Dokter Tampan Pemikat Wanita

Dokter Tampan Pemikat Wanita

Oleh:  Aldrich Candra  Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
27 Peringkat
111Bab
12.5KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Nathanael Abraham dokter jaga berusia dua puluh delapan tahun yang sering gonta-ganti pasangan. Putra dari pengusaha besar dan terjebak dalam perjodohan. Masa lalu mengikatnya dengan Ariesta Kanaya dalam perjanjian saling menguntungkan untuk menggagalkan perjodohan. Antara gairah dan kekuasaan. Pemberontakan Abra terhadap perjodohan memperuncing masalahnya dengan sang ayah. Belum lagi orang ketiga yang hadir. Adakah masa depan untuk mereka saat cinta benar-benar hadir?

Lihat lebih banyak
Dokter Tampan Pemikat Wanita Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Neng Onyon
Aldrich cerita mu itu keren, bacanya hrs slow motion, diulang2 biar paham
2022-12-12 22:01:43
0
user avatar
GNa_Juli
selalu suka karyamu Bang ...️
2022-02-27 22:37:54
0
default avatar
Ida
Cara menulis yg mengharuskan sipembaca utk tdk membaca cepat dlm menyelesaikan novel ini agar memahami Alur cerita yg kuat Penokohan yg detail membuat gemes dan pingin nimpuk aja saking gemregetannya Smoga endingnya tdk membuat nyesek dada krna sampai bab 80 an masih blum tegas dan egois sja Haaa
2021-08-25 23:20:06
4
user avatar
Taurus Di
duh dokter satu ini bikin gemes
2021-08-12 22:52:29
1
user avatar
Khristina Vrastanti
Sangat menggoda...sayang untuk dilewatkan...
2021-08-12 16:42:23
1
user avatar
Dianning
Karya luar biasa 🤩
2021-07-17 18:32:05
2
user avatar
Won't StopMan
aura cowok tampan, dokter lagi, sapa yg bisa nolak? cobaan wanita memang. ceritanya uwuuuu bgt, auto masuk list
2021-07-17 16:34:03
2
user avatar
Azra Tyas
keren, Hanya bisa bilang Wow mulai bab kedua, penuturan nya sungguh bagus, enak dibacanya, alurnya juga bikin nagih
2021-07-17 15:27:07
3
user avatar
Rizqiyah Hayati
Wajib baca
2021-07-17 10:28:39
2
user avatar
Ayasa
Sudah masuk rak baca kak ✌️ semangat
2021-07-13 20:06:41
2
user avatar
UlfSanita
Selalu suka sama gaya bahasanya ❤️
2021-07-11 09:40:35
2
user avatar
Ayunina Sharlyn
Really nice story. Keep up kak
2021-07-10 16:46:23
2
user avatar
Affandi
Suka ceritanya bagus
2021-07-10 13:48:27
2
user avatar
Ithanajla
Tentu masuk reading list ini mah,,,, semangat berkarya kaka, ceritamu keren....
2021-07-10 12:57:30
2
user avatar
Cincin_dalin
Keren ceritanya. Yang nulis dokter benerankah? Detailnya pas ban get.
2021-07-10 12:53:01
2
  • 1
  • 2
111 Bab
Kecelakaan
"Woy! Mobil gue!"Teriakanku sepertinya tidak digubris oleh si penabrak yang meninggalkan baret panjang pada sisi kiri sedan putihku di area parkir. Kendaraan roda dua yang kutebak bermesin besar itu justru menaikkan kecepatan saat kukejar."Abra! Hei! Tunggu!" Teman kencanku turut berteriak saat aku memasuki mobil tanpa menunggunya.Jelas teriakan itu tertuju padaku, terdengar bising bersama ketukan di badan mobil, tapi enggak penting. Aku lebih terobsesi menangkap oknum enggak tahu diri yang seharusnya minta maaf karena merusak mobilku yang masih terhitung cicilan empat tahun lagi. "Dia harus ganti rugi."Kecepatan sedanku meninggi pada jalan turun memutar, berusaha mengimbangi kecepatan dari motor sport hitam yang tampilannya rajin banget wara-wiri dalam acara sinetron langganan Mama, sebelum mencapai pembatas pemeriksaan karcis parkir.Namun, terlambat. Antrian panjang pada barisan roda empat menahan laju meski klakson kupukul berkali-kali. "Sial!"Hal yang tak mampu kuhentikan sel
Baca selengkapnya
Hujan
Rintik kala gelap menambah dinginnya malam. Bukan hanya kata kiasan di antara sajak yang pernah kubaca, tapi memang benar adanya ketika langit menutupi cahaya rembulan. Memang sejak kapan bisa memperhatikan permainan cahaya dari langit jika lampu-lampu jalanan yang jauh lebih semarak?Dari balik dinding kaca yang membatasi udara luar, embun yang melapisi mampu kugores dengan lingkaran-lingkaran abstrak enggak penting, lalu temukan dia masih betah berdiri di pinggiran lorong dekat pintu masuk ruang gawat darurat. Lama tak jumpa dan aku masih saja tersenyum jika melihatnya dari kejauhan? Kenapa?Ariesta Kanaya. Gadis setinggi bahuku saat berhadapan di lorong sebelumnya terlihat garang dengan jins dan kaus berbalut jaket kulit hitamnya, ransel senada yang menggantung jauh lebih kecil dari punggungnya. Perbedaan paling kentara ialah tampilan garis hitam yang membingkai kelopak mata Aya. Tajam.Belum kutemukan duka dari pupil yang cenderung menatap kekosongan di sisiku saat mendengarkan pen
Baca selengkapnya
Teman Kencan
"Dompetmu," ucap Caca, gadis yang meletakkan benda kulit berwarna hitam tepat pada meja di depan. Dompetku. Dia langsung duduk tanpa perlu dipersilakan.Entah warna apa lagi yang menjadi highlight rambut panjang tergerainya hari ini. Ungu? Merah muda? Enggak penting sebenarnya. Aku cuma penasaran apa yang membuat seorang perempuan begitu memperhatikan penampilan atau membuat ciri khasnya sendiri. Seperti Aya yang terkesan garang dari penampilan, Caca yang lebih banyak mengenakan warna pastel dari kaki sampai aksesoris rambut, atau wanita lain yang cenderung menghabiskan waktu di kamar mandi dan depan cermin hanya untuk memastikan banyak hal. Itu yang kuhadapi dari teman kencanku setiap selesai bergulat di kasur."Sorry semalam." Kuangkat cangkir dari meja dan menyeruput isinya dari pinggiran. Kebutuhan kopiku sepertinya bertambah setelah semalaman bertugas dan secangkir Long Black tanpa gula cukup menambah pahit hari ini."Serius, Bra. Kamu nyuruh aku ambil dompet ini cuma karena mobil
Baca selengkapnya
Lupa
Aya sebenarnya terlihat berbeda dengan tampilan kerja. Jauh lebih dewasa daripada saat bertemu di rumah sakit. Tidak ada kets hitam atau jins ketat. Benar-benar feminin.Namun, cara makannya menggunakan jari-jari dan suapan penuh ternyata menarik. Sulit untukku berpaling atau menggerakkan sendok di tangan karena takjub dengan tingkah tanpa malunya Aya. Padahal dia tadi sudah menghinaku terang-terangan ketika mengacungkan jari tengah terus ngakunya enggak inget. Aneh.Mengajak makan calon gebetan--calon korban--setelah mengisi perut dengan gadis lain sebenarnya bukan gayaku. Kalau memaksa perut untuk tetap diisi saat penuh, mungkin sampai rumah aku enggak bakal bisa tidur cepat."Memang kenapa kalau kamu enggak mau dijodohkan?" tanya Aya setelah kuceritakan masalah perjodohan dengan sedikit bumbu.Siapa yang tidak akan simpatik dengan kisah sedih di zaman sekarang? Orang tertindas akan selalu dianggap pihak protagonis, bukan? Aku harap sih mempan di Aya."Umur dua delapan di Indo sudah
Baca selengkapnya
Jahat?
"Di mana?" tanya pemanggil dalam sambungan dari ponselku menggunakan pelantang tanpa kabel. Suaranya semakin familier di telinga dan mampu mengundang geli di perut. Ingin tersenyum terus rasanya.Jalan menurun di ujung jalan layang sempat mengundang kekhawatiran. Hampir seluruh kendaraan berkecepatan tinggi. Aku bahkan kesulitan mencari pelataran parkir saking banyaknya tempat makan. Buat apa coba Aya ngajak ketemuan di tempat ramai siang terik begini?Kuangsurkan selembar biru pada anak kecil di pinggiran trotoar setelah menanyakan harga sekotak klepon, makanan berbentuk bola hijau berisi gula merah dengan taburan kelapa parut. Usianya mungkin sekitar lima atau enam tahun. Dua anak kecil di dekatnya jauh lebih kecil dan kurus, duduk sambil menyapu keringat."Ambil tiga sepuluh ribu, Om."Aku tergelak disebut om. Lucu. Setua itukah wajahku? "Harga biasa aja, Dik. Ambilkan empat."Si anak kecil terlihat memeriksa bungkusan plastiknya setelah menyerahkan pesananku. Terlihat lembaran lusu
Baca selengkapnya
Maaf
"Kopi?" Kusodorkan gelas kertas berisi cairan hitam pekat. Telunjukku mengetuk stoples kecil berisi butiran putih di meja. "Tanpa gula. Kalau perlu gula, ini.""Makasih." Aya mengangkat gelas yang kuberikan dengan kedua tangan. Bibirnya masih pucat meski kami telah berpindah dalam ruangan."Bajumu basah?" Pertanyaanku tentu hanya basa-basi. Hujan deras jelas menyiram kami sebelumnya sampai tiba di ruanganku.Ketukan pada pintu terbuka terdengar seiring kata, "Paket, Pak Abra."Ah, itu Nanda mengantar tas kertas berlogo salah satu market store terkemuka yang membuka pelayanan online.Aku menghampiri ambang pintu, mengucap terima kasih sambil meraih benda yang disebut paket oleh Nanda. Bisa kulihat senyuman dari perawat baru itu saat melirik dalam ruangan."Aku enggak tahu ukuranmu, jadi tadi pesan yang kelihatan aja." Kuletakkan tas kertas di meja, tepat samping tangan Aya, kemudian menunjuk pintu di sudut ruangan. "Ada kamar mandi."Aya mengeluarkan isi tas. Keningnya mengernyit. Hanya
Baca selengkapnya
Keluarga
Setelah menemani Aya mengantarkan pakaian ganti dan perlengkapan mandi untuk bapaknya di ruang ICCU, aku bisa bernapas lega sejenak. Bantuan yang kuulurkan untuk Pak Raden ternyata dianggapnya sebagai utang. Itu juga termasuk lucu bagiku.Gimana, ya?Mama selalu memberi contoh padaku untuk memberi tanpa meminta imbalan. Bahkan ketika ibu penghuni sebelah rumah harus melahirkan, tidak perlu ditanya dua kali, Mama langsung membantu mencari tumpangan dan bantu pembiayaan si ibu. Ya, tanpa imbalan. Mama tidak pernah menagih besaran biaya sekalipun kami pernah mengalami kesulitan keuangan sejak ditinggal Ayah.Ah, mengingatnya lagi saat perjalanan pulang membuat darah menggelegak. Kepalan tanganku spontan memukul roda kemudi sampai Aya meneriakkan namaku."Sorry, Ya. Aku lagi enggak fokus." Kupinggirkan kendaraan roda empat milikku setelah memastikan tidak ada tanda dilarang parkir atau berhenti. Pelipisku harus ditekan beberapa kali sampai nyeri yang menusuk dadakan hilang.Aliran napas di
Baca selengkapnya
Penolakan
"Kenapa udah deket jamnya baru minta aku datang?"Aku terkejut ketika menutup lemari pendingin dan mendapati Caca sudah berada di ruang makan. Dia duduk dan memakan beberapa donat yang tersedia tanpa keributan. Sepertinya Mama meninggalkan camilan sebelum pergi. Memiliki banyak cabang dalam bidang kuliner justru jadi alasan Mama sering keluar kota."Calonnya baru setuju." Kuanggukkan kepala ke sisi kanan sebelum menghampiri meja dan membawa dua kaleng bir. "Mau?"Caca membuka salah satu kaleng. Bahunya naik ketika meneguk paksa isinya. Jelas, dia enggak terbiasa dengan soda apalagi bir. Anggur bisa lah dikit. Tumben."Cewek mana lagi yang malam ini mau jadi korbanmu?" tanya Caca sambil mengambil lembaran tisu dari kotak untuk membersihkan jari dan bibirnya.Pinggangku bersandar pada pinggiran meja. Sesekali mendongak ketika meminum isi kaleng. "Yang jelas manusia. Enggak mungkin aku bawa succubus. Entar bukannya ke pesta, malah ngider di kasur." Gelak yang keluar dari bibirku justru me
Baca selengkapnya
Perjanjian
"Brengsek!" Aya memberi tonjokan di pipi kiriku.Lucu. Begitulah pemikiranku jika ingin membandingkannya dengan gadis lain yang paling jauh menamparku. Ini ringan untuk ukuran Aya.Dia bahkan dua kali hampir mencelakaiku. Baret di mobil dan tabrakan motor itu.Bisa saja kecenderungan berbahayanya kulaporkan ke polisi, tapi tawaran perjanjian yang kuberikan untuknya saat bicara di tempat makan gado-gado ternyata berjalan mulus."Hanya perlu jadi pacarku sampai rencana pernikahan dibatalkan. Bagaimana?"Aya berhenti menyuap. Kedua kakinya yang naik bersila di bangku terlihat bergoyang. Ternyata dia mengenakan celana pendek di balik rok yang membuatnya terlihat feminin. Aya menyiramkan air dari botol ke tangannya di atas piring makan. "Apa untungnya buatku?"Sudut bibir kananku naik begitu menyadari ada ketertarikan dalam intonasinya. "Mau lihat duniaku? Kamu kan selalu ngebahas hal yang terlihat dari jauh. Aku juga bisa menanggung biaya pengobatan bapakmu, Aya.""Enggak perlu, Bra. Terim
Baca selengkapnya
Teman Lama
"Nah, tuan muda Abraham sudah datang!" Tepuk tangan mengiringi kalimat pemuda sepantaran denganku di sudut kapal yang disewanya hanya untuk pesta bikini di pinggiran Selat Makassar.Memang belum beranjak dari pelabuhan, menunggu jingga berganti kegelapan di penghabisan cakrawala."Enggak lucu tau, Zar." Kurengutkan bibir saat harus menanggapi tinjuan persahabatan darinya lalu mengambil gelas tinggi dan kurus dari pelayan yang menghampiri.Elzar namanya. Hanya celana pendek yang biasa digunakannya untuk renang yang tersisa. Padahal dingin yang menyapa mulai menusuk lapisan terluar kulit. Aku saja sampai harus mengusap lengan atas berkali-kali karena hanya mengenakan kaus tanpa lengan."Gimana Aya?"Sudah kuduga dia akan menanyakan gadis itu setelah beberapa hari pertaruhan berjalan. Lumayan. Akuisisi perusahaan yang dia pegang dengan salah satu rumah pemberian Ayah. Wajah Elzar begitu tenang saat mengisap lintingan yang kuyakin tidak hanya berisi tembakau dari aroma yang menguar.Kuseru
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status