Semua Bab Hanya Dirimu: Bab 31 - Bab 40
55 Bab
30. Tetap Datang
  "Nduk, bangun." Bu Hartatik menggoyang-goyangkan lengan Nayla pelan.  Seketika Nayla membuka mata namun diam, tidak langsung menyahut, seperti orang terbangun dari mimpi. Mengembuskan nafas pelan terlebih dulu, sebelum merubah posisi tidurnya, dari miring jadi teelentang.  "Bangun ya. Sudah masuk waktu salat Subuh." Mengulas seyum tipis, "sekalian bersih-bersih, setelahnya tinggal nunggu periasnya datang."   Setelah mendapat anggukan dari Nayla, bu Hartatik pun berlalu. Berhenti dan bersandar pada dinding setibanya di luar kamar guna mengambil oksigen sebanyak-banyaknya, berharap bisa mengurasi rasa sesak di dada yang terasa penuh ketika mendapati putrinya bangun tidur dengan keadaan yang sangat kacau, bantal basah,dan mata sembab karena tangis. Menyempatkan diri mengintip ke dalam  sebelum beranjak. Menghela nafas pelan setelah mendapati putri sulungnya
Baca selengkapnya
31. Hari Itu Tiba
  Tidak di Hotel mewah maupun Masjid acara pagi ini berlangsung, melainkan hanya di ruang tamu, maklumlah kebanyakan orang desa kalau melangsungkan akad nikah hanya di kediaman mempelai perempuan. Selesai dirias dan acara ijab akan dimulai, Nayla keluar dengan didampingi salah satu perias. Terlihat berjalan anggun menuju tempat akad, serta mampu membuat seisi ruangan memandang takjub kehadirannya. Mungkin, kebaya warna putih dengan bawahan kain batik yang dipakai begitu pas ditubuh mungilnya serta accesories pelengkap yang melekat indah pada tempatnya seolah menghipnotis semuanya. Terutama seorang pria dewasa yang sebentar lagi akan menjawab kalimat qobul untuk ijab yang diucapkan penghulu di hadapannya. Agus menatap tanpa kedip calon istri yang sudah mendebarkan hatinya sejak semalam.  Tak hanya seisi ruang tamu yang memandang kemunculan Nayla tanpa kedip. Namun, ada seorang pemuda yang pernah mengisi hari-harinya d
Baca selengkapnya
32. Bisa, Pasti Bisa
  Nayla berulang kali melirik ke dalam selama sesi foto berlangsung. Saat akad akan dimulai ia sempat bertemu tatap dengan Dimas, tapi tidak kelihatan keberadaannya hingga sekarang. 'Kenapa ndak ada? Kak Dim ke mana? Atau ....' Menepis prasangka yang ada dalam benaknya, 'semoga tidak terjadi apa-apa.' "Kenapa dek?" bisik Agus yang menyadari kalau Nayla seperti mencari sesuatu. Nayla hanya tersenyum, lalu menggeleng.  "Kapan selesainya?" gumamnya pelan, tapi masih terdengar oleh Agus.  "Mas juga ndak tahu, kenapa lama sekali ya?" sahutnya dengan berbisik. "Mas, mbak. Ganti posisi ya!" ucap si photografer. Keduanya pun kembali mengikuti arahan sang Photographer. *** Hardi semakin tidak tega melihat pemuda di sampingnya yang terus menunduk dengan bahu bergetar dan menutup muka. Jelas sekali begitu terluka dan tidak sanggup menyaksikan akad nikah Nayla, bisa disimpulkan kalau masih sangat m
Baca selengkapnya
33. Mungkinkah Mereka Melakukannya
  "Ndak usah di bawa semua, besok-besok kalau mau main ke sini ndak ada baju ganti lagi," ucap Agus, masih memperhatikan Nayla yang sedang berkemas.  "Ndak kok Mas, ini cuma sebagian," sahutnya, masih memasukkan beberapa pakaia. Keduanya kini sudah sama-sama berada di kamar, tapi Agus baru masuk lima menit yang lalu, tadinya berbincang-bincang dengan kedua orang tuanya. "Adek. Sini lho, masuk aja!" Agus memanggil Naufal yang terlihat mengintip di depan pintu yang terbuka semparuh.   "Ada apa?" tanya Nayla setelah Naufal masuk, tapi ragu untuk melanjutkan langkah.   Mendengar pertanyaan mbaknya, bocah kelas 3 SD itu berjalan dengan malu-malu, serta menunduk, tidak berani melihat Agus yang tengah duduk di tepi kasur. Mendekati Nayla yang masih berkemas, lalu berbisik. Setelah selesai, kembali menunduk. "Duduk sini!" Tanganny
Baca selengkapnya
34. Jangan Diulang Lagi!
  "Mbak Ela janji jangan lama-lama pulangnya ya?" pinta Naufal, masih enggan beranjak meski keluarga orang tuanya yang pagi ini ikut mengantar pengntin (istilah di tempatnya) ke kediaman besan sekalian silaturrahim, sudah pada masuk mobil. Bocah kelas tiga SD itu terlihat sangat berat berpisah dengan mbaknya.  Melihat adiknya yang ragu saat diajak pulang, tapi tidak mau untuk tinggal,  mendadak matanya memanas. Hari ini sama seperti waktu pertama dirinya pergi kerja, Naufal juga melakukan hal yang sama, tidak ingin jauh darinya. Saking sayangnya, serta sudah terbiasa karena berbulan-bulan Naylalah yang setiap hari mengurus disaat ibunya mengambil alih kerjaan bapaknya yang sedang sakit. "Iya. Sekarang, Ofal ikut pulang, apa masih ingin di sini?" tanya Nayla.  Bocah kecil itu hanya diam, tidak merespon.  "Tadi katanya enak naik mobil rame-rame. Sudah ditunggu pakdhe
Baca selengkapnya
35. Pujian Pertama
  "Dim! Tutup aja yuk! Hoam ..., ngantuk banget nih," ajak Dian, teman satu kost Dimas ini terlihat sudah bermalas-malasan dengan tiruran di meja. Setelah sepasang pembeli yang lima belas menit tadi berlalu, hingga kini belum ada yang datang lagi, membuatnya mengantuk dan menguap berulang kali selama tiduran di meja.  "Baru juga jam sepuluh Yan, tambah lima belas menit lagilah. Kalau sudah nggak ada pembeli baru tutup," sahut Dimas sembari melirik apa yang tengah dilakukan temannya. Sebenarnya ia juga sudah ingin istirahat,  apalagi kemarin malam tak kunjung bisa terlelap hingga pukul setengah dua pagi. Akan tetapi nanti saat sudah merebahkan tubuh yang hadir justru rasa gelisah karena kembali teringat Nayla dan pasti tak kunjung bisa terlelap lagi. 'Mending ditambah lagi waktu jualan,' begitu pikirnya. Kalau hati dan pikirannya sudah tak tenang hendak tidur pun jadi susah dan berdampak pada h
Baca selengkapnya
36. Jeritan Pagi
"I know you're somewhere out thereSomewhere far awayI want you back, i want you backMy neighbors think I'm crazyBut they don't understandYou're all had, you're all hadAt night, when thr start light up my roomI sit by mayselfTalking the moon...."Ruang siaran di lantai dua ini menjadi saksi luruhnya air mata seorang penyiar yang tidak lain adalah Dimas. Ia kembali menangisi kisah cintanya dengan gadis pemilik senyum manis di saat off air. Si manis, cinta pertamanya yang memutuskan hubungan dengannya demi menerima perjodohan sepihak yang diterimanya.Malam ini hatinya kembali perih saat telinganya mendengar isi lirik lagu yang sedang diputar. Sesak dan perih bercampur kala lirik lagu itu berkolaborasi dengan kejadian yang tenga
Baca selengkapnya
37. Kaget
  "Aa …!" Brakk! Nayla menjerit, lalu menjatuhkan ember jinjing berisi pakaian basah yang siap dijemur dan buru-buru melangkah, menjauh dari kamar mandi.  Sedangkan Roni bersikap biasa saja menatap keterkejutan dan kepergian Nayla yang baru keluar, tapi langsung melihatnya yang sudah berdiri di dekat pintu.   "Huft …!" Menghela nafas kasar, lalu memejamkan mata sebentar sembari memegangi dada yang berdegup kencang, sesampainya di kamar. "Aargh …! Ada apa dengan hari ini! Kenapa baru tiga jam membuka mata sudah dua kali melihat pemandangan yang tak seharusnya aku lihat," keluhnya disertai rasa kesal.  "Tadi sudah melihat Andi melorotkan celana. Sekarang kakaknya melihatku hanya memakai handuk. Ish ...!" Menggeleng dengan mata kembali terpejam, mengingat kejadian barusan.  Huftt …!" Kembali menghela nafas kasar. "Kenapa lupa kalau dia ada di r
Baca selengkapnya
38. Ratna (Nadia)
  Kini, telah tiba saat yang mendebarkan bagi Nayla. Selesai makan siang serta menunaikan kewajiban bersama, ia mempersiapkan diri menerima pertanyaan demi pertanyaan dari Nadia (Ratna Dianti, nama aslinya) yang kalihatan sudah sangat ingin tahu kebenaran tentangnya.  Keduanya duduk saling berhadapan di kasur, tapi sama-sama saling diam. Terlihat Ratna menatap dalam Nayla, sedangkan yang ditatap tidak berani mengangkat wajah, malu dan gelisah. Saking tegangnya suasana kamar siang ini mendadak terasa mencekam, ditambah lagi tatapan dalam Nadia begitu menusuk meski yang sebenarnya tidak, hanya menurutnya. 'Kenapa saat resign kamu bilangnya dapat kerjaan yang kebih dekat? Kenapa nggak jujur aja, Na?!' 'Selama ini, aku sungguh-sungguh menganggapmu adik. Syukur alhamdulillah seandainya beneran bisa jadi saudara, sesuai anganku yang ingin mengenalkanmu sama mas dan mempertemukan kalian.' 'Tapi, itu semua tidak akan pernah kesampaia
Baca selengkapnya
39. Kepikiran
Dimas mengernyit, saat membuka aplikasi pesan ada dua panggilan suara tak terjawab dari salah satu teman sesama penyiar,'ada apa ya? Tumben si Radit ngubungi aku.'Khawatir ada yang penting, ia pun mengetik balasan, tapi tiba-tiba ada panggilan masuk."Ya, hallo assalamu'alaikum. Ada apa Dit?" ucapnya setelah menerima panggilan dari Radit, teman sesama penyiar berasal dari luar kota Lumpia."Sorry ganggu, Lo sibuk nggak? Tolongin aku ya?""Tolongin apa?""Gantiin aku siaran, mendadak ada acara, ini aja belum kelar, tadi bener-bener lupa kalau ada jadwal. Lo bisa gantiin kan?" jelas  Radit terdengar sangat serius. Dimas diam mendengarkan penjelasan Radit sembari melihat jam tangannya sudah menujuk angka 21.43, tinggal sisa 17 menit lagi am siaran mulai."Dim! Lo bisa kan?"  "Bi-sa, bisa kok, tenang aja." Tersenyum meski Radit tidak melihat senyumnya."Thanks ya, sorry banget udah ngerepotin.
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status