Semua Bab KARMA MERTUA: Bab 11 - Bab 20
25 Bab
BU DIRGA
 "Ada perlu apa dengan ibu saya?" kata pemuda yang sepertinya sepantaran dengan Mas Daru itu pada kami setelah mempersilahkan kami duduk di teras rumahnya yang kecil namun asri. Mas Daru nampak bingung. Mungkin dia tak tahu harus bicara apa.  "Gini, Mas, kami datang ingin menanyakan tentang panti asuhan Mutiara Bunda pada beliau," jelasku hati-hati. "Tapi ibu saya sudah lama tidak bekerja disana, Bu."  "Panggil saja saya Riris, Mas," ucapku padanya karena tidak nyaman dia memanggilku dengan sebutan 'Bu'. "Ini suami saya, Mas Daru." Aku memperkenalkan suamiku juga padanya.  "Oh ya, Saya Eko, Mbak, Mas," katanya memperkenalkan diri. "Ngomong-ngomong saya sudah tahu, Mas, kalau Bu Dirga sudah tidak bekerja di panti lagi. Kemarin kami sempat ke alamat panti itu dan ternyata sekarang
Baca selengkapnya
BOGEM MENTAH DARU
 Mas Daru mengajakku ke rumah Rita pagi itu setelah mengantarkan anak-anak kami sekolah.  Rumah adik iparku itu banyak perubahan, lebih mewah dan terlihat sudah banyak renovasi dimana-mana. Jauh lebih bagus dari terkahir kali kami berkunjung ke sini saat anaknya, Diva, lahir. Rita nampak kaget melihat kedatangan kami yang tiba-tiba. Raut mukanya terlihat agak gugup, berulang kali meninggalkan kami berdua sebelum Mas Daru sempat berbicara apapun padanya. Dan untuk kesekian kalinya dia baru menampakkan diri lagi setelah beberapa menit masuk ke dalam rumah. Waktu kami datang, dia mempersilahkan aku dan Mas Daru duduk di kursi tamu di teras rumah.  Tak lama berselang setelah Rita muncul dari balik pintu kamar tamunya, sebuah mobil berhenti di depan rumah. Dan aku mengenali mobil itu adalah milik Iwan, suami Rita. Iwan turun dari mobil dengan me
Baca selengkapnya
DERITA INTAN
 "Halo, Mas, Rita nggak kesini, ditelpon nggak diangkat. Ni aku masih di rumah ibuk. Gimana ini, Mas?" Aku mendengarkan suara ocehan dari seberang itu dengan sedikit kesal. Intan menelpon ke ponsel Mas Daru dengan nada panik, langsung ngoceh padahal belum sempat ku ucapkan salam. "Mas Daru nya lagi mandi, Tan," ucapku sok anteng.  "Oooh, maaf Mbak," katanya. "Nanti aku sampaikan ke Mas Daru," responku. Kukira sekarang dia pasti sedang kebingungan di seberang sana, tak ada kepastian. Rita sepertinya memang tidak akan datang ke tempat ibu setelah kejadian kemarin. "Siapa, Ris?" Mas Daru muncul dari kamar mandi kontrakan kami yang sempit dengan balutan handuk dipinggangnya dan rambut yang masih basah. "Kata Intan, Rita nggak datang ke tempat ibu," jawabku. Kulihat dia menghela nafas. "Aku su
Baca selengkapnya
AKUN SOSMED RITA
"Gimana, Ris? Kamu mau kan?" Mas Daru menunduk memegang kedua telapak tanganku dengan erat seolah sedang mengharapkanku untuk mengatakan 'iya'. Ini berat, luka itu sebenarnya belum sepenuhnya hilang. Tapi melihat kenyataan yang terjadi saat ini, akankah aku tega membiarkan wanita tua itu menjalani sisa hidupnya dengan penderitaan? Tega kah aku melakukan itu? "Tapi untuk sementara saja ya Mas?" kataku meminta.  "Maksudnya sementara?" "Sampai ibu sembuh, kita kembali ke kontrakan. Atau kalau Rita apa Intan sudah mau merawat ibu lagi, aku mau kita kembali ke kontrakan lagi, Mas," kataku penuh harap. Mas Daru tersenyum, lalu mencium kedua punggung tanganku dengan lembut.  "Terima kasih, Ris. Aku janji kali ini nggak akan ada hal buruk apapun yang bisa menimpamu dan anak-anak selama kita berada di tempat ibu. Aku akan menjaga kalian,
Baca selengkapnya
MADU UNTUK INTAN
 Kedua anakku terbangun, kaget oleh suara ketukan sangat keras di pintu depan. Baru  setengah jam yang lalu aku berhasil membuat mereka memejamkan mata, dan kini mereka sudah terbangun kembali. Aku bergegas keluar dari kamar dan berjalan ke kamar tamu. Disana sudah kulihat Mas Daru sedang berhadapan dengan Intan yang berdiri di ambang pintu rumah dengan wajah sangat menyedihkan.  "Kenapa kamu, Tan?" tanya Mas Daru dengan nada cemas. Tak ada jawaban, hanya tangis sesenggukan Intan yang memecah kesunyian malam. Dia berjalan sempoyongan ambruk di kursi kamar tamu.   "Ada apa, Ru? Siapa yang datang?" Teriakan suara ibu terdengar dari kamarnya.  "Intan, Buk," sahut suamiku dan kami berdua berjalan hampir bersamaan menghampiri wanita yang keadaannya sangat berantakan itu. Rambut acak-acakan, mata sembab, dan sangat memprihatinkan. 
Baca selengkapnya
DIA MENEPATI JANJI
Lama kupejamkan mata usai doa panjangku selepas sholat subuh. Mungkin karena kelamaan kututupi wajah dengan kedua telapak tanganku, Mas Daru yang masih berada di depanku menyentuh tanganku dan menurunkannya dari wajahku. "Kok nangis? Kenapa?" tanyanya. Aku menggeleng pelan. Pagi itu aku dan Mas Daru sholat subuh bersama karena hujan yang sedari dini hari belum juga reda hingga Mas Daru memilih untuk sholat di rumah saja. Sepertinya sejak tadi dia keheranan melihatku berdoa sangat lama dan berakhir menutupi wajahku dengan kedua telapak tangan. "Nggak ada apa-apa kok nangis? Lagi berdoa apa sampai nangis begitu?" tanyanya lagi dengan lembut. "Mas," panggilku dengan suara sedikit serak. Dia mendekatkan wajahnya ke padaku seolah siap mendengarkan apapun yang akan kukatakan. "Mungkin nggak ya kalau aku yang menyebabkan semua masalah yang sedang menimpa ibu dan adik-adikmu
Baca selengkapnya
DIUSIR DARI RUMAH IBU
 "Apa kamu akan pergi, Le?" Terdengar sayup suara ibu dari belakang rumah saat aku hendak mengambilkan camilan untuk anak-anakku di dapur sore itu. Mas Daru memang paling senang berada di serambi belakang kala sedang berkutat dengan pekerjaannya di laptop sambil menikmati pemandangan pematang sawah yang terbentang luas. Dan sudah beberapa hari belakangan ibu senang menemaninya bekerja sambil duduk di kursi rodanya. "Pergi kemana, Buk?" suara jawaban Mas Daru. Kupelankan aktifitasku di dapur agar tak mengganggu pembicaraan ibu dan anak itu. "Ibu mendengar pertengkaranmu dengan adikmu tadi pagi. Istrimu pasti marah sama adikmu, Ru. Apa kalian akan meninggalkan ibu?" Terdengar tawa kecil Mas Daru setelah ibunya menyelesaikan kalimat. "Nggak, Buk. Riris nggak papa, Ibu nggak usah khawatir. Nanti kalau Ibuk sudah bisa jalan sendiri seperti biasa, Daru bar
Baca selengkapnya
OBAT TIDUR
 Malam itu udara sangat dingin, tapi heranku Mas Daru tidur bermandi peluh di sampingku. Aku tidak mendengarnya mengeluh sakit apapun seharian itu, dia nampak sehat dan beraktifitas seperti biasa. Kumiringkan badanku ke arahnya, lalu kutempelkan punggung tanganku ke dahi, wajah serta lehernya. Semuanya normal, tak ada tanda-tanda sakit di badannya. Tubuhnya sedikit menggeliat saat kuberingsut ke bawah untuk memegang telapak kakinya, suhu kakinya juga normal. Kulirik jam dinding di kamar, sudah hampir jam 1 dini hari dan aku berniat segera memejamkan mata agar tak bangun kesiangan.  Entah berapa lama aku telah terlelap, ketika tiba-tiba aku mendengar suara orang berteriak-teriak dekat sekali dengan telingaku. Sontak aku membuka mata dan kulihat Mas Daru sedang mengigau memanggil-manggil ibunya. Sigap aku bangun dan ku tepuk-tepuk lembut pipi suamiku itu. 
Baca selengkapnya
KABAR DARI ANAK BU DIRGA
 "Kamu yakin yang dibeli Rita itu obat tidur, Ris?" tanya Mas Daru tiba-tiba. "Nggak tau aku, Mas. Kan yang ngelihat Sri, bukan aku. Tapi Sri sih anaknya bisa dipercaya menurutku, aku udah kenal dia lama, dari SD. Terlepas apa dia ngerti itu obat tidur apa nggak ya," ujarku. Dia terdiam lama. "Kenapa sih Mas memangnya? Kok jadi penasaran sama obat tidur?"  "Nggak. Aku kok kepikiran kalau obat tidur itu buat ibuk ya, bukan untuk Rita sendiri," katanya tiba-tiba dan itu jelas membuatku kaget. Aku bahkan sama sekali tidak punya pikiran ke arah sana.  "Hah??" Aku pun membelalak. Bagaimana mungkin suamiku berpikiran seperti itu. Dia yang kukenal selama ini jarang memiliki pikiran negatif terhadap orang lain. "Kenapa Mas berpikir begitu?" tanyaku penasaran. Dia nampak berpikir sejenak. "Kamu tau kan gimana Rita sama I
Baca selengkapnya
IBU BUNUH DIRI (DARU P.O.V)
 Tak pernah kurasakan kegelisahan dan kesedihan yang sebesar ini selama hidupku, bahkan tidak saat aku menunggui bapak sakaratul maut beberapa tahun yang lalu. Melihat ibu terbaring kritis di ruang ICU membuatku merasa sepertinya dia akan pergi meninggalkanku. Dia memang bukan ibu kandungku, tapi takkan bisa kupungkiri bahwa aku mencintainya lebih dari diriku sendiri.   Walaupun dia bukan wanita yang sempurna, karena memang tak ada manusia sempurna di dunia ini. Namun pengorbanan dan kasih sayangnya telah membawaku tumbuh menjadi sebesar ini tanpa kekurangan membuatku tak bisa menutup mata dengan kondisinya saat ini.   Dia mungkin tak memiliki kesempurnaan cinta seorang ibu, tapi setidaknya sepanjang hidupku sebelum aku bertemu dengan Riris, istriku, dialah wanita pertama yang mencintai segala kekurangan dan kelebihanku.   
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123
DMCA.com Protection Status