Semua Bab Terpaksa Menikahi Calon Adik Ipar: Bab 61 - Bab 69
69 Bab
Kebenaran
"Daddy." Rose tersenyum lebar menghampiri Romeo yang terlihat semakin sehat. "Grandpa." Kenzie berlari mendahului Rose memeluk pria setengah baya yang terlihat begitu senang melihat kehadiran kedua orang tersebut. "Apa kabar kalian." Romeo mengangkat cucu satu-satunya dalam gendongan. "Kenzie dan Mommy baik-baik saja. Grandpa terlihat semakin ceria." Kenzie mengusap wajah kakeknya. “Tentu saja Grandpa  ceria melihat dirimu begitu sehat dan semakin tampan.” Pria tua itu mengecup kening cucunya. “Lihatlah apa yang Grandpa beli untuk cucu kesayangan.”  Romeo membawa Kenzie menuju ruang tengah. Di sana terlihat seperangkat permainan mobil yang terbaru. Kenzie memekik gembira dan langsung turun dari pelukan kakeknya
Baca selengkapnya
Pria Brengsek
Rose mengatur napasnya perlahan di dalam mobil. Dia menatap dirinya di kaca spion untuk sesaat. Sebelum turun, wanita itu memutuskan untuk memoleskan sedikit bedak dan pelembab berwarna di bibirnya, aroma strawberry yang terasa menyegarkan.Rose mengatur degupan di jantungnya. Dia menarik napas berulang kali sebelum memutuskan untuk turun dari dalam mobil, menuju ke dalam rumah sakit besar tersebut. Dia melangkah dengan seluruh tubuh yang gemetaran. Degup di jantungnya semakin keras tak kala kakinya semakin dekat dengan pintu lobby rumah sakit. Rose bingung apa yang harus dia katakan ketika bertemu Robert nantinya."Hai, Robert, aku minta maaf--, ah itu terlalu cepat. Hai, Robert sudah makan siang, makan bareng yuk--. Huh! Aku tidak pernah melakukan hal itu sebelumnya." Rose mondar-mandir dengan gelisah sambil berbicara sendiri.Perempuan itu tidak sadar kalau gerakannya mencuri perhatian beberapa orang."Robert, apa kau sibuk? Ada yang harus
Baca selengkapnya
My Queen
Entah itu sebuah kode atau bukan, Rose tidak peduli. Bau keringat pria kriminal bertubuh tidak terlalu besar di belakangnya sungguh sangat menyengat. Butiran keringat yang mungkin muncul karena tegang, terlihat jelas di tangan lelaki itu. Rose hampir dibuat muntah karenanya.Rose mengumpulkan keberanian dan membuang rasa jijiknya. Dia membuka mulut dan mengarahkan taringnya pada lengan lelaki yang dipenuhi bulu itu. Rose menggigitnya dengan keras sekuat tenaga, melampiaskan kemarahan yang disebabkan oleh ucapan Robert."Aaa, Wanita sialan!" Pria tersebut berteriak kesakitan.Gigitan Rose yang cukup kuat, membuatnya tidak mudah menggerakkan tangan untuk menghujamkan pulpen tajam dan menyakiti Rose.Tetapi tak cukup dengan hal itu, Rose mengangkat kaki dan menjejakkan tumit sepatunya dengan sangat keras ke arah telapak kaki kriminal tersebut. Hak runcing itu berhasil melukai kaki pria tersebut sehingga membuatnya membungkuk dan kehilangan kekuatan untuk men
Baca selengkapnya
Tiga hari saja
Rose terbangun dalam pelukan Robert. Matanya mengerjap perlahan, menunduk menatap tangan kekar yang melingkar di pinggangnya. Kehangatan di punggung telanjangnya yang menempel rapat pada dada Robert, memberinya kesadaran jika semua itu bukan mimpi.Ingatan Rose berselancar pada kenikmatan yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya. Merasa malu pada desahan yang lolos begitu saja dari bibirnya, tanpa bisa dikendalikan. Semalaman mereka habiskan dalam kemesraan, hanya jedah sesaat untuk menikmati makan malam."Apakah ini artinya aku sudah menjadi istri yang sesungguhnya?" bisik Rose lirih. Jarum jam weker berbunyi menandakan waktu bagi Robert untuk bersiap bekerja. Rose berusaha menjangkau weker untuk mematikan bunyi nyaringnya, tetapi tangan Robert membuat gerakannya terhambat. Wanita itu tidak dapat bergerak leluasa akibat tekanan kuat di pinggangnya."Robert … waktunya bangun." Bisikan Rose terabaikan."Robert." Rose berputar membalikan
Baca selengkapnya
Jamu dan pelepasan benih
Rose duduk dengan gelisah di depan ruang operasi. Dia tahu seharusnya dirinya tidak perlu khawatir, tetapi kegelisahan itu tidak dapat dikendalikannya. Wanita itu tak hentinya memanjakan doa agar operasi berjalan lancar.Teringat di benaknya peristiwa beberapa hari yang lalu, ketika mereka semua berkumpul di kediaman keluarga Miller. Jelas terlihat kebahagian di wajah keluarga tersebut ketika melihat dirinya semakin mesra dengan Robert, putra pertama keluarga tersebut.Namun, Rose kembali dikejutkan dengan hal yang tidak dia ketahui. Rahasia Robert yang membuat seluruh keluarga itu terperanjat. Alasan dari lelaki itu menjalani operasi hari ini."Jadi bagaimana, apakah kalian sudah merencanakan kapan Kenzie akan memiliki adik?" Pertanyaan Michael kala itu membuat Rose sedikit cemas."Ah, Daddy aku belum puas menjalankan bulan madu dengan Rose," keluh Robert dengan membelai rambut Rose yang berbaring di bahunya."Belum puas bagaimana, kalian sudah me
Baca selengkapnya
Tamparan
Rose terkejut mendengar ucapan seorang dokter wanita yang baru saja keluar dari dalam ruang operasi. Tidak dia temukan sedikit pun kebohongan di wajah cantik tersebut. Bahkan, wajah wanita tersebut terlihat memerah dengan mata yang berkaca-kaca."Komplikasi? Maksudnya? Apa sesuatu yang buruk terjadi?" tanya Rose berusaha untuk bersikap tenang."Iya sesuatu terjadi di meja operasi." Rose menatap raut wajah dokter wanita tersebut, dia menanti agar dokter tersebut menyelesaikan penjelasannya. Melihat dokter wanita itu diam saja, Rose menjadi lebih pusing dan kesal karena penasaran."Apa yang terjadi dengan suamiku?" jelas terlihat kepanikan di nada bicara Rose. "Duduklah dengan tenang, Nyonya Miller." Wanita itu membawa Rose duduk di sebuah bangku panjang. "Bagaimana kau bisa menghadapi semua ini?""Menghadapi apa?" Rose menatap wanita di depannya dengan heran. Dia juga mengalihkan pandangannya ke arah pintu di ruang operasi. Rasa p
Baca selengkapnya
Seminggu Berpuasa
"Rose … please." Robert merajuk manja pada istrinya. "Tidak mau."  "Please sudah hampir satu minggu juniorku terlantar." Robert menunduk sedih.  "Tamu bulananku belum bersih." Rose mengacuhkan Robert yang terus merayu dengan membaca beberapa buku tentang perekonomian. "Benarkah?" Suara Robert terdengar lemah. "Kalau begitu aku peluk-peluk saja ya …."  Semenjak sebulan lalu Robert kembali normal, dia tidak pernah berhenti untuk menyiksa Rose dalam permainan ranjang. Pria itu seakan memiliki ekstra gairah yang tak pernah padam, membuat Rose tak bisa melakukan apapun lagi, selain bercinta. Proses Menstruasi yang seringkali menjadi derita bagi setiap wanita, berbeda dengan Rose. Kedatangan tamu bulanan itu menjadi momen berkah bagi dirinya. Dia bisa berhenti sejenak dari pagi, siang dan malam yang membara. Rose sangat menyukai kegiatan tersebut, kemesraan di antara dirinya dan Robert. Hanya saja dia ingin rutinitas s
Baca selengkapnya
Cemburu
"Mommy …." Kenzie berlari menghampiri Rose yang sedang duduk santai di balkon apartemen."Hey, Sayang." Rose memeluk dan mencium pucuk kepala Kenzie. "Sudah puas bermain di taman?" Kenzie mengangguk menjawab pertanyaan Rose. Bocah kecil yang kini berusia lima tahun itu tampak semakin tinggi dan pintar. Dia mencium perut Rose yang kini sudah semakin membesar."Berapa usia adik, sekarang Mom?" Pertanyaan yang tak pernah bosan diucapkan setiap harinya."Tujuh bulan dua puluh hari, Kakak." Rose tersenyum geli merasakan tangan mungil Kenzie membelai perutnya."Ah, sebentar lagi ya." Kenzie mencium perut Rose. "Adik Sayang, kakak tunggu ya. Nanti kalau sudah lahir, kita bermain bola dan kadang-kadang main boneka deh.""Kalau adik lahir Kakak harus jadi bodyguard ya." Rose membelai rambut si sulung penuh kasih. "Selalu menjadi panutan dan menjaga adik ya."Mata Kenzie berbinar, dia sangat senang ketika mendapatkan tanggung jawab
Baca selengkapnya
Kasih Sayang Keluarga
“Mommy! Cereal Kenzie ditumpahin sama adik." Kenzie berteriak manja menunjukan pada tumpahan susu di kaosnya."Ivy, yuk tidak boleh ambil punya kakak ya. Ivy kan sudah punya sendiri." Rose meletakkan sutil dan segera menghampiri kedua anaknya."Biar saya saja yang membersihkan, Nyonya." Wanita pengasuh segera datang dengan membawa lap basah."Iya, tolong ya." Rose mengangkat bayi perempuannya yang sedang asyik menghisap sendok plastik di mulutnya."Au … am … am …," celoteh Ivy yang hari ini genap berusia satu tahun."Ivy mau makan cereal punya, Kakak?" Rose menduga-duga keinginan anak bungsunya itu."Kenzie masih lapar," rajuk si sulung dengan manja. "Cereal lagi?" Pertanyaan Rose dijawab dengan gelengan oleh Kenzie. "Mau kaya punya daddy." Kenzie menunjuk pada seiring toast dan omelet."Okay, Mommy buatkan dulu ya. Ivy mau? Omelette juga ya seperti Daddy dan kakak?" Rose mencium pi
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status