All Chapters of Terjebak Cinta Cowok Culun: Chapter 11 - Chapter 20
87 Chapters
9 > Seperti Malaikat
"Kakak nggak usah kaget gitu, kebetulan Mama aku juga minta beliin barang yang sama." Sarah tersenyum seraya menyodorkan dua barang itu pada wanita tadi, sementara Aldevan mengangkat bahunya acuh, tidak peduli. Sarah tidak menyerah, dia terus bersuara lagi. "Aku denger kakak ngucapin kata Ventylin-ventylin gitu... jadi aku pikir barang yang Kakak beli sama kayak aku. Dan ternyata bener." Aldevan manggut-manggut, mau sebanyak apa Sarah menjelaskan dia juga tidak mengerti. Toh, Aldevan tidak tahu bentuk barang itu seperti apa. Jadi, ia pasrah saja pada pilihan Sarah. "Kakak kenapa harus beli itu? Emang siapa yang pake?" tanya Sarah basa-basi, sekedar mengikis kecanggungan antara mereka. yang ditanggapi Aldevan dengan muka datar saja. "Bukan urusan lo!" Sarah kembali mengerucutkan bibir, berbicara dengan kakak kelasnya satu ini memang harus siap mental diketusin. Tidak jarang orang yang ingin berbicara dengan cowok itu, selalu berakhir pilu.
Read more
10 > Seatap
Sarah baru saja pulang dengan membawa satu kantong plastik berisikan pesanan mamanya. Ia menaruh plastik itu di meja dekat sofa. Matanya melirik seorang cewek yang tengah bermain ponsel. "Nih pesenan Kakak. Tapi kenapa harus minta aku pake bohong segala sih?" tanya Sarah pada kakaknya. "Diem lo, gak usah ikut campur. Turutin apa kata gue aja. Udah sana masuk kamar!" perintah cewek itu, Sarah langsung memayunkan bibir dan mengibaskan tangannya ke udara. "Mending aku nonton anime daripada nurutin perintah kakak yang gak baik itu," timpal Sarah lalu melesat masuk ke kamarnya. Cewek itu memutar bola matanya malas. "Yee bocah mana tau!" Sepeninggal Sarah cewek itu lalu menekan dial panggilan, menelpon seseorang sambil melirik ke arah kiri dan kanan seolah takut ketahuan. Soal barang itu, ia sengaja meminta Sarah untuk berbohong. Telepon tersambung, cewek itu lantas menyapa. "Halo. Assalamualaikum, Kak." Waalaikumsalam, gimana tadi l
Read more
11 > Barengan
Cahaya masuk melalui celah kecil di kamar Aldevan, membuatnya terbangun dari tidur padahal lagi enak-enakkan larut dalam alam mimpi. Ia mengucek-ngucek matanya, sebelum kemudian  melirik jam weker yang ternyata menunjukkan pukul 6 pagi. Sengaja ia tidak memasang alarm untuk membiasakan diri bangun pagi, walau terkadang itu justru membuatnya telat. Ia bergegas beranjak dari kasur setelah menyambar handuknya yang menggantung. Karena kamar mandinya melewati ruang makan, matanya tidak sengaja menangkap sosok Anggie sedang menyiapkan sarapan.  "Kamu mau makan dulu?" tanya Anggie, Aldevan menggeleng sopan kemudian  masuk ke kamar mandi. Namun baru saja melangkah kamar mandi Aldevan tersentak kaget melihat Mery sedang menggosok gigi. Aldevan yang saat itu hanya memakai celana boxer membuat Mery melongo.  "Ngapa lo liat-liat?" Aldevan berucap ketus, Mery masih melongo dengan sikat gigi yang menempel di mulutnya. Tubuh atletis dan perut kot
Read more
12 > Gengsi
Saat ini, puluhan pasang mata sedang menatap sinis dua manusia berbeda gen itu, Aldevan menggendong Mery melewati banyaknya kelas terutama kelas sepuluh. Matanya memandang sinis tiap orang yang melihat mereka. Dari berbagai mimik yang paling sering Aldevan temukan itu adalah tatapan terkejut. Ada beberapa juga yang diam-diam mengeluarkan ponsel lalu memotret mereka. "Romantis bangett," seru adik kelas yang lewat di samping Aldevan. "Iya tuh, kayak adegan di novel atau film-film. Jadi pengen juga deh," sahut salah satunya. "Kak Aldevan mau-maunya sih gendong cewek bengal kayak si Mery itu?" Setidaknya itulah umpatan yang berhasil menembus telinga Aldevan, kalau saja ini bukan sekolah, dengan senang hati ia akan melempar langsung Mery ke got sampah. Sementara Mery hanya terdiam, dia memandang Aldevan tanpa kedip, entah kenapa jantungnya memacu lebih cepat dari biasanya. Mery juga kaku, sulit bergerak apalagi harus mengalungkan tangannya di leher
Read more
13 > Tudingan Palsu
Kali ini Pak Yoshi tidak main-main dengan hukumannya, jika dulu guru berumur 45 tahun itu membiarkan saja murid yang berbuat onar melaksanakan hukumannya atau tidak, sekarang sungguh berbeda. Tampaknya Pak Yoshi sangat kesal akibat ulah Mery. Seragamnya keciprat teh panas sekaligus buku beliau kotor tertumpah teh itu. Dan di tepi lapangan inilah Pak Yoshi berada, beliau berkacak pinggang sambil mengamati Mery memungut sampah. "Cepat Mery, kamu mau saya menunggu berapa lama?! Saya sudah kepanasan," seru pak Yoshi sambil mengipas-ngipaskan tangannya. Mery menoleh, ia menyelipkan poni ke telinga. "Iya Pak iya. Heh, Bapak kira saya tukang sampah? Lapangan bersih gini dibilang kotor. Situ buta atau picak?"  Pak Yoshi melotot, Mery lagi-lagi membuatnya naik pitam, tapi pak Yoshi berusaha sabar mengelus dada. "Saya masih bisa mendengar Mery, kamu mau saya tambah hukumannya lagi?" Mery menggidikan bahu. Enggan menanggapi ucapan pak Yoshi
Read more
14 > Dia Marah
"Dasar mulut sampah! Lo nggak pernah diajarin jujur, huh?!" ujar Aldevan menatap Mery penuh amarah. Cowok itu langsung berdiri ketika mendengar penuturan Mery tadi. Sedangkan Mery hanya tertawa geli. Ia menatap Aldevan tanpa ada rasa takut sedikitpun. "Haha, iya deh iya. Itu gue jujur tadi." Aldevan berdecih. Meski ia tau Mery cuma bercanda, tapi kalimat itu sudah menyentil emosinya. "Emang kebenarannya—" "MERY!!" Aldevan marah. Benar-benar marah. Hingga tatapan tajamnya kini mengedar ke seluruh penjuru kantin. Mereka semua terdiam, memandangi wajah Aldevan dengan kerutan di kening. Mungkin ini sesuatu yang sangat mustahil di dengar, sekali pun dari mulut Arlan. Sahabat Aldevan sendiri. Kak Aldevan pernah ngelakuin itu sama cewek bengal? Oh my good, berarti cogan gue bibirnya udah ternodai virus rabies? Gue gak terima. Stt, kayaknya kak Aldevan mulai bernafsu deh. Adik kelas kok jadi laknat? Kita
Read more
15 > Tega
"Gue beneran takut, Aldevan tadi persis banget kayak harimau kelaparan. Gue sempet bergidik ngeri deh jadinya. Padahal gue cuma becanda. Tuh cowok baperan amat." Itu suara Mery, dia sudah berulang kali menetralkan rasa takutnya pada Aldevan. Salah satunya dengan menceritakan kejaAldevan di kantin tadi pada Raya dan Tasya. Soal kedua sahabatnya sedang absen hanyalah kebohongan, Mery sengaja melakukan itu agar dia bisa pulang bareng Aldevan. Tidak ada alasan khusus sebenarnya, Mery hanya ingin mengusili Aldevan. Itu saja. Entah kenapa sikap dingin cowok itu membuatnya semakin gencar menjahili Aldevan. "Becanda sih becanda, mungkin ucapan lo itu keterlaluan banget kali bagi dia," kata Tasya. Dia mempoles cat kuku berwarna ungu. "Kadang cowok juga nggak suka dibecandain ampe segitunya. Toh, lo juga bisa liat, kan Aldevan itu murid baik-baik?" Mery menggangguk paham. "Jadi, dia nggak pernah ngelakuin itu kan sama lo?" tanya Raya. "Kalo pernah, gima
Read more
16 > Kasihan Atau Perhatian?
Sungguh sial. Setelah ditinggalkan Aldevan rupanya Mery tidak mendapat tebengan. Meski sempat tadi ditawarin Arlan, Mery tetap menggeleng. Dia bersikukuh tidak mau plus ngatain Arlan itu mesum. Terpaksa Mery pulang jalan kaki, kalau tau begini Mery pasti nebeng Tasya tadi. Mery mendesah, ia menyisir rambutnya dengan jari mencoba menangkan diri dari kesialan hari ini. Matanya sesekali melihat ke arah jalan raya, banyak kendaraan lalu lalang. Hingga menimbulkan asap yang membuatnya terbatuk. "Uhuk. Gila asapnya banyak banget," ujar Mery, ketika kendaraan bajai melewatinya. Mery terbatuk, ia menutup mulutnya dengan tangan. "Ini gara-gara tuh cowok sih. Pelit amat, gue, kan cuma numpang naruh pantat di motornya doang. Kesel gue!" Mery kesal, ia meluapkan emosi  menendang batu besar di hadapannya, namun sayangnya salah sasaran, ia justru kehilangan keseimbangan hingga jatuh terjengkang ke belakang. "Aduh," ringis Mery, pantatnya mendarat manis
Read more
17 > Jangan Pergi
Aldevan membiarkan Mery tidur bersandar di belakangnya kurang lebih sepuluh menit sudah, tangan cewek itu juga melingkar di perutnya. Aldevan ingin protes tapi dia tidak tega, ketika dilepas pun kemungkinan Mery akan oleng dan terjatuh. Kalau seperti itu Aldevan juga nantinya yang susah. Aldevan terdiam, ia mengedar pandang ketika motornya memasuki kawasan pertigaan, mengingat-ngingat alamat yang diberikan Mery. Terus aja, ada pertigaan lagi belok kiri. Terus lurus, ada warteg namanya muantep... Ah, Aldevan mendesah, lupa kalimat seterusnya. Lalu bagaimana? Membangunkan Mery pun Aldevan semakin tidak tega. Berpikir, akhirnya Aldevan mengikuti saja dulu jalur yang ia ingat. Lalu ketika sampai di warteg bernama muantep, Aldevan bingung harus belok ke arah mana. Hanya ada dua belokan, kiri atau kanan? Tidak mau ambil pusing, Aldevan akhirnya bertanya pada seorang Bapak yang sedang membersihkan motor di depan rumahnya. "Permisi, Pak?" 
Read more
18 > Salah Sangka
"Jangan tinggalin gue."  Aldevan lantas menghentikkan langkah, dia menoleh dan melirik sekilas lengan seragamnya yang ditarik oleh Mery. Satu alis Aldevan naik saking bingungnya, entah Mery sedang mimpi atau tidak dia akhirnya memilih kembali duduk di samping kasur cewek itu. "Ry. Bangun Ry," panggil Aldevan menepuk sebelah pipi Mery.  Kalau saja Mery tidak menarik erat seragamnya, Aldevan pasti sudah pergi dari sini. Namun hasilnya nihil, Mery tetap menutup rapat matanya dan enggan melepas tangan dari seragam Aldevan. Aldevan berdecak tidak sabar. "Ry. Aduh nih cewek. Lo itu emang nyusahin. Lepasin baju gue, Ry." Aldevan berujar, mencoba melepaskan tangan Mery dari bajunya. Mery menggeliat, ia menguap, lalu tanpa sadar tangannya menarik seragam Aldevan hingga wajah mereka kini hanya berjarak beberapa senti. Sebab itu sekarang Aldevan meneguk salivanya susah payah. Dia bingung berbuat apa, wajah mereka sangat dekat. S
Read more
PREV
123456
...
9
DMCA.com Protection Status