Lahat ng Kabanata ng Dokter Tampan Pemikat Wanita: Kabanata 41 - Kabanata 50
111 Kabanata
Melemparkan Tubuhnya
Kubelokkan setang motor Aya memasuki area parkir tanpa pagar di depan rumah dominasi putih. Rumah dua lantai yang kutempati bersama Mama sejak bisa menghasilkan uang sendiri. Sejak usia dua puluh dua rasanya, ketika aku mulai ikut magang di beberapa rumah sakit karena rekomendasi salah satu dosen.Aku memarkir motor sport hitam milik Aya dekat dinding dan sempat berpikir lagi mengenai pemberian yang Elzar bahas sebelumnya. Siapa yang berbohong? Aya atau Elzar?"Masuk duluan," pintaku saat membuka helm dan menoleh ke Aya yang sepertinya masih betah terdiam memegangi jasku. Ralat, jasnya Mas Agus yang masih kupinjam.Bisa kulihat Mama membuka pintu rumah dan menunggu menantunya di ambang pintu. Ini ternyata jauh lebih mudah daripada menerima perjodohan dari Ayah. Melihat Mama mendapatkan pilihannya, itu terasa jauh lebih berharga.Ya, aku mengangguk sesaat sebelum turun. Kedua mataku berkedip saat mendongak, menahan panas yang memenuhi kelopak. Sepintas, melihat langit semakin gelap bers
Magbasa pa
Tes Kehamilan
"Perlu kusiapkan sesuatu?" Aya mengusapkan kain handuk di kepalaku setelah aku keluar dari kamar mandi dan duduk di kasur menghadapinya.Kemejaku ternyata masih lebar di tubuh Aya yang memiliki tinggi hampir menyamaiku dan mampu menutupi dirinya yang belum mengenakan apa pun di balik itu dengan baik.Tampak kamar tidak lagi seberantakan beberapa menit sebelumnya. Seenggaknya pakaian tidak lagi bertebaran meski seprai sudah tidak karuan bentuknya."Enggak perlu."Kutelisik perubahan raut wajahnya dari diam hingga memaksakan senyum yang berkesan datar ketika merasa diperhatikan. Sembab di kelopak mata Aya sangat terlihat.Punggung tanganku dipeganginya hingga menyentuh rahang. Dia terpejam, lalu menghidu setiap jari yang menjauh.Aroma percintaan masih begitu kuat menguar di permukaan kasur yang basah karena pakaianku setelah hujan."Ada yang salah, Bra?"Ada. Kamu. Kenapa aku harus merasa sakit karenamu?Urung kuucap. Sebelum Aya menarikku mendekatinya, membuka bibir untuk sambutan yang
Magbasa pa
Tas Belanja
Aku masih belum tenang menunggu Aya di depan kamar mandi. Dia berkeras untuk menggunakannya pagi ini juga setelah bangun tidur.Semalam?Enggak ada pengulangan kejadian kemarin. Pemaksaan sebelumnya saja membuatku ingat tudingan para aktivis yang menyebutkan pemerkosaan pada istri sendiri sebagai bentuk kekerasan seksual.Aku memilih berjaga dekat peti mati yang diletakkan di ruang depan. Bapaknya Aya yang terlihat tenang dari penutup peti yang sengaja dibuka sebagian menemaniku di sepanjang malam meski tak membalas setiap kisah yang kubicarakan. Tentang Aya di masa SMA yang cenderung taat aturan dan fokus belajar hingga tak peduli dengan pergaulan di sekitarnya.Aku jadi mencerna setiap interaksi canggung masa remaja bersama Aya dulu ketika harus menghadapi Bapak yang membisu dalam peti semalam.Serem?Enggak. Sudah sering ketemu jenazah waktu awal koas dan dapet tugas memeriksa beberapa korban pembunuhan yang telah membusuk."Bagaimana hasilnya?"Pertanyaanku keluar begitu saja setel
Magbasa pa
Kedukaan Aya
"Ayo pulang, Ya!" Ajakanku ternyata diabaikan. Aya masih betah menebar bunga di sepanjang gundukan tanah di hadapannya, mengacak, lalu menebar ulang.Kupikir, menggodanya sebelum turun menemui peti mati Bapak bisa mengurangi kesedihannya. Namun, jiwa histerisnya kembali mencuat di tengah para tamu yang bisa dihitung dengan jari. Aku sampai perlu memeganginya di sepanjang upacara pemakaman.Kebanyakan yang datang hanya mengucap belasungkawa, lalu pergi.Kematian ....Orang sebaik Bapak enggak terlalu dikenal. Atau mungkin karena kebaikannya hanya untuk orang terdekat? Yang kuingat hanya para penggosip di tukang sayur dekat rumah Aya dan pemuda tetangga Aya yang menegur saat aku ke sana dulu."Manusia hanya mengingat kebaikan ketika seseorang berada dalam puncak kejayaan, Bra. Enggak banyak yang bakal ingat kebaikannya setelah terpuruk," kata Aya, menjawab pertanyaan dalam pikiranku setelah semua pelayat pergi dari kompleks pemakaman.Ada benarnya. Mati ketika sedang jaya pun bukan hanya
Magbasa pa
Jatuh Cinta
Dentum musik elektro dari mesin di panggung terus menghentak, tapi aku belum tergoda bergerak mengikuti, hanya melintasi keramaian para manusia nokturnal yang terus meliuk. Keberadaanku di tempat bising dan penuh ini hanya untuk memenuhi janji jumpa pada seseorang.Kulihat gadis yang aku tuju melambaikan tangan dari meja dilingkari sofa kulit tebal yang warnanya sudah enggak jelas di bawah paduan banyak lampu. Terusan sepaha yang dikenakannya tampak jatuh membentuk lekuk tubuh, tali bahunya menegaskan garis dari tulang selangka dan bahu yang sempurna. Siapa yang tidak akan tergoda dengan pergerakan Caca?"Hai, Ca!" balasku terhadap sapaannya tanpa menyentuh sama sekali. Aku menolak salaman apalagi pelukan seperti biasa, cenderung menghindarinya setelah insiden terakhir di pulau seberang. Jujur, aku ngerasa salah karena sempat melewati batas dan kepergok Aya."Istrimu enggak dibawa, Bra?"Tunggu. Aku cukup terkejut saat baru mencapai keempukan sofa. "Kamu sudah tau kalau aku sama Ay—""
Magbasa pa
Masakan
"Kenapa enggak dibawa ke puskesmas dulu, Bu?" tanyaku saat menemukan pasien balita masuk ruang IGD di akhir minggu karena masalah batuk, pilek, dan demam lebih dari tiga hari.Kebanyakan masalah kayak gini alasannya enggak jauh-jauh dari orang tua pekerja atau antrian di fasilitas umum yang membawahi jaminan kesehatan dari pemerintah terlalu penuh. Cara tercepat mendapatkan pelayanan kesehatan emang bisanya datang ke IGD di luar jam pelayanan fasilitas kesehatan pertama.Sayangnya, karena alasan itu, bisa jadi pasien yang benar-benar mengalami masalah gawat dan darurat mengalami ketertundaan. Atau bisa jadi pasien mengeluhkan penanganan IGD yang lamban karena harus mengurus urgensi lebih dulu.Serba salah, ya.Si ibu enggak jawab pertanyaanku. Dia terus menggoyang anak perempuan yang terus menangis dalam gendongannya. Aku tahu si balita bergender perempuan dari simbol keagamaan yang menutupi kepalanya. Udah lumrah lihat seperti itu dikenakan rekan sejawat di rumah sakit."Sudah berapa
Magbasa pa
Gagal Pas Tegang
"Makan atau mandi dulu?" Aya mengambil tumpukan pakaian yang baru kulepaskan di permukaan kasur dan memindahkannya pada keranjang pakaian kotor di dekat lemari."Makan dulu, deh." Menyisakan celana dalam yang melekat di tubuh, aku memeluk Aya dari belakang, mengurung dan mendaratkan kecupan-kecupan ringan di lengkung bahu kanannya yang terekspos saat menyingkirkan helaian rambut ke sisi kiri."Kamu bau, Bra!" Kekehan Aya terdengar riang. Mungkin ada hal baik yang telah terjadi hari ini. Melihat refleksi kami berdua ketika menghadap cermin, Aya berusaha melepaskan pergelangan tanganku dengan erat."Masa sih aku bau?" Kudesakkan sudut penciuman di samping wajahnya. "Coba cium."Kekehan berubah gelak tawa, Aya berbalik menghadapiku. Kedua tangannya menggantung di leherku sementara peganganku berpindah pada belakang tubuhnya yang terasa semakin padat."Gimana kalau mandi? Beneran kamu bau. Biar aku siapin makanannya." Bibir Aya mengerucut. Garis-garis wajahnya mengerut seolah menahan."Ya,
Magbasa pa
Puasa Main
"Ini kantung kehamilannya, ya. Masih belum jelas, mungkin periksa berikutnya sudah terlihat," kata wanita yang menggeser kepala transduser di permukaan kulit perut Aya, menampilkan proyeksi hitam putih pada layar di dekat ranjang pemeriksaan. "Kehamilan pada trimester awal memang rentan. Makan dan istirahat yang cukup, karena di sini LDL-nya tergolong tinggi.""Pendarahannya bagaimana, Dok?" Kugenggam tangan Aya yang terasa bergetar. Ketakutan sempat menjalari pikiranku di sepanjang perjalanan menuju klinik terdekat yang memiliki pelayanan kehamilan. Aku sendiri enggak ngerti kenapa bisa merasa khawatir kali ini, padahal biasanya aku bisa sangat tenang menghadapi pasien."Ini saya resepkan vitamin dan penguat kandungan. Untuk sementara enggak usah dulu angkat-angkat yang sekiranya berat. Berhubungan dengan suami ditunda dulu yah, Bu. Ini perlu istirahat total."Pesan yang sangat panjang dari Bu Dokter memang bisa mengurangi sebagian besar resah, tetapi buat menahan diri lebih lama dari
Magbasa pa
Membawa Nanda
"Selesai sif, Pak?" Nanda mengambil pulpen dari tanganku setelah aku menyelesaikan tanda tangan beberapa keterangan inventaris dan presensi."Iya." Aku masih terkejut dengan keberaniannya mengambil milikku tanpa izin seperti biasa sampai-sampai mulutku terbuka hingga pertanyaan Nanda berikutnya."Langsung pulang?""Enggak, sih. Ada janji." Kepalaku mendongak ke sisi kanan, mengingat pesan terakhir dari grup rese sebelum beralih pada Nanda yang mengembalikan pulpen ke saku jasku. "Kamu langsung ke asrama, kan?"Kekehan ringan Nanda ditutupi papan alas dalam pegangannya hanya menampakkan mata sipit yang dihiasi alis lurus dan rapi. "Ya mau gimana lagi, Pak. Mau keluar, enggak tahu jalan di kota sini."Aku baru memperhatikan. Entah. Mungkin karena baru beberapa hari terakhir Nanda jadi teman bicara sejak Mas Agus dipindahkan ke VIP. Perawat lain masih enggan mendekat denganku setelah Mbak Risa berhenti kerja karena pernikahan."Rantau?" tebakku ketika sadari Nanda mengiringi langkah di ko
Magbasa pa
Pancuran
Malam dari ketinggian. Hotel yang dipesan Elzar di pertengahan kota memang enggak menjulang tinggi seperti kebanyakan hotel baru. Namun, kesejukan dikelilingi pepohonan menjadi perbedaan kenyamanan paling dasar yang menjadi kelebihan tempat ini. Tentu karena posisinya juga berada di atas bukit.Balkon berpagar kayu yang menjadi tempatku dan Nanda memisahkan diri dari para orang gila dalam ruangan menampakkan lampu-lampu perkotaan yang tampak seperti bintang di lautan. Atap-atap menghilang dalam kegelapan."Sorry, tadi mereka ngasih kamu wine." Rasanya aku lagi enggak minta maaf kalau membelakanginya.Entah hanya dugaan saja atau memang benar, anggur dalam gelasku memberi efek panas ke seluruh tubuh. Biasanya alkohol menyisakan kehangatan di kerongkongan hingga perut, bukan sampai lapisan kulit."Boleh nanya enggak, Pak?" Nanda merapat di sampingku, turut menumpukan lengan pada pembatas kayu yang sama."Silakan." Kusesap lagi cairan kemerahan dari pinggiran gelas di tangan. Kepalaku mul
Magbasa pa
PREV
1
...
34567
...
12
DMCA.com Protection Status