Semua Bab Mother In-Love: Bab 21 - Bab 30
35 Bab
21. Olahraga
Sesaat setelah mendengar suara seorang pria menyambutnya di seberang sana, Ashley langsung tertegun. Bukan hanya karena suaranya, tapi juga karena ucapannya yang sangat tidak biasa. Kalau dia adalah orang yang memiliki keperluan bisnis, tidak mungkin akan mengatakan kata-kata manis seperti rayuan macam itu.Ashley buru-buru mendekati Dahlia yang sepertinya sudah hampir masuk ke alam mimpi, kemudian menyodorkan ponsel itu ke hadapannya. “Ma’am!” panggilnya tergesa.“Hah? Apa?” sahut Dahlia dengan suara mengantuk.Ashley semakin menyodorkan ponsel itu kepada Dahlia. “Anda mungkin mau mengangkat telepon ini sendiri.”“Ck! Aku mengantuk. Kau saja yang bicara,” sahut Dahlia, karena saat ini kesadarannya sangat rendah dan benaknya sedang tidak bisa berpikir jernih, juga matanya sudah tidak bisa diajak berkompromi karena terus menutup seperti lem.“Ma’am—““Ashley!”
Baca selengkapnya
22. Perasaan Yang Tidak Biasa
Menyaksikan perubahan raut wajah wanita di hadapannya membuat Kai Ronan tersenyum geli. Dia adalah tipe orang yang sangat jarang menunjukkan emosinya di hadapan orang lain, termasuk tersenyum.Namun, dengan Dahlia, Kai Ronan selalu merasa terhibur. Sehingga perasaan tertarik itu tidak bisa dia hindari."Apa yang kau pikirkan?" kata Kai Ronan, menyentak Dahlia bangun dari lamunannya dengan cepat. Semburat merah tampak di pipi wanita itu yang mulus.Kai Ronan harus menahan diri untuk tidak menunduk dan mengecupnya. Semenjak malam itu berlalu, dia tidak pernah lagi bermain-main dengan wanita. Bahkan istrinya sendiri, bersikap seolah dia tidak memiliki suami. Kai tidak bermaksud untuk mengatur-ngatur Brianna, wanita itu juga bebas melakukan apa yang dia mau, begitu pun juga dengan Kai sendiri."Selama malam, Sir-""Tunggu!" cegah Kai Ronan saat Dahlia hendak menutup kembali pintu apartemennya. Seperti di malam sebelumnya, Kai menahan pintu itu yang juga ditahan
Baca selengkapnya
23. Terjerat
MIL 23 - TerjeratDahlia melangkahkan kakinya yang jenjang menuju sebuah ruang kerja yang kemarin telah disiapkan untuk Brianna atas perintahnya. Ruangan itu memang sejak awal diperuntukkan oleh Brianna, jadi Dahlia hanya menyuruh pegawai kantornya untuk membersihkan tempat tersebut dan sedikit menatanya ulang.Saat Dahlia sampai di depan pintu yang tidak tertutup dengan sempurna, dia mendengar suara Brianna berbicara dengan seseorang di dalam."Jadi, kau sudah punya ruanganmu sendiri?" kata seorang wanita yang Dahlia yakin adalah Sera."Ya, Bibi menyiapkannya untukku. Dia ingin agar aku segera menduduki kepemimpinan di perusahaan ini tanpa menunggu lebih lama."Tangan Dahlia yang semula hendak mendorong pintu itu; terhenti."Sepertinya Bibi Georgia sangat mendukungmu," balas Sera."Benar. Paman Kyle juga."Niat Dahlia kini sepenuhnya hilang untuk menemui Brianna di dalam sana. Bagaimana bisa dia menemui anak tirinya itu dan berharap bahwa dia
Baca selengkapnya
24. Terperangkap
Sebuah paket diterima Dahlia di kantornya, yang berisi setelan gaun malam yang indah dan sepasang sepatu cantik berwarna hitam. Di secarik kertas yang terdapat di sana bertuliskan;[Tidak sabar melihatmu mengenakan gaun hijau ini di makan malam nanti.]Hanya dari kata-kata itu saja, Dahlia sudah bisa menebak siapa yang mengiriminya paket ini. Dan oleh karena itu, Dahlia tidak akan mengenakan gaun di sana. Tidak akan pernah. Tidak peduli sebagus apa pun. Bahkan kalung berlian yang pria itu berikan padanya kemarin, telah Dahlia simpan rapi di dalam kotak perhiasannya yang paling dalam dan kemungkinan tidak akan dia keluarkan lagi.Dengan jantung yang berdebar kencang, Dahlia melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah kediaman Harrison dengan setelan kemeja dan celana bahan berwarna hitam. Weston menyambutnya dengan sangat ramah seolah dia bahagia akan kepulangan Dahlia setelah sekian lama—padahal baru beberapa hari."Kudengar Anda sakit, Ma'am. Baga
Baca selengkapnya
25. Sebuah Syarat
"Kau—" napas Dahlia tercekat mendengar kata-kata vulgar sekaligus menyakitkan yang Kai Ronan katakan padanya.Air menggenang di pelupuk mata Dahlia. "Apa kau tahu seberapa frustrasinya aku untuk menjalani hariku setelah malam terkutuk itu?!""Aku tidak tahu," jawab Kai Ronan dengan nada tak acuh. "Yang aku tahu bahwa hariku juga tidak pernah kembali normal setelah malam indah yang kita lalui saat itu."Dahlia semakin ingin menangis dibuatnya. Batin dan pikirannya berperang antara membenci Kai Ronan atau menginginkannya sama seperti malam yang telah mereka lalui bersama. Dan di mana pun di antara keduanya, Dahlia membenci dirinya sendiri.Tapi lihatlah pria ini. Dia sama sekali tidak merasa bersalah atau setidaknya mencoba mengerti akan apa yang Dahlia rasakan."Kau benar-benar berengsek," lirih Dahlia dengan nada tajam.Kai Ronan tersenyum miring. Kilatan emosi yang dalam tampak di matanya yang berwarna biru gelap itu. Dahlia baru memperhati
Baca selengkapnya
26. Persetujuan
"A-aku ... tidak mau!" Kata-kata penolakan lah yang akhirnya Dahlia ucapkan, tapi kedua tangannya tanpa sadar telah mengalung di leher pria itu, merasakan halus rambutnya yang pendek—yang dia tarik saat sensasi kecupan di lehernya tidak tertahankan.Kai Ronan terkekeh dengan suara serak dan berat. Dia menjauh dan menatap maha karyanya di leher Dahlia."Kalau kau tidak mau, aku akan memberi tahu Brianna tentang apa yang telah kita lakukan."Mata Dahlia yang semula terpejam rapat terbuka sedikit, tampak jelas telah dikuasai oleh kabut gairah yang pekat."Jangan lakukan itu," lirihnya."Kalau begitu jadilah milikku." Kai Ronan memajukan wajahnya lagi dan kali ini mencium bibir Dahlia.Rasa yang begitu intens dan menyengat setiap saraf dalam tubuh membuat Dahlia mengerang saat bibir mereka menyatu. Tapi sesaat setelah dia mendengar suaranya itu, kesadarannya kembali walau tidak sepenuhnya. Dia mendorong Kai Ronan dengan kuat dan menatap matanya.
Baca selengkapnya
27. Penyerahan Dahlia
Gairah dan adrenalinnya terpacu. Melakukan ini dengan Kai Ronan adalah sebuah kesalahan yang seharusnya dia hentikan. Tapi keyakinannya itu telah menghilang selama beberapa menit lalu sebelum ciuman pria itu menghilangkan pikiran rasionalnya yang ingin memberontak. Kini yang tersisa adalah penyerahan.Dahlia membalas perlakuan Kai Ronan sama besar. Mengecup bibirnya, melumatnya, dan memeluknya erat seolah kedekatan mereka saat ini tidak pernah cukup. Suara cecap bibir yang basah saling beradu memenuhi ruangan tempat mereka berada, buku-buku di perpustakaan itu seolah menjadi saksi bisu pada dua insan yang tengah dimabuk hasrat.Merasa tidak cukup hanya dengan menciumnya, Kai menggendong tubuh Dahlia dan membawanya ke sofa yang ada di sana. Sofa itu sedikit berdebu. Partikel-partikel kecil beterbangan di udara dan nampak di garis cahaya matahari sore yang masuk melalui jendela. Tubuhnya menindih Dahlia, meraup bibir ranum yang memerah dan terbuka
Baca selengkapnya
28. Makan Malam
Penyesalan itu memang selalu datang di akhir. Tapi, karena Dahlia tahu bahwa tidak ada jalan keluar lain, dia mencoba untuk tidak terlalu memikirkannya. Apa yang dia dan Kai Ronan telah lakukan di perpustakaan tadi, biar saja menjadi rahasia gelapnya yang hanya mereka berdua tahu.Menyadari hal itu, menyadari dirinya kini telah melakukan sesuatu yang buruk secara sembunyi-sembunyi, membuat Dahlia merasa seperti sampah. Dia mencoba untuk berkonsentrasi pada makan malam ini dengan menarik napas dalam-dalam agar aroma makanan yang lezat tercium oleh hidungnya. Tapi bahkan dengan itu, nafsu makannya tidak meningkat."Ibuku akan sampai lima menit lagi."Tubuh Dahlia menegang saat mendengar suara itu di belakangnya. Dia tidak menoleh, tapi tahu bahwa Kai Ronan melangkah mendekat dan kemudian duduk di hadapannya. Dahlia menunduk, pura-pura memainkan ponselnya. Dia tidak kuasa menatap Kai lagi tanpa memikirkan kenikmatan yang telah pria itu berikan. Bahkan puncak dada Dahl
Baca selengkapnya
29. Perbedaan
Memasang senyum ramah, Dahlia menghampiri Mariska."Mariska. Hai, selamat datang," sapa Dahlia dengan antusias. Dia membuka tangannya hendak melakukan salam basa basi untuk mengecup pipi wanita itu, tapi secara terang-terangan Mariska tidak menghiraukannya dan langsung menghampiri Brianna dengan antusias yang tidak dia tunjukkan saat berhadapan dengan Dahlia."Oh, lihatlah anak menantuku ini. Kau tampak cantik sekali.""Terima kasih, Mom," balas Brianna, kemudian memeluk ibu mertuanya pelan sebelum Mariska mengambil tempat duduk tepat di samping Dahlia. Dahlia juga kembali duduk di tempatnya tanpa mengatakan apa pun."Bagaimana perjalananmu kemari? Apa semuanya baik-baik saja?" Dahlia tidak menyerah dan mencoba menutupi rasa malunya dengan bertanya demikian, seolah apa yang Mariska lakukan tadi tidak mempermalukannya di hadapan Kai Ronan, Brianna, dan juga para pelayan yang ada di sana.Ah ya. Tidak hanya Dahlia, tapi juga anaknya sendiri Mariska
Baca selengkapnya
30. Di Balkon
“Brianna.”“Ya, Mom?”“Kapan dia akan pergi dari sini?”Brianna mengernyit. bertanya-tanya apa maksud ibu mertuanya ini. “Siapa?” tanya Brianna heran.Dengan raut jijik di wajahnya, Mariska menjawab, “Ibu tirimu.”Brianna sontak menoleh ke belakang, melihat Dahlia berdiri di sana, yang ketika mata mereka bertemu wanita itu langsung memberikan senyum lebarnya.“Dia ....” Brianna mencoba menemukan kata-kata yang tepat untuk diucapkan. Dia memang berniat untuk menyingkirkan Dahlia, tapi kalau ditanya 'kapan', Brianna tidak bisa menjawab. “Untuk saat ini, dia akan tetap tinggal di kediaman Harrison, Mom.”“Oh, Ya Tuhan. Kau benar-benar kasihan, Anakku. Bagaimana bisa kau tahan dengan wanita dingin itu?”Entah kenapa, Brianna merasa sedikit disentil rasa jengkel oleh ucapan simpati ibu mertuanya itu. Karena bagaimana pun, Dahlia adalah ib
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234
DMCA.com Protection Status