Semua Bab Tertawan Dua Suami: Bab 141 - Bab 150
167 Bab
141. Membunuh Ayah Mertua?
"KAU SUDAH MELEWATI BATASANMU!"Sebelah alis Saga terangkat tak acuh. "Batasan apa yang sudah kulewati? Menghukum penjahat yang berusaha mencelakai istriku bagimu adalah tindakan melewati batas, Lahendra?" Saga menghilangkan semua jejak kesopanan dalam kata-katanya. Sungguh ia sangat muak, seolah ia melihat bayangan Rafael Atlanta dalam diri Sandi Lahrndra.Ia mendekat, mencabik-cabik seluruh harga diri Sandi Lahendra dengan tatapannya. "Jangan berpikir aku akan membiarkanmu. Semua yang sudah menyakiti istriku akan kuhancurkan." Dalam bola matanya yang menatap tajam, ada kilat membunuh yang menakutkan, memberikan peringatan bahwa ucapannya tidak main-main.Saga menunggu respons dari Sandi, bagaimana pria paruh baya itu akan menanggapi bukti-bukti yang dia berikan. Namun, selang beberapa detik kemudian, Sandi malah bungkam tak berkutik.Saga memamerkan senyum penuh ejekan. "Bagaimana rasanya dikhianati oleh keluarga yang sangat kau sayangi? Dia kabur bersa
Baca selengkapnya
142. Menangkap Serangga-serangga Lahendra
Juni tertegun. "Apa maksudnya?""Aku tidak suka dia menyakitimu."Untuk sekejap tadi, Juni hampir saja percaya pada sorot mata Saga yang terlalu serius. Ia mengatur ekspresinya dan kembali memasang senyum. "Itu adalah masa lalu. Status ayah adalah karunia dari Tuhan, kita tidak bisa merenggutnya."Mungkin hanya perasaannya saja atau wajah Saga memang berubah dingin. Juni bergerak menghadap pria itu, menyentuh tengkuknya dan memberikan sedikit pijatan, berharap apa pun amarah pada diri Saga bisa mereda. "Aku belum pernah melihat ayah yang baik.""Karena mereka juga manusia." Juni mengamati setiap detail wajah Saga. Alisnya yang rapi dan tebal, matanya yang menjorok ke dalam dan proporsi wajahnya yang dingin. Pandangan Juni tertaut pada hidung tinggi yang menjulang itu, hidung yang suka mengendus aromanya serta bibir tipis yang akan tampak menyeramkan jika dia menyeringai. "Kau bisa melihatnya jika kau menjadi ayah nan
Baca selengkapnya
143. Tak Ada Ampunan Untukmu
Warning:Bab ini mengandung adegan kekerasan yang disertai dengan darah.Leticia mengangguk dengan cepat. Di matanya ada harapan yang menggelikan. "I-iya, kau salah menangkap. A-aku tidak bersalah.""Kalau begitu seharusnya aku melepaskanmu."Mata Leticia berbinar saat itu juga. Ketakutan perlahan sirna dari wajahnya yang penuh luka. "Tapi sebelum itu, kau harus menonton bersamaku. Menonton adegan yang sangat mengharukan."Saga bahkan bisa mendengar alunan  jantung Leticia yang kembali berdebar gila saat Saga memberikan kode kepada Edward. "Kau tahu harus memberikan tontonan apa 'kan, Edward?"Edward bergerak sedetik setelahnya. Menyuruh dua anak buahnya untuk menyeret Samuel ke depan dan memegang kedua tangannya. Leticia kembali terbelalak, sedangkan Samuel memberontak sebisanya. "A-apa-apan ini? Apa yang mau kalian lakukan? Ibu!! Tolong aku, Bu!" Edward mengeluarkan sebuah mesin pemotong kayu dan m
Baca selengkapnya
144. Menuai Karma
Sandi terdiam kaku sejak tadi, sejak mereka keluar dari kediaman Lahendra dan tiba di vila ini. Vila yang cukup besar untuk ditinggali oleh mereka berdua."Kupikir Saga Atlanta akan mengasingkan kita di tempat yang sangat terpencil atau mungkin membuang kita ke jalanan."Tapi, mereka malah dibawa ke vila yang lebih dari kata layak untuk ditinggali, bahkan tidak terpencil sama sekali."Jangan sebut namanya lagi, Fras." Sandi terlihat sangat murka dari urat-urat lehernya yang menegang dan gertakan giginya.Ini bahkan sudah hampir pagi dan mereka masih duduk tegang di sofa. Fras menarik napas, mencoba menerima keadaan yang sulit ini, tapi hatinya tetap gelisah memikirkan keadaan ibu dan kedua saudaranya.Apakah Saga akan mencari dan membunuh mereka?Sebelum ditinggalkan berdua bersama sang ayah di tempat ini, ia menahan salah seorang pengawal yang memimpin kelompok yang ditugaskan untuk membawa mereka."Apa yang akan dilakukan Saga kepad
Baca selengkapnya
145. Kenapa Kau Semenggoda Ini?
Maria keluar dari ruang bawah tanah, sama sekali tak terpengaruh pada luka di kakinya. Dengan dingin diambilnya sapu tangan dari dalam tas mahalnya lalu mengusap darah yang menetes ke sepatunya. Ia mengikat sapu tangan tersebut di betisnya untuk menutupi luka itu, lalu berjalan anggun melewati lorong-lorong kediaman Atlanta. Tak ada rasa puas di hatinya, pun rasa senang. Segalanya hampa. Malah rasa sesak yang muncul ketika kilas balik masa lalu tahu-tahu memberondong memorinya.Apa ini balas dendam yang ia perjuangkan?Ia menghela napas. Yahh ... setidaknya mereka sudah punah. Pendosa memang harus diadili.Maria tak ingin waktunya terbuang untuk bernostalgia. Langkahnya ia percepat hingga tiba di ruang tengah. Ia ingin buru-buru keluar dari rumah ini, karena hawanya lumayan panas."Ibu?"Maria berhenti, menoleh untuk mendapati Juni yang berdiri di tengah tangga. Ia mengernyit ketika Juni menuruni tangga sedikit lebih cepat. 
Baca selengkapnya
146. Lahendra Sudah Berakhir
Leticia mengais udara dengan rakus, dengan harapan dadanya yang kesakitan dan seluruh organ tubuhnya yang terbakar bisa sedikit mereka. Rasanya seperti di neraka. Dia bahkan tidak sekali pun diberi makan dan minum. Tenggorokannya sangat sakit dan suaranya sudah serak bahkan hampir hilang.Dia tidak tahu ini sudah hari keberapa sejak dia berada di tempat busuk ini. Setiap saat dia hanya melihat puluhan pengawal yang mengerumuninya seperti semut dan Samuel yang sekarat.Tak ada siksaan yang lebih menyakitkan daripada ini. Diinjak-injak dan diludahi oleh 'pelanggannya' dulu bahkan tidak semenyakitkan ini. Dirinya hanya diberi jeda sekian menit sebelum pengawal-pengawal itu kembali menggagahinya dengan brutal. Leticia kewalahan dan hampir mati.Sekarang ruangan itu kosong. Pengawal-pengawal sialan itu pasti pergi untuk melaksanakan tugas atau membersihkan diri sebelum kembali menggagahinya.SIALAN!!ATLANTA BERENGSEK!! 
Baca selengkapnya
147. Keindahan ini Milikku, Honey
"Samuel Lahendra sudah mati," lapor Edward kepada Saga yang sedang memangku kepala Juni di sofa ruang tengah."Bagus," komentarnya dingin sambil mengusap rambut Juni.Saga tak mengucapkan apa pun lagi, kebungkamannya sudah jelas memberikan perintah kepada Edward untuk mengurus mayat Samuel, seperti yang biasa Edward lakukan.Pun lirikan mata Saga sangat jelas menyuruh Edward menyingkir karena dia butuh waktu berdua dengan Juni. Edward melakukannya tanpa harus mendengar langsung dari mulut Saga. Puluhan tahun Edward melayani pria itu dan dia sudah sangat hafal dengan arti-arti dari ekspresi, tatapan mata dan gestur tubuh Saga.Setelah Edward menghilang dari pandangannya, Saga menunduk untuk melihat Juni yang tengah tertidur di atas pahanya. Beberapa jam yang lalu, mereka menonton film dan tak lama kemudian Juni tertidur.Semenjak hamil, Juni sangat mudah mengantuk. Dia bahkan berjuang menahan kantuk saat makan malam. Saga tersenyum mengingat kepala
Baca selengkapnya
148. Menemani Suami Bekerja
Semua orang melemparkan tatap penasaran sekaligus kaget ketika mereka menginjakkan kaki di lobi perusahaan Saga. Banyak bisikan yang terdengar samar di telinga Juni.  Mungkin mereka kaget karena Saga datang terlambat dan bersama wanita dalam dekapannya. Juni merasa tidak enak mendapat tatapan menilai yang ditujukan untuknya. "Kenapa gemetar, Sayang? Aku ada di sini," bisik Saga, dan malah mempererat dekapannya pada pinggang Juni.  Sejak tadi Saga tak membiarkan Juni lepas dari dekapannya. Pinggang Juni diamitnya bahkan sejak mereka keluar dari kediaman Atlanta. Puluhan pengawal berjalan di belakang mereka. Sudah pasti kedatangan mereka terlalu mencolok untuk diabaikan.  "Abaikan mereka. Fokus saja padaku," kata Saga menenangkan Juni, tapi dengan nada yang angkuh. Mereka menaiki lift tanpa satu pun pengawal. Beberapa pengawal berjaga di depan lift dan pengawal lain naik ke lift sebelah untuk menyusul mereka. Sampa
Baca selengkapnya
149. Godaan Nekat Juni
Maria mengambil semua barangnya dari rumah Lahendra. Dikemasnya seluruh benda-benda yang dia beli dengan uangnya sendiri. Mengabaikan semua pelayan yang berkerumun penasaran. Menanyakan apa yang terjadi kepada keluarga yang mereka layani."Tunggu saja, Sirana. Keluarga Lahendra bukan lagi majikan kalian. Akan ada keputusan dari atasan baru apakah kalian akan tetap berada di sini atau diberhentikan," ucapnya kepada kepala pelayan yang menanyakan nasib mereka."Sebenarnya apa yang terjadi, Nyonya Besar? Mengapa keluarga Lahendra yang terhormat sampai seperti ini?"Maria menatap Sirana datar. "Banyak hal yang terjadi. Kalian hanya perlu berkerja seperti biasa sebelum keputusan datang.""Tapi ... Nyonya." Kepala Sirana tertunduk ragu. "Apa keluarga Lahendra benar-benar sudah berakhir?" Maria terdiam cukup lama, aura dinginnya membuat para pelayan yang berdiri di belakang Sirana menunduk takut. "Maafkan atas pertanyaan lancang saya, N
Baca selengkapnya
150. Mengusik Amarah Saga
"Saya akan menemani Anda memeriksakan kandungan." Juni terkesiap dan hampir memekik ketika Lenna tiba-tiba berbicara di belakangnya. "Kau mengagetkanku." Napas Juni terengah-engah. Ia menyentuh dadanya yang kembang kempis. Ia sedang menyiapkan keperluannya di depan lemari dan tahu-tahu Lenna sudah ada di belakangnya. Ia bahkan tak mendengar langkah kaki Lenna memasuki kamar."Maafkan saya." Lenna menunduk sopan."Tidak apa, lain kali tolong jangan berbicara tiba-tiba begitu. Aku mudah kaget.""Baik. Saya akan membantu Anda menyiapkan keperluan."Juni menggeleng pasti sambil memasukkan selendang tipis ke dalam tasnya. Barangkali nanti dia membutuhkannya. "Tidak perlu. Keperluanku tidak banyak.""Kalau begitu saya akan menunggu Anda di luar."Juni menarik napas, membuat Lenna menghentikan gerakannya yang ingin memutar tubuh."Tidak usah menemaniku, Lenna. Aku akan pergi sendiri. Sudah tiga kali aku pergi sendiri, tidak masa
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
121314151617
DMCA.com Protection Status