Semua Bab Istri Muda: Bab 11 - Bab 20
56 Bab
11. Meminta Maaf
 Jumat pagi, Elang mengatakan pada Kiya akan masuk bekerja hari ini. Ada beberapa pelanggan yang memintanya untuk membetulkan AC dan juga kulkas. Malam panas yang dilewatinya dengan Kiya, tidak serta-merta membuatnya lupa akan janjinya pada Huri. Sepanjang malam tidurnya tidak nyenyak mengingat istri mudanya itu mungkin sedang menunggunya. Sarapan mi goreng yang dihidangkan istrinya dimakan dengan lahap, begitu juga dengan segelas air putih hangat. “Abang nanti lembur lagi?” tanya Kiya saat mengantar Elang sampai di depan teras.“Kalau sedang banyak panggilan saja, kalau tidak ya … langsung pulang,” jawab Elang sambil tersenyum. Kiya pun membalas senyuman suaminya dengan hangat, lalu mengambil punggung tangan Elang untuk dikecup.“Abang berangkat ya.” Elang sudah naik ke atas motor. Menyalakan mesin motornya, lalu meluncur di jalanan yang tidak terlalu rata. Jika Kiy
Baca selengkapnya
12. Nonton Bioskop
 “Mau ke mana?” tanya Elang dengan canggung saat berjalan beriringan dengan Huri di koridor kampus E.“Ke kamar.” Langkah Elang terhenti dengan wajah menegang. Lelaki itu menelan ludahnya kasar, tanpa berani menoleh pada Huri. Sedangkan gadis yang berdiri di sampingnya malah tertawa cekikikan. Inilah yang membuat Huri sangat sedih bila Elang mengabaikannya. Suaminya ini bagai anak perjaka yang selalu digoda janda. Malu-malu tidak jelas.“Saya hanya bercanda. Bagaimana kalau nonton bioskop? Ada film horror yang lagi rame di media sosial. Judulnya ‘Huri Ngesot’.” Elang lagi-lagi terpaksa menghentikan ayunan langkahnya mendengar ucapan Huri yang selalu saja asal sebut. Ingin ia tertawa, tetapi tidak mungkin. Ia harus tetap jaim di depan istri mudanya.“Mana ada judul seperti itu? yang betul ‘Suster Ngesot’,” tukas Elang sambil kembali melangkah menuju parkiran mot
Baca selengkapnya
13. Menjebak Elang
Ketika Elang mengatakan 'ya', bukan main bahagianya hati Huri. Wajahnya menunduk malu dengan detak jantung yang tidak beraturan. Apakah secepat ini? Tangan dan kakinya terasa membeku dan tidak bisa digerakkan. Baru sekedar ucapan, belum sampai jadi nyata.Film suster itu pun kini sudah tidak menarik lagi. Di kepalanya hanya memikirkan bagaimana nanti saat tidur bersama Elang. Apakah dia sudah menggosok daki? Atau apakah dia sudah memakai deodoran tadi? Huri menjadi pusing sendiri memikirkan bagaimana nanti malam pertamanya dengan suaminya.Elang pun ternyata membuktikan ucapannya. Lelaki itu benar-benar tidur bersama Huri di bioskop. Film horor yang sebenarnya tidak terlalu ia suka, karena bisa berdampak padanya saat di rumah, terpaksa harus ia pelototi selama hampir delapan puluh menit. Maka Elang memutuskan memejamkan mata, dengan kepala bersandar di punggung kursi."Bang, eh ... kok tidur? Ayo, filmnya sudah habis," ser
Baca selengkapnya
14. Ide Kiya
 Kiya menunggu suami kembali dari toko. Seperti biasa , Elang akan pulang sebelum Magrib, jika toko sedang tidak terlalu ramai. Nmaun jika ada pekerjaan yang harus diburu, maka bisa saja Elang pulang jam sembilan malam. Kiya baru selesai salat, saat suara motor suaminya memasuki teras rumah. Segera ia bergegas berjalan keluar kamar untuk membukakan pintu. Rumah kontrakan yang mereka tempati memang sedikit berbeda dari kontrakan pada umumnya. Jika di kontrakan Kiya, ada dua kamar dan juga satu ruang tamu, serta dapur berukuran kecil. Kamar mandi juga lumayan kecil, hanya dua kamar saja berukuran cukup besar. Mereka memang mencari kontrakan yang memiliki dua kamar, karena mengira Bu Latifah;ibu dari Elang akan tinggal bersama mereka.“Assalamualaykum,” seru Elang saat melihat Kiya membukakan pintu rumah masih dengan mukenanya. Wanita itu mencium punggung tangan suaminya, lalu meraih ransel Elang untuk digantung di paku yang ada di ruang tengah
Baca selengkapnya
15. Malam Pertama Elang dan Huri
Huri menatap langit mendung yang memayungi bumi siang ini. Sudah pukul satu siang dan dia baru saja selesai melaksanakan salat. Masih dengan mukenanya, Huri duduk di dekat jendela sambil membayangkan kehidupan pernikahan yang ia jalani saat ini.  Seminggu sudah dari pertemuannya dengan Elang, tetapi lagi-lagi lelaki itu tak ada kabar. Huri tidak tahu harus menghubungi ke mana, karena sepertinya nomornya sudah diblokir Kiya. Tidak mungkin Huri menanyakan suaminya pada mertuanya, pasti nanti Elang ditegur oleh ibunya. Huri semakin bimbang. Apakah dia harus pergi melihat ke toko Elang? Apakah nanti di sana dia tidak akan bertemu dengan Kiya? Dapat dipastikan ia tidak akan bisa terlelap malam ini jika tidak menemui suaminya. Percaya atau tidak, walau Elang cenderung abai dengannya, tetapi ia tidak masalah dan hal itu membuatnya semakin penasaran.  Langit malah semakin gelap, dengan bunyi p
Baca selengkapnya
16. Malam Pertama Kedua
Khusus Dewasa dan setengah tua ya.   Dua orang orang wanita paruh baya tengah memasang baik-baik telinganya di daun pintu kamar Huri. Mereka adalah Bu Rima dan Bu Latifah. Dua orang tua yang berharap rencana mereka kali ini berjalan dengan lancar. Keduanya saling pandang saat dari dalam kamar Huri tidak menangkap sinyal apapun. Baik erangan, atau rintihan nikmat belum terdengar sama sekali. “Mbak yakin yang dikasih bukan obat tidur?” tanya Bu Latifah pada besannya dengan berbisik. “Iya, Mbak, saya yakin udah kasih obat perangsang, bukan obat tidur, tapi kenapa sepi sekali? Apa jangan-jangan udah kelar?” tanya Bu Rima balik. Bu Latifah mengangkat bahunya tidak paham. Mereka kembali memasang telinga baik-baik di daun pintu. “Akh … s-sakit … Bang.” Dua wanita tadi terbelalak kaget deng
Baca selengkapnya
17. Pengantin Baru
Elang Herlambang tidak ingat sudah berapa lama waktu yang ia habiskan untuk memandangi keadaannya yang sangat memalukan ini. Saat kesadaran benar-benar pulih dan efek obat sudah hilang total, barulah lelaki itu merasa begitu bersalah pada Huri.Elang menutup wajahnya dengan telapak tangan dengan posisi kepala Huri masih berada di dadanya. Tubuh mereka begitu dekat dan intim. Elang hampir saja kehabisan napas, jika mengingat kejadian semalam. Ia terlalu terlena dengan hidangan halalnya yang begitu lezat. Diantara sadar atau setengah sadar, ingatan betapa perjuangannya memerawani istri sendiri. Air mata Huri yang menetes sempat tidak dia hiraukan karena napsu yang sudah di ujung kepala. Sekarang, semua telah terjadi. Mau tidak mau ia harus bertanggung jawab sepenuhnya pada Huri dan juga Kiya.Pergerakan yang dilakukan Elang, membuat Huri membuka matanya perlahan. Mata biru itu mengerjap beberapa kali, lalu menoleh ke kiri untuk melihat suami
Baca selengkapnya
18. Tanda Merah
 “Bang, ada apa?” tegur Huri saat melihat suaminya menggeleng kepala dengan keras di depan nasi yang baru dua suapan masuk ke dalam mulutnya. Bayangan iatri pertama yang tiba-tiba memergokinya di rumah Huri membuat nafsu makannya menhilang.“Eh … ini … sepertinya saya sarapan di rumah saja. Pasti Kiya menunggu saya untuk sarapan,” ujar Elang sambil beranjak dari kursinya. Raut wajah Huri pun berubah sendu, tetapi ia mencoba untuk tetap tersenyum.“Kalau begitu dibawa saja nasinya sekalian untuk Teh Kiya,” ujar Huri seraya ikut berdiri hendak berjalan ke dapur untuk mengambil wadah. “Tidak usah, Ri, nanti Kiya malah curiga. Saya langsung balik saja ya, Ma, Bu. Ayo Ibu, mau ikut pulang gak? Biar sekalian saya antar.” Bu Latifah memandang besannya dengan tidak enak hati. Tampak sekali Elang ketakutan dengan Kiya, sehingga lelaki itu benar-benar tidak mau s
Baca selengkapnya
19. Romansa Pengantin Baru
Edisi Malam Jum'atan.     “Bang, semua badan Abang pada kenapa? Seperti penyakit kulit? Mengerikan!” Kiya pun bergidik ngeri. Ia berlari keluar kamar begitu saja, meninggalkan suaminya yang tercengang. Elang mengembuskan napas kasar, lalu tergelak di balik bibirnya yang terkatup. Di satu sisi ia bersukur bahwa Kiya tidak memakai kacamatanya sehingga tanda cinta ini dikira penyakit kulit. Untuk sementara ini adlah yang terbaik. Tidak apa dikira penyakit kulit, sehingga ia tidak perlu berbohong lebih banyak pada istri tuanya itu. dengan cepat Elang mengganti baju kausnya dan juga celana panjangnya.    Kiya masuk kembali ke dalam kamar sambil membawa plastik hitam. Elang menoleh dan melihatnya dengan aneh. “Bang, baju Abang yang habis dipakai itu masukin sini, saya gak mau sampai terkna penyakit menular dari Abang. Baju dan celananya dibuang saja. Saya tidak mau mencucin
Baca selengkapnya
20. Surat Cerai
Dua Istri 20 Hidangan makan malam kali ini terlihat lebih spesial. Sejak selesai Magrib sampai menjelang Isya, Huri sibuk menyiapkan makan malam untuk suaminya. Ini pertama kalinya Elang melewati malam bersamanya layaknya suami pada umumnya—ikan gurame goreng bumbu, sayur tumis kangkung dengan topping udang kupas, dan juga sayur acar kuning dengan hamparan cabai rawit setan di bagian atasnya. Karena belum pernah menghabiskan malam seperti ini, maka Huri sangat bersemangat membuat sesuatu yang spesial untuk suaminya. Elang turun dari lantai dua dengan wajah segar. Bu Rima mengedipkan sebelah matanya pada Bu Latifah. Kedua wanita paruh baya itu mengulum senyum di balik bibirnya dengan hati yang terasa sangat senang. Piyama yang dikenakan Elang sama persis dengan yang dipakai Huri. Piyama kapel kalau kata lidah orang tua. “Masak apa, Ri?” tanya Elang sambil menarik kursi makan, la
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status