Semua Bab My Husband' S Secret: Bab 11 - Bab 20
49 Bab
11. Apa yang kalian lakukan di sini?
Braak!Brugh!"Sstt ... Aaargh ....!" Ana terjatuh dari pijakannya. Namun, seketika itu juga ia mencoba berdiri walau tubuhnya sedikit limbung. Abang ojek yang melihat Ana susah terjatuh, langsung turun dan ikut menyebrang menghampiri Ana dan membantunya berdiri."Mbak, gak papa?" "Saya tidak baik-baik saja, Bang," jawab Ana dengan air mata yang siap tumpah bagai air bah. Tubuhnya yang sudah bediri tegak, kembali berjongkok. Ana menangis sesegukan, menyimpan wajahnya dibalik lutut. Si abang ojek tak bisa berbuat apa-apa. Lelaki itu kebingungan sendiri dengan penumpangnya yang menangis tersedu. "Udah, Mbak. Apapun yang dilihat di balik tembok itu. Anggap aja ujian. Mbak harus kuat dan sabar. Bukan saya menggurui, tetapi percayalah setelah badai akan ada pelangi," ujar lelaki itu mencoba memberi semangat untuk Ana.Untuk beberapa menit berlalu, Ana masih saja terisak menangis pilu. Namun, ia sudah mengangkat wajahnya untuk melihat ke
Baca selengkapnya
12. Pil Pahit
"Apa yang kalian lakukan di sini? Menjijikkan!" teriak Ana dari depan pintu dengan suara menggelegar. Wanita setengah baya, yang usianya hampir dua kali dari dirinya, terlonjak kaget hingga terjatuh di atas kasur empuk. Rangga yang tadinya ada di posisi bawah, juga terlonjak kaget sembari menarik selimut untuk menutupi tubuhnya yang polos."Ana?!" ujar keduanya dengan mata melotot kaget. Wanita itu dengan segala keberaniannya, masuk ke dalam kamar, lalu mendekat pada suaminya. "Jadi, selama ini kamu melacur dengan ibu sambungku, Mas? Sudah berapa lama? Kalian sudah gilakah?" Ana melotot dengan air mata sudah menganak sungai membasahi kedua pipinya."Maaf, saya bukan ibu sambung kamu lagi. Saya sudah tak ada hubungan dengan kamu. Rangga, tolong singkirkan wanita ini. Mana Tante belum sampai. Merusak suasana saja!" Rangga mengangguk paham. Masih dengan menutupi tubuhnya dengan selimut, Rangga memunguti pakaiannya satu per satu yang berserakan di lantai. 
Baca selengkapnya
13. Kabur dari Kontrakan
"Maaf, Bu. Ini semua salah paham. Saya bukan selingkuhan Bang Jay. Saya penumpangnya," ujar Ana mencoba menjelaskan. Kaki dan tangannya ikut gemetar, antara takut diadili oleh para sanak famili almarhumah istri Bang Jay dan juga takut akan masalahnya yang bukannya berkurang, tetapi malah bertambah."Takkan pernah ada pelakor yang mengaku. Pergi! Puas kamu melihat anak saya meregang nyawa bersama bayinya? Hah?!" bentak seorag lelaki setengah baya yang sudah menarik tangan Ana keluar dari ruang IGD. Dengan terseret-seret, bahkan tubuhnya dihempaskan kasar di aspal parkiran rumah sakit. "Aw!" pekik Ana saat merasakan luka lecet di tangannya. Wanita itu menangis pilu sembari merasakan getir dan pedihnya luka lecet berikut juga luka hati yang ia rasakan. Lelaki setengah baya itu meninggalkan dirinya begitu saja di sana, hingga menjadi pusat perhatian orang yang kebetulan berlalu-lalang di lobi rumah sakit.Susah payah Ana bangun, sambil meringis menahan pedih,
Baca selengkapnya
14. Ana dirundung masalah
"Siapa, Ga?" tanya wanita setengah baya itu tak sabar."Adik saya, Tante. Biasa rindu transferan dari saya. Suaminya sakit dan dia butuh uang untuk berobat," bohongnya dengan suara sedih demi mendapat tambahan dana lagi dari Tante Hepi. Ponsel sudah ia tekan kuat, tanpa sepengetahuan wanita seksi yang duduk di sampingnya ini. Hingga ponsel itu mati dan ia bisa sedikit tenang."Memang kamu punya adik?" tanyanya lagi."Punya Tante. Adik saya dua orang. Tante lupa ya? Makanya saya sebagai tulang punggung, harus bisa kuat dan semangat mencari rupiah untuk keluarga saya. Makanya saya suka kepikiran mereka, Tan," tambahnya lagi kembali dengan suara pilu, tetapi penuh ketegaran."Ya sudah, nanti saya tambahkan lima juta untuk adik kamu. Semoga suaminya lekas sembuh ya." Tante Hepi langsung memperlihatkan tampilan ibanking ponselnya yang sudah tertera transaksi transfer berhasil senilai lima juta rupiah."Wah, terima kasih Tante," ucap Rangga penuh haru. N
Baca selengkapnya
15. Kamar mandinya di mana?
"Jadi, sudah berapa lama kamu berhubungan dengan suami saya?" tanya Ana dengan air mata yang terpaksa ia tahan.Wanita yang tengah hamil lima bulan itu menunduk ketakutan. Di sampingnya sudah duduk Hesti;kakak dari Estu. Wanita itu pun tak bisa berkata apapun. Ia tidak tahu, jikalau lelaki yang menghamili adiknya adalah suami dari teman dekatnya."Apa kamu tidak punya mulut, Estu?!" bentak Ana yang sudah sangat emosi hari ini. Bagaimana tidak? Hari ini dia bertemu dua wanita sekaligus yang berselingkuh dengan suaminya. Satu wanita kaya, dan satu wanita lagi biasa saja terlihatnya. "Sudah satu tahun kami berhubungan, Mbak," jawab Estu tak berani mengangkat wajahnya."Heh, ya Tuhan aku benar-benar dibohongi oleh Rangga," balas Ana sembari menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan."Kalian berkenalan di mana?" tanya Ana lagi."Di salah satu mal Mbak.""Jangan bilang kamu manager mal?" tebak Ana dengan suara lemas."
Baca selengkapnya
16. Ana Melarikan Diri
Mariana terbangun pada pukul sembilan pagi dikarenakan perutnya sudah merasa lapar. Wajahnya sembab karena tidur panjang yang terlalu nyenyak. Masih bergelung dalam selimut dengan malas-malasan. Apalah daya, sebenarnya ia ingin sekali tidur saja sepanjang hari, tetapi tidak mungkin juga nyenyak jika tidur dalam keadaan perut lapar. Ana memutuskan turun dari tempat tidurnya untuk pergi mandi dan berganti pakaian. Masih ada tiga jam lagi sebelum jam dua belas siang untuk segera check out dari hotel. Ana turun ke lantai dasar untuk sarapan sambil membawa dompetnya yang penuh, karena ia membongkar celengannya sebelum pergi dari rumah. Tak lupa juga ponselnya dan juga ponsel suaminya yang ia sembunyikan. Dengan menaiki lift, Ana turun dengan memakai baju santai tanpa riasan. Langkahnya ringan saat memasuki restoran dengan disambut ramah oleh pelayan restoran dengan senyuman. Pilihannya jatuh pada menu sphagetti, sosis jumbo bakar, dan segelas njus jeruk. P
Baca selengkapnya
17. Bersembunyi
"Hei, hentikan!"Bugh!Bugh!Bugh!Seorang lelaki dengan membabi buta memukuli dua lelaki yang tengah membekap mulut Ana menggunakan balok kayu besar. Ana menoleh takut, sambil memastikan wajah tak asing yang menolongnya."Bany Jay," lirihnya dengan gemetar."Mbak, ayo lari!" Jay menarik paksa tangan Ana untuk segera berlari dari tempat itu. Di tangannya masih memegang balok kayu untuk berjaga-jaga, siapa tahu dua lelaki yang tadi sudah terkapar pingsan kembali mengejar Ana.Keduanya berlari cukup jauh, hingga Ana sudah tak kuat lagi. Asmanya kambuh dan dia tak membawa obat semprot yang biasa ia gunakan. Kaki Ana berhenti berlari, lalu ia berjongkok, sambil mengatur napas agar tidak tersengal."Mbak kenapa?" tanya Bang Jay saat melihat Ana dengan wajah pucat dan napas sedikit sesak."Bang, saya gak kuat. Napas saya sesak. Bang, carikan ... sa-ya ... heh ... air hangat," ujar Ana putus-putus dengan tubuh sudah lu
Baca selengkapnya
18. Bersembunyi 2
Bugh!Bugh!Bugh!Krak!Krak!"Ayo, cepat!" Bang Jay baru saja memukul kepala belakang dua orang yang hampir saja menangkap Ana, dengan bata merah yang ia temukan tak jauh dari gubuk tak berpenghuni. Dua lelaki itu ambruk di lantai tanah rumah menyeramkan itu dengan darah mulai mengalir dari belakang kepala mereka. Ana berlari, tetapi ditahan oleh Bang Jay. Lelaki itu sedikit pucat menatap wanita di depannya."Bang, mereka nanti mengejar lagi," ujar Ana ketakutan."Tidak mungkin, Mbak. Mereka masih bisa tersadar saja sudah alhamdulillah. Semoga saya tidak menjadi pembunuh," jawab Bang Jay dengan datar. Ana menelan ludah takut. Siapa sebenarnya lelaki yang sudah berkali-kali menolongnya ini? Jika tidak ada Bang Jay, mungkin saja kaki, atau tangannya cacat dihajar oleh orang suruhan Tante Hepi."Abang gak papa?" tanya Ana saat mereka sudah menemukan jalan raya dan sudah berada di dalam angkutan umum."Saya udah bias
Baca selengkapnya
19. Menyerang
"Iya, kalau saya memang kencan memangnya kenapa? Mbak Endang mau dengan suami saya? Ambil gih!" ketus Ana sembari menarik tangan Bang Jay berlalu dari posisi Mbak Endang menatapnya dengan heran. Langkah kakinya semakin cepat. Lelaki yang ia tarik sampai terseret-seret mengimbangi langkah Ana."Jangan cepat-cepat jalannya, Mbak. Nanti bengek lagi," ucap Jay sambil menahan tawa. Seketika wanita  itu menghentikan langkahnya, lalu menoleh pada Bang Jay. Keduanya tergelak bersama, lalu melanjutkan langkah dengan sedikit lebih santai."Tadi siapa, Mbak?" tanya Jay pada Ana."Tetangga yang suka cari perhatian suami saya," jawab Ana sambil menoleh ke kanan dan kel kiri, mencari bus apa yang akan ia naiki menjelang malam seperti ini."Oh, emang suaminya ganteng ya, Mbak? Ganteng mana sama saya?" tanya Jay lagi dengan polosnya. Ana hanya bisa tertawa geli sambil menggelengkan kepala menatap Jay dari atas sampai bawah. Lihatlah lelaki hebat di depannya ini, beg
Baca selengkapnya
20. Copet
Mariana tersadar dari pingsannya. Bau minyak kayu putih yang tercium sangat tajam ke dalam hidungnya, membuat Ana sontak membuka matanya. Sudah ada banyak orang mengelilinginya, termasuk Bang Jay. Lelaki itu tengah memegang plastik yang sepertinya berisi air teh hangat."Alhamdulillah, sudah sadar Mbaknya," ujar salah satu ibu yang juga tengah berjongkok memijat telapak kaki Ana."Terima kasih, Bu. Saya sudah tidak apa-apa," ucap Ana sembari mencoba duduk walau kepalanya terasa sedikit pusing."Ayo, minum dulu," kata Jay sambil menyodorkan ujung sedotan ke dalam mulut Ana. Wanita itu menerima plastik teh dan meneguknya dengan banyak. Jay nampak lega, begitu juga dengan beberapa orang yang ada di sana-akhirylnya satu per satu bubar meninggalkan Ana dan Jay saja."Bang, kita harus ke mana sekarang?" tanya Ana masih dengan wajah sedikit pucat dan nampak lemas."Saya ada teman di Tangerang. Semoga saja bisa kita tumpangi sementara. Bagaimana?" 
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status