Semua Bab Tertawan Dua Suami: Bab 31 - Bab 40
167 Bab
31. Munculnya Suami Pertama
Lelaki berambut ikal dengan postur tinggi itu masih membeku. Matanya terbuka lebar menghunjam Juni. Rafael Estigo. Juni menggumamkan nama itu lamat-lamat di hatinya. Sudah lima tahun mereka berpisah dan tak lagi bertukar kabar. Dari reaksi lelaki itu, Juni akhirnya mengukuhkan tebakannya bahwa dia memang adalah Rafael.Jantung Juni berdebar dengan hebat dan hatinya berdenyut luar biasa sakit. Bagaimana sang suami yang dulu dia cintai dan sekarang dia benci ada di hadapannya, sedang menggendong gadis lain yang bersandar pada dadanya dengan manja. Ia bisa mendengar degup jantungnya yang kian menggila ketika lelaki berambut hitam ikal itu mengerjap dan menatap penuh rindu padanya. Sinar hangat dan penuh kasih dalam mata kelam itu terasa masih sama. Juni menggigit bibir dan membuang muka ketika lelaki itu mulai membuka mulut untuk mengucapkan sesuatu. "Mau jalan sekarang, Nyonya?" Juni menyembunyikan ai
Baca selengkapnya
32. Memberi Rafael Kesempatan?
Suasana pemakaman sangat sepi ketika Juni turun dari mobil. Angin lembut menyapu wajahnya dan meniup selendang yang melilit di kepalanya.Beberapa pengawal siap siaga di belakangnya. Ia melangkah memasuki area pemakaman setelah menarik napas untuk yang keseki"Nyonya ingin dikawal masuk?" Seorang pengawal yang Juni tahu sebagai tangan kanan Edward mendahuluinya."Tidak emm—""Nama saya Arnold."Juni mengangguk. "Tidak usah, Arnold. Aku ingin waktu berdua dengan putraku."Pengawal berwajah blasteran itu mengangguk lalu mempersilakan Juni masuk.Karena bukan pemakaman mewah, maka lingkungannya tidak sebersih yang dibayangkan. Daun-daun kering yang berguguran tampaknya sudah berhari-hari tidak dibersihkan. Rumput-rumput liar yang merambati makam dibiarkan tumbuh dengan bebas. "Kuharap makam Elando tidak sekotor itu," gumamnya sendu sambil melewati makam-makam yang ditumbuhi tanaman liar.Kening Juni mengerut dal
Baca selengkapnya
33. Rafael Estigo
Kepalanya tertunduk menatap kosong gumpalan tanah yang menjadi rumah bagi sang putra. Rambut ikalnya yang dibelai angin menguatkan kesenduan dari wajahnya.Bekas air mata masih bertakhta di pipinya ketika ia menyadari sang istri telah berbalik arah dan benar-benar meninggalkannya. Rafael teramat tahu di mana letak kesalahannya."Aku melakukannya demi kau, Sayang. Aku menahan semua kesakitan itu untuk kalian," gumamnya pilu. Dipegangnya dadanya yang teramat sakit seolah telah ditikam puluhan kali.Saat tiba di perantauan, Rafael yang tidak punya latar pendidikan tinggi harus bekerja serabutan dengan upah pas-pasan. Ia teramat lelah saat sepulang kerja yang didapatinya hanyalah kamar kecil sumpek yang ditinggali oleh 4 orang termasuk dirinya. Baju-baju berserakan dan kecoa berlalu-lalang dengan bebas.Yang didengarnya setiap malam bukanlah suara lembut Juni seperti biasanya, melainkan dengkuran keras dari teman-teman sekamarnya. Segalanya menja
Baca selengkapnya
34. Mau Ke Kamar?
Juni meringkuk di atas ranjang. Tak mengira hatinya akan sesakit ini. Dulu ia sangat mencintai Rafael sehingga rela meninggalkan rumah Lahendra dan semua zona nyamannya.Ditinggalkan lelaki itu adalah keterpurukan yang sangat menyakitkan. Namun, Juni merasa bertemu kembali dengannya lebih menyakitkan lagi, terlebih ketika ia sudah berstatus sebagai istri orang lain.Merasa semakin sesak berada di dalam kamar, Juni bangkit dari ranjang dan bergegas keluar. Lumayan lelah ketika kakinya harus menyusuri lorong panjang dan menuruni tangga hingga ke bawah. Mansion Atlanta sangatlah besar. Terdiri dari tiga lantai yang ketiganya sangatlah luas dengan lorong-lorong di setiap ruangan.Juni baru melangkah melewati pintu utama ketika Saga berdiri di hadapannya secara tiba-tiba. Ia terlonjak dan hampir terjatuh jika Saga tidak menahan lengannya.Apakah kulit lelaki itu memang selalu panas? Karena setiap kali mereka bersentuhan, kulit Saga selalu terasa panas.
Baca selengkapnya
35. Aku Ingin Memuaskanmu
Anggukan itu berujung pada cumbuan panas di atas ranjang Saga. Segalanya terjadi begitu saja ketika Saga mengangkat Juni dari kolam renang dan menggandeng wanita itu menuju kamarnya.Juni tak menolak setiap sentuhan Saga. Tubuhnya menurut begitu saja ketika lelaki itu menciumnya habis-habisan dengan dada telanjang dan celana renang yang basah. Pun dengan dirinya yang masih memakai pakaian renang yang sama. Mereka sama-sama basah dan bercumbu dengan panas di atas ranjang besar lelaki itu.Lalu ketika Saga membuka pakaian Juni dengan sangat ahli dan menyesap setiap inci kulitnya, Juni merapalkan desah tertahan."Jangan ditahan. Aku ingin mendengar suaramu."Kecupan mesra Saga mendarat di perut rampingnya, membuat Juni terpaksa melengkungkan punggung dengan erangan putus asa."Aku tak pernah memuaskan wanita, mereka yang memuaskanku," bisik lelaki itu sambil terus menjalarkan ciumannya hingga ke perut bawah Juni. "Tapi aku ingin melakukan
Baca selengkapnya
36. Telepon dari Rafael
Juni kikuk sendiri saat Saga memilih tempat duduk di dekat ujung meja, di sebelah kursinya. Ia menatap pria itu aneh yang dibalas dengan kekeh kecil Saga."Di sana terlalu jauh," katanya dengan tatapan intens yang tak putus-putus.Baru kali ini Juni ingin memaki para pelayan yang belum jua menyiapkan makanan di atas meja. "Kau terlihat seksi memakai kemejaku." Spontan wajah Juni memerah mendengar pujian bernada sensual itu. Dengan cepat ia memalingkan wajah menghindari tatapan Saga.Lelaki itu terkekeh dengan suara berat yang renyah. "Aku tidak tahu, ternyata kau pemalu juga."Untunglah lima detik kemudian para pelayan menyajikan makanan di depan mereka. Juni tidak tahu mengapa dirinya sekikuk ini menghadapi sisi lain Saga yang tak berkoar-koar murka seperti biasanya. Lelaki itu tampak santai, tak memperlihatkan sisi liarnya yang berbahaya.Juni makan dalam diam. Kendati ia merasa luar biasa gugup saat merasakan pandangan
Baca selengkapnya
37. Sisi Sensual Saga
Dua hari berselang sejak Rafael meneleponnya dan Juni harus berusaha keras untuk tidak peduli dan melupakan telepon lelaki itu. Saga bersikap biasa padanya. Tidak memaksa apa-apa dan tidak melecehkannya, hanya saja terkadang dia mendadak menjadi dingin atau tak memedulikan sekitar.  Lelaki berumur 33 tahun itu terlihat lebih manusiawi. Ia kadang memperlakukan Juni dengan baik bahkan mengajaknya mengobrol hal ringan. Meski begitu, ia terasa sulit didekati seolah menyimpan banyak misteri. Ponsel di tangannya bergetar dengan panggilan dari nomor yang tak dikenal. Jangan bilang dari Rafael lagi. Juni mendecak ketika menyadari kebodohannya yang tidak menyimpan nomor telepon lelaki itu. Ragu-ragu dia menekan tombol untuk menerima panggilan. Dan benar saja di seberang sana suara Rafael terdengar lelah sekaligus penuh harapan. "Kenapa lagi, Rafael?" Juni mendengus jengkel. "Aku masih menunggumu di sini." "Kau tahu aku tidak akan p
Baca selengkapnya
38. Bertemu Rafael Diam-Diam
Esok paginya setelah Saga berangkat kerja, Juni bergegas keluar dengan niat menemui Rafael, tapi tampaknya tak semudah itu.Arnold menghalanginya di depan pintu. "Nyonya mau ke mana?" "Aku mau keluar.""Kalau begitu mari kami antar." Pandangan Juni beredar pada beberapa pengawal yang berdiri tegak berjaga di depan pintu, teras dan di dekat gerbang. Seolah rumah ini adalah istana presiden yang harus diawasi dengan sangat ketat. Tanpa sadar ia meringis."Nyonya?"Juni mengerjap. "Ah, maaf. Aku akan pergi sendiri.""Apa Anda sudah meminta persetujuan Tuan besar?"Kening Juni mengerut tidak mengerti. "Kenapa aku harus meminta persetujuannya?" "Nyonya, di luar sana ada banyak musuh Atlanta. Anda tidak bisa pergi ke mana pun dengan bebas.""Aku hanya ke rumah kenalanku, tidak akan lama.""Ini sudah menjadi perintah bagi kami." Pengawal itu menunduk walau wajahnya tetap datar sejak berbicara deng
Baca selengkapnya
39. Ketahuan
Mata Juni menyipit. "Sejauh mana kau menyelidikiku?"Juni merasa tidak pernah memberitahukan nama suaminya pada Rafael. Namun, Rafael mengabaikan pertanyaan bernada curiga itu. "Dia tidak baik untukmu. Reputasinya sangat buruk dan dia punya sifat yang—aku takut dia akan menyakitimu."Juni mengangguk samar ketika pandangan Rafael menunduk sejenak. Saga lebih berbahaya dari yang orang-orang tahu. Dia bahkan lebih menakutkan dari iblis sekalipun."Tinggalkan dia dan kembali padaku. Kita bisa memulai dari awal. Aku tidak akan pernah lagi membuatmu menderita dan diinjak-injak oleh orang lain."Rafael meraih tangan Juni yang menggantung. Ah, jemari lentik itu sekarang begitu halus jika dibandingkan saat dulu. Dia berjanji untuk tak lagi membuat tangan yang berada di genggamannya menjadi kasar.Juni melarikan pandangan ke segala arah. Mata indahnya berpendar ragu dan sedih. "Aku mohon ... kembali padaku." Dikecupnya tangan
Baca selengkapnya
40. Aku Benci dengan Pengkhianat
"Makin hari kau makin berani. Sudah bosan hidup?" desisnya. Suara berat yang rendah itu menguarkan aura yang membuat siapa pun akan merinding kala mendengarnya.Sedang Juni masih bersusah payah melepaskan cengkeraman Saga di lehernya. Ia hampir-hampir tak bisa lagi bernapas. "Aku benci dengan pengkhianat. Sekarang katakan dengan siapa kau bermain?" Lelaki itu mendekatkan wajah dan berbisik di telinga Juni.Napas Juni megap-megap. Bagaimana bisa dia menjawab jika terus dicekik?Untuk menit yang terasa panjang bagi Juni, akhirnya saga melepaskan cengkeramannya dan menjauh. Membiarkan Juni menata napasnya yang terputus-putus. Ia terbatuk kala pasukan udara menyerbu paru-parunya.Pistol masih terarah padanya dalam jarak yang tak lagi sedekat tadi. Tatapan Saga masih sama, menyeramkan dan penuh amarah yang sepertinya sudah mencapai batas. Ia tak menyangka akan ketahuan secepat ini. Tidak. Juni tidak salah. Dia hanya bertemu dengan Raf
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
17
DMCA.com Protection Status