelit.
Fira melangkah ke luar ruangan dan kembali ke meja kerjanya sambil menggelengkan kepala.
<"Aku mengantar Cyra pulang dulu sebentar, setelah itu aku mengantarmu," pungkasnya.Tanpa menunggu jawaban dari Sea, Rain segera berbelok ke arah rumahnya dan menitipkannya pada Bi Ina. Setelah itu ia bergegas pergi ke rumah sakit.Lalu lintas sore itu sangat padat mengingat sedang weekend dan bersamaan dengan jam sibuk pulang kantor. Ia melirik ke arah gadis di sampingnya yang bersandar ke jendela mobil.Matanya sayu, merah, dan berkaca-kaca. Tatapannya lurus dan kosong. Rain berinisiatif menekan tombol radio di samping kemudinya. Tepat di frekuensi 93,4FM, sebuah lagu yang baru saja diputar Surat Cinta Untuk Starla.Sea melirik ke arah musik diputar, lalu kembali dengan tatapan lurus ke depan.Rain kembali fokus mengemudikan mobilnya sampai rumah sakit. Sea bergegas masuk dan naik lift menuju ruangVVIP.Rain mengikutinya dan menunggu di depan ruangan
Setelah pesanannya datang, ia segera melangkah keluar restoran. Lalu coba menghubungi Rain,Ah benar, aku tidak punya nomornya, batinnya, setelah berkali-kali mencari nama Rain yang tak kunjung ditemukan di daftar kontak.Ia berjalan dengan perlahan ke ujung restoran sembari menyeruputcoladan mengetuk pria itu dari luar jendela untuk memberi kode kalau ia akan menunggu di luar.Rain yang sudah selesai dengan makannya, melangkah kesink(tempat cuci tangan) dulu untuk membersihkan kedua tangannya dari sisa makanan.Matanya melirik ke kaca yang terpampang di dinding memperhatikan penampilannya sendiri. Dua jarinya merapikan rambut bagian depannya yang sedikit turun menutupi dahi. Ia adalah pria yang cukupperfectionistterutama dalam hal penampilan dan pekerjaan.Sikap dinginnya bukanlah sem
“Justru kamu harus tetap di sini supaya gak banyak yang cari-cari perhatian aku. Kamu gak lihat tadi banyak mata yang terpesona. Lagi pula … sebentar lagi kamu akan menikahiku.”“Maaf ralat, bukan aku! Tapi, kamu yang mau menikahiku!” Sea menyanggah ucapannya.“Oke, kapan kamu siap untuk dilamar?”Sea, langsung berjalan memasuki salah satu toko baju pura-pura tak mendengar ucapannya lagi. Mengingat pertengahan bulan sampai menjelang akhir tahun di negara AS saatnya musim panas, ia pun memilih pakaian musim panas yang tak begitu tebal dan sedikit mini, aneka dress, topi, dan sepatu jenggel. Rain terus mengekori di belakangnya dengan kedua tangan di dalam saku celana sambil memperhatikannya. Tiba-tiba Rain menurunkan dua helai baju yang sudah masuk kantong belanja bening buatan butik.“Kenapa dibalikkin?” Sea
“Kenapa kamu memojokkanku! Padahal, kamu yang mulai duluan. Jujur aja kalau kamu gak mau mengakuinya!”Rain langsung menginjak pedal gas dan mengemudikan mobil dengan kecepatan 70 kilometer perjam, membuat Sea terhempas ke belakang karena posisinya belum diikatseat belt. Tangannya segera meraihhandledi atas jendela dan mencengkeramnya kuat-kuat, sedangkan satu tangan lainnya mencoba memasangseat belt.Rain melirik jam digital yang menempel di dashboard mobilnya menampilkan waktu pukul 13.50. Itulah alasan mengapa ia melaju dengan kecepatan penuh.“Kamu ikut denganku dulu," pekiknya.“Ke mana?Meeting?”Rain menaikkan kedua alisnya yang tebal memben
“K-kok mendadak?” tanya Sea gagap.“Memangnya … Nak Rain sudah kenal Sea lama, ya?”“Sudah beberapa bulan yang lalu, Pak.”“Papa gak kasih izin aku nikah muda kan, Pa? Lagian juga kenal belum lama masa langsung ngajak nikah?”Sea menyahuti lebih dulu. Sebenarnya, ia bukan cemas, melainkan hatinya merasa tak karuan.“Memang kenapa? Papa sama alhmarhumah mama kamu aja kenal sebulan langsung diajak nikah.”“Tapi, aku kan baru lulus, Pa. Belum kuliah, belum kerja, belum ini, itu dan banyak lagi.”“Aku enggak akan larang kamu untuk melakukan itu semuanya, kok,” ujar Rain dengan tenang sambil melempar senyum hangatnya.Thomas pun melirik putrinya dengan senyuman tajam. Sepertinya, ia pun paham bagai
Di tengah kebisingan jalanan kota Bandung saat itu kebetulan lalu lintas lumayan lancar. Sampai tiba mendekati bandara, jalanan berubah padat merayap. Rain pun menatap nyalang orang-orang dan membunyikan klakson sekencang-kencangnya pada setiap kendaraan yang berusaha menyalip dan menghalangi jalannya.Ia kembali menggoyang kaki, lalu menggoyangkan setiap jari tangan bergantian di atas kemudinya. Dalam lima menit sekali melirik jam didashboardmobil. Sesekali ia menggertakkan gigi dan menghela napas mencoba menguatkan kesabaran.Rainmemarkirkan mobil dan bergegas lari ke terminal keberangkatan internasional. Ia berlari sambil terus menghubungi nomor Sea yang tak kunjung tersambung. Sampai di dalam ia memperhatikan jadwal penerbangan menuju California diFlights Information Display System, boarding passpukul 11.45, ia membandingkan dengan jam di arlojinya menunjuk hampir ke angka dua b
Sesampainya di rumah, Cyra sedang duduk melamun di sudut kamarnya. Dipeluknya Ruby sambil menumpukan dagu di atas kepala boneka kesayangannya. Cyra sadar kalau sepasang mata papanya sedang mengintip di balik pintu. Ia pun lekas berlari menuju Rain, lantas ditangkap oleh papanya untuk segera digendong. Didekap erat tubuh atletis papanya bersama Ruby.“Maamaa, Pa …?” Suara isak tangis Cyra.Rain mendekap putrinya semakin erat, ditepuk-tepuk punggungnya dengan halus dan penuh kasih sayang.“Maamaaa …?” Suara rengekan Cyra, betapa ia merindukan seorang ibu.“Mama pergi jauh. Nanti kita temui Mama, ya, Sayang,” bujuknya.Suara isak tangis masih menderu. Kemejanya dibasahi air mata putrinya.“Malam ini mau tidur sama Papa?”Cyra diam sejenak, lalu perlahan menjauh dari dekapannya. Dipandangi papanya, lalu ia mengangguk tanda setuju. Rain tak sanggup melihat kesedihan di waj
Sore hari Sea dan Cyra menghabiskan waktu senggang di taman. Tampak dari kedua ekor mata Rain terus memperhatikan mereka berdua, memperhatikan cara gadis yang akan dinikahinya itu memperlakukan Cyra seperti anaknya—mungkin lebih cocok seperti adiknya. Lekukan senyum tersungging tanpa sadar saat ia berdiri di ambang pintu sambil memasukkan kedua tangannya ke saku celana, seperti biasanya. “Pak Rain?” Lelaki itu sedang melamun, membayangkan jika mereka sudah benar-benar seperti keluarga. Entah seperti apa dan bagaimana rasanya nanti. Seperti ada kuda berpacu di dalam dada berlomba mencapai finish pertama. Tatapan matanya kosong. Namun, senyumnya tetap terjaga seperti sebelumnya. “Pak Rain!?” Suara panggilan lebih keras lagi. Rain tersentak kaget. Lamunannya berhamburan begitu saja setelah dipanggil Bi Ina beberapa kali sambil menepuk bahu Rain. “E-eh. Kenapa, Bi?” “Anu … makan malamnya sudah siap