All Chapters of Klorofil: Chapter 51 - Chapter 60
121 Chapters
istirahat
          Satu hari setelah peristiwa pelarian oleh pekerja tambang. Alva mulai mengemasi seluruh perlengkapannya. Sabuk kipas milik Bian pun ia sarungkan di pahanya. Sesekali ia menoleh kepada Bian yang sudah tampak tidak sabaran untuk turun dari tempat itu. Alva pun mempercepat geraknya. Tak lama kemudian, ia berdiri di samping Bian dan sudah siap untuk turun ke tanah. Namun, kali ini ia lebih menyarankan agar Bian tidak melompat secara langsung karena hanya akan memperparah luka yang ada ditubuhnya.        Pada akhirnya Bian menaiki punggung Alva karena, saat turun ia tetap bisa menjaga jumlah energi yang dikeluarkan di tempat sehingga Alva tidak akan langsung terjatuh ke tanah.Wuuush!Seketika tubuh Alva terasa ringan saat kakinya hendak menyentuh tanah. Sekitarannya pun langsung terasa berangin.“Jadi … ini rasanya melompat dari ketinggian tapi tidak terjad
Read more
Masalah lama
Alva membuka pintu kamar secara perlahan dengan harapan tidak mengganggu penghuni kamar yang sedang beristirahat. Alva segera mengeluarkan barang bawaannya yang lumayan banyak. Ia membawa tiga buah kantong yang masing-masing berisi peralatan medis dan beberapa lembar kain.“Aku tidak percaya ada Farma di sini. Setidaknya aku bisa meminta peralatan tambahan. Sebaiknya aku menunggunya sadar dulu baru memasangkan benda ini,” gerutu Alva.Baru saja ia berbalik badan, Bian sudah membuka mata dan memandanginya.“Maaf. Aku bicara terlalu kuat ya?” tanya Alva.Ia langsung mengambil kantong infus dan meletakkannya di samping Bian.“Sebenarnya aku mau menawarkanmu untuk dirawat di Farma. Tetapi setelah kulihat tempat itu penuh … apa boleh buat kau akan mendapat perawatan di tempat seperti ini. Tapi tenang saja, fasilitas di tempat ini sangat lengkap. Bahkan ada kamar mandi di dalam kamar. Begini … kau mungkin meras
Read more
Rasa percaya
Alva terdiam karena tahu jika Lingkar Hitam mati ditangan Lingkar Hijau. Sebuah organisasi yang bergerak dibidang yang berbeda namun memiliki nama yang hampir sama karena memiliki satu kesamaan. Bergerak diluar jalur yang sebenarnya. Orang-orang yang menggeluti dunia yang sama akan mengatakan jika mereka adalah aib bagi dunia itu. Lingkar Hitam yang menjadi aib bagi dunia ilmu bela diri, dan Lingkar Hijau yang menjadi aib dunia kedokteran.“Kau sudah tahu jika aku adalah orang yang ikut dalam pembantaian perguruanmu. Tetapi kenapa kau … justru menyelamatkanku ketika dalam bahaya? Bukankah seharusnya kau membunuhku untuk membalaskan dendam?”“Aku memang bodoh … tapi aku tahu mana yang baik dan mana yang buruk!” Bian sedikit menaikkan nada bicaranya.“Bian. Apa maksudmu? Aku tidak mengatakan jika kau begitu.”“Kau bilang jika aku berbohong padamu. Aku tidak pernah melakukannya! Aku benar-benar tidak in
Read more
Baru
Sreet!Bian merobek kain jubah lamanya sehingga membuat Alva tercengang karena heran. Alih-alih menanyakan, ia hanya mengabaikan apa yang dilakukan oleh temannya tersebut. Alva menghadap cermin, ia memegangi rambutnya yang sudah cukup panjang. Sedikit rasa sedih muncul dari dalam dirinya ketika melihat gunting sudah ada di tangan kirinya.“Maaf, kita akan berpisah.”Alva berbalik dan mendekati Bian lalu memberikan gunting kepada gadis itu.“Potong saja sesuai yang kau mau!” ucap Alva.Ia duduk menyandari kasur dan membelakangi Bian. Helai demi helai rambut Alva mulai berjatuhan, sementara itu Alva juga mulai mengumpulkan rambut yang terkumpul di sekitarnya. Hingga sepuluh menit lamanya, Bian pun selesai mengerjakan tugasnya.“Terima kasih. Kepalaku terasa jauh lebih ringan sekarang.” Ucap Alva sembari membalikkan badan.“Eh … apa yang kau lakukan?” Alva menahan tangan kanan Bian y
Read more
lama
Alva mempercepat langkahnya untuk mengejar Bian yang hendak ke kamar mandi. Tepat sebelum Bian memasuki pintu kamar mandi, Alva menghadang dengan merentangkan tangan kanannya.“Kau mau apa?” tanya Alva.Bian tidak menjawab, ia memandangi Alva dengan datar. Namun, Alva dapat merasakan jika gadis itu sedang mengusir agar menjauh darinya.“Kau belum bisa berdiri dengan tegak, apa kau bisa ke kamar mandi sendirian?” tanya Alva lagi. Bian sedikit berdecak dan menarik tangan Alva agar menjauh. Alva spontan menjauh dari pintu dan berdiri di sana hingga Bian keluar dari kamar mandi.“Sebenarnya kau buang air atau hanya mau mengganti?” tanya Alva.“Tak perlu malu padaku. Sekarang aku berposisi sebagai doktermu, katakan saja jika butuh bantuan. Aku mencemaskan jika lukamu itu terkena air. Berhati-hatilah!” jelas Alva lagi.Kreet!Pintu kamar mandi sedikit terbuka. Ava spontan mendekat dan hampir s
Read more
Gua
Beberapa butir batu bergerak saat Alva memaksakan dirinya untuk berdiri. Ia dapat merasakan jika tubuhnya mendapatkan luka-luka kecil sedangkan tangan dan kakinya mati rasa. Suasana menjadi hening setelah peristiwa itu. Batu-batuan yang menutup jalan keluar dengan sempurna menghalangi cahaya matahari sehingga tempat itu menjadi gelap total.“Bian!” suara Alva menggaung ke dalam gua. Ia berusaha bangkit meskipun tubuhnya terasa sangat berat.Ia meraba-raba tiap bagian batu dan kerikil yang ada di sekitarnya.                                     “Bian! Uhuk!” Ia masih mencoba memanggil disaat debu masuk ke dalam mulutnya. Pada akhirnya, ia bisa merasakan tangan Bian yang ada di antara kerikil. Alva teringat jika dia memiliki lampu darurat dan langsung menyala
Read more
Tabib dan dokter
Alin duduk termenung di samping Bian yang masing terbaring tak sadarkan diri. Beberapa kali ia menghela napas karena gadis itu tak kunjung membuka mata.“Tuan, apa dia tidak apa-apa? Ini sudah hampir satu jam,” tanya Alin.         “Tidak apa-apa, aku yang memberinya obat tidur. Untuk saat ini, lebih baik dia istirahat terlebih dahulu.” Jawab Anggara yang sedang duduk berhadapan dengan Alva di meja yang berjarak sedikit jauh dari tempat Bian beristirahat.“Jadi … Tuan Anggara adalah dokter dan kepala desa ini?” tanya Alva.“Aku seorang tabib dan kepala desa,” jawab Anggara.“Begitu ya. Sekali lagi terima kasih karena sudah menyelamatkan kami,” ucap Alva.“Apa bedanya tabib dan dokter? Bukannya hanya beda sebutan?” Tanya Alin yang baru saja mendekat.“Sebenarnya sama, tetapi ada beberapa perbedaan. Dokter it
Read more
Pantau
Sudah hampir setengah hari Alva dan Bian melakukan perjalanan dari tempat persembunyian yang ada di gua. Perjalanan tanpa henti membuat kaki terasa goyang dan letih. Seketika sebuah kebahagiaan terpancar di wajah Alva saat melihat sebuah kereta sapi pengangkut jerami sedang berjalan sesuai arah tempat tujuan mereka. Setelah sedikit bernegoisasi akhirnya Alva dan Bisa menumpang kereta yang hendak melakukan perjalanan ke daerah pantai tersebut.“Kau sering ke daerah pantai? Kalau aku jarang sih, karena aku seringnya ke daerah perbukitan dan selalu terjebak di sana. Karena itu, rasanya aku merasa sangat bahagia saat hendak ke sana,” ucap Alva.Alva merogoh isi ransel dan mengeluarkan dua buah jeruk berwarna hijau dan oranye. Alva memandangi wajah Bian yang sepertinya penasaran dengan buah  yang dia bawa.“Ini, cobalah! Ini enak!”                   
Read more
Rantai
Alva menumpu tubuhnya dengan kedua tangan yang masih belum bertenaga sepenuhnya. Baru saja ia hendak menarik tangan kirinya, dia langsung mengernyitkan dahi karena tangannya yang terasa perih. Tangan yang rupanya masih terkunci membuatnya beberapa kali menghela napas dengan berat.“Sampai kapan kami akan begini?” gumam Alva.Ia memandangi Bian yang sedang tidur sambil menyandari pohon kelapa. Alva baru sadar jika dia baru saja tertidur di atas paha gadis itu.“Bian! Bian! Bangun! Kau tidak apa-apa?” Alva menggoncang tubuh Bian agar segera terbangun.Bian spontan memandanginya dengan wajah bingung. Seharusnya gadis itu yang bertanya, bukan si dokter yang baru saja tersadar dari pingsannya. Tangan kiri Alva spontan mengikuti pergerakan tangan kiri Bian saat bergerak dan membuat mereka saling berpandangan karena terkejut.“Kau tidak bisa melepasnya? Apa yang harus kita lakukan?” tanya Alva.Tak!Baru s
Read more
Rasa luka
Suara teriakan sontak membuat mereka terperanjat kaget. Mereka sempat terdiam dan memasang telinga untuk mendengar apa yang terjadi. Suara teriak penuh kepanikan terdengar dari arah luar rumah mereka. Tak lama, api mulai terlihat dari arah atap rumah dan menelan atap yang terbuat dari ilalang. Alwyn menjadi panik dan segera membawa adiknya keluar rumah.Suasana di luar rumah sangatlah buruk. Para perampok berkuda sedang asik membakar, menikam bahkan menarik beberapa wanita dengan gelak tawa mereka. Alva spontan memeluk sang kakak untuk melawan rasa takut di dadanya.“Kakak, Alva takut!” ungkap Alva.“Ssst! Jangan menangis ya! Jangan sampai suara kita terdengar!”Alwyn menutup mulut Alva dengan telapak tangan kanannya. Ia juga menghirup napas dalam-dalam untuk menenangkan diri yang sebenarnya juga sedang ketakutan. Dia memandangi rumahnya yang mulai hangus terbakar dan mulai berjatuhan ke tanah.“Oh tidak!” ucapny
Read more
PREV
1
...
45678
...
13
DMCA.com Protection Status