All Chapters of RED CROWN: Chapter 31 - Chapter 40
59 Chapters
Tafsir mimpi
***Hari ini, direncanakan akan ada rapat parlemen untuk menindaklanjuti perintah Raja sebelumnya. Ia ingin laporan tentang keadaan rakyatnya tersampaikan dengan kabar baik yang menyertai.Terlihat rombongan menteri berjalan beriringan dengan dua kubu yang saling bersebrangan, antara kubu Gunawarman dan kubu Cakrawijaya –Menteri Pertahanan.Sekilas melihat mereka bersitegang secara dingin membuat banyak orang yang melihatnya berspekulasi liar tentang kestabilan politik istana.“Bagaimana keadaannya?” tanya Cantaka ketika keduanya berpapasan dengan Ayodya.“Dia masih terlelap. Semalam ia tidur jam 1 tengah malam, memikirkan Istri dan anaknya,” balas Ayodya, tegas.“Ia tidak perlu mencemaskan anaknya, dia baik-baik saja. Hanya saja ia perlu mengkhawatirkan keadaan istrinya,” timpal Han, ucapannya benar-benar mengejutkan bagi Cantaka yang mendengarnya.“Diamlah dan pergi hampiri dia, beri p
Read more
Persidangan istana
Ilja benar-benar tertidur, Cantaka memasukan ramuan yang ia racik sendiri sebagai obat tidur tradisional ke dalam cangkir teh yang diminum oleh anak laki-laki itu. Begitu mulus dan lancar tanpa diketahui olehnya. Pelayan pria datang dan Cantaka meminta mereka membawa Ilja kembali ke kediamannya. Dengan sigap, pelayan itu langsung menggendong dan pergi meninggalkan Cantaka seorang diri di ruang kerjanya. Terik matahari semakin menaik, tanda waktu hampir menunjukan tengah hari. Cantaka harus bergegas, ia tidak ingin melewatkan momen ketika kasus pungli ini berhasil diungkapkan olehnya. Tanpa buang waktu, Pangeran muda itu segera melangkah menuju kediaman Ayodya yang berjarak cukup jauh dari posisinya berada. Rumahnya dekat dengan gudang senjata dan sangat presisius untuk tempat penyekapan seseorang, karena kediamannya yang berada di pojok istana. Pintu terbuka, terlihat Geni dan istrinya sudah mengenakan pakaian terbaik mereka, berbalutkan kain
Read more
Pertarungan demi kebebasan
Cantaka begitu kecewa dengan Geni, ia menjebak seenaknya orang yang tidak ia sukai untuk ikut terjerumus dalam kubangan tersangka kasus pungli.Pengawal istana datang bersama Bayuputra. Terlihat dari rombongan tersebut, masing-masing membawa satu kotak besar berisikan koin dan emas yang tak terhitung jumlahnya.Mereka membariskan dan meletakan benda-benda itu tepat di hadapan Raja yang tengah berdiri berdampingan dengan Cantaka. Raja tertawa lantang sembari berkacak pinggang ketika melihat kilauan emas memantul dari kotak tersebut.Raja berbalik badan, memandang tajam ke arah Geni seraya tersenyum licik.“Kamu memiliki kekayaan yang hampir menyamai kekayaanku. Apa kamu hendak menjadi Raja juga?” tanya ketus Raja.“T-Tidak, Yang Mulia.”Raja menjulurkan tangannya, menandakan isyarat kalau dia meminta pengawal istana untuk menyimpan harta rampasan tersebut.“Bawa Geni dan Menteri Perdagangan keluar dari rua
Read more
Tanggung jawab Pangeran
Gunawarman akhirnya berhasil terbebas dari tuntutan setelah diam tak bersuara selama 15 jam melakukan interogasi. Ia berdiri dengan dibantu oleh Cantaka yang masih setia menemani pria itu hingga larut.“Maafkan aku,” ujar Cantaka, lirih dan tersenyum bahagia.“Haha hukuman ini belum seberapa dibandingkan siksaan dari Kediri. Aku bisa menanganinya,” balas Gunawarman, percaya diri dengan kemampuan fisiknya.Cantaka melepaskan jubah panjangnya dan mulai menutupi darah dan luka yang memenuhi tubuh pria tersebut. Keduanya berjalan dengan perlahan meninggalkan tempat tersebut menuju kediaman Gunawarman, tempat di mana Istri dan anaknya menunggu kehadirannya dengan harap cemas.Meski tubuhnya penuh dengan luka, tetapi Gunawarman tak sedikit pun menunjukan kelemahannya. Ia justru berbincang dengan hangat kepada Cantaka tentang kisahnya dulu waktu masih menjadi komandan resimen pasukan ketika berperang melawan pemberontak.“Aku
Read more
Penebusan dosa
“Tenanglah. Aku yang akan menjagamu mulai sekarang,” ujar Cantaka.Ia tersenyum seraya mengusap pelan rambut kepala Ilja, membuat anak laki-laki itu semakin nyaman berada di dekat Pangeran. Saraswati yang mengenal Cantaka sejak kecil tidak pernah melihat sisi lembut pemuda itu seperti saat ini.“Siapa yang membunuh orang tuaku?” tanya Ilja.Ia hanya memastikan saja, mengingat dirinya hanya tahu kalau orang tuanya tewas dibunuh. Syukur baginya, ia tidak melihat kondisi Ayah dan ibunya seperti apa di penjara.Cantaka menelan salivanya dalam-dalam, ia tidak mungkin memberitahu identitas pembunuh orang tua Ilja begitu saja.Ia mungkin berdosa atas kejadian ini, tetapi penebusan yang ia bisa lakukan adalah merawat Ilja seperti anaknya sendiri.“Pihak istana sedang menyelidikinya. Jadi, kamu tidak perlu risau. Aku yakin, sebentar lagi pelakunya akan tertangkap.”Ucapan Cantaka begitu lembut dan hangat, te
Read more
Kemarau panjang
***Tiga tahun kemudian“Aku sudah menyelesaikan yang satu ini.”Cantaka meletakan buku berjudul “Strategi dan Kepemimpinan”. Buku yang dia sarankan oleh Saraswati ketika mendengar Cantaka ingin mempertahankan kedaulatan kerajaan dari pihak asing.“Benarkah? Strategi apa yang kamu sukai?” tanya Saraswati, antusias.Pangeran muda itu kembali membuka kembali buku tersebut dan menunjukan bagian strategi yang ia maksud pada Saraswati, jenis strategi perang yang sangat ia sukai ketika pertama membacanya.“Strategi Tipu Muslihat.”“Wah. Bukankah itu sedikit picik?” tanya Saraswati, bingung.“Bisa dibilang begitu, tetapi strategi itulah yang kupikir terbaik jika ingin mencapai tujuan tanpa adanya pertumpahan darah.”Saraswati terdiam, ia menanggapi perkataan Cantaka dengan anggukan pelan. Ia juga tahu beberapa strategi yang tertulis dalam buku tersebut, tet
Read more
Pangeran gila
***“Kamu menyimpulkan terlalu cepat.”Saraswati duduk di hadapan Cantaka, di atas meja sudah tersaji teh hijau hangat yang menjadi kesukaan Cantaka, meskipun takarannya sudah dikurangi menyusul kekeringan panjang.“Kita masih menikmati air meskipun sedikit karena kita cukup beruntung, sungai besar yang mengalir di istana kita belum mengering,” jelas Saraswati.“Mungkin satu-satunya yang belum surut,” sambung Saraswati.Cantaka menghabiskan minuman yang berada di cangkirnya dan menengguk dengan cepat. Teh hijau yang tesisa di dalam teko sudah benar-benar habis, mereka tidak berniat untuk menambahnya lagi.“Apa yang akan kamu lakukan selanjutnya?” tanya Saraswati, penasaran.“Entahlah. Aku menjanjikan untuk menurunkan hujan kepada mereka dan aku bingung apa yang harus kulakukan.”“Haha!”“Memangnya kamu penguasa langit yang bisa menurunkan hujan
Read more
Garam
***“Apa yang harus kulakukan?”Cantaka masih termenung memandang rak buku yang tersusun rapi di perpustakaan istana. Ia ditemani oleh Han sama bingungnya tentang tantangan Pangeran untuk menurunkan hujan dengan cepat.“Apa kejadian kekeringan ini pernah terjadi di kerajaan ini sebelumnya?” tanya Cantaka, Han mengangguk pelan.“Waktu aku kecil dulu, kekeringan ini juga pernah terjadi. Namun, tidak pernah selama ini,” jawab Han.Mendengar perkataannya memberikan angin segar bagi Cantaka, setidaknya dulu pernah terjadi tetapi keadaan mulai membaik hingga saat ini.Cantaka memang tidak memiliki kuasa khusus untuk menurunkan hujan. Namun, ia mengetahui ada metode tertentu yang dapat digunakan untuk menurunkan hujan. Dengan kata lain, hujan buatan.“Apa aku perlu membawa teh kemari?” tanya Han, berinisiatif.Cantaka memfokuskan pandangannya pada pria tersebut. Pemuda itu mengangguk pel
Read more
Layangan hati terbang tinggi
“Apa yang sedang kamu buat, Pangeran?” tanya Han.Ia datang setelah membersihkan mulutnya dari bekas garam yang tersisa. Han bertanya kepada Pangeran Cantaka yang tengah terduduk sambil mengikat sebuah kain berwarna biru langit.“Aku akan membuat layang-layang,” jawab Cantaka singkat.“Layang-layang? Benda apa itu?” tanya Han, penasaran.Cantaka menghentikan sejenak kegiatannya, menatap pria yang tengah duduk di dekatnya sambil mengangkat kain yang sudah terbentuk jelas seperti layang-layang pada umumnya.Mereka belum mengetahui apa itu layang-layang dan cara kerjanya. Untungnya Cantaka mengalami masa kecil yang menyenangkan bermain di luar, sehingga ia masih ingat betul cara memainkan benda tersebut.“Oh bagaimana kamu bisa tahu hal ini, Pangeran?” tanya Han, penasaran.Kejeniusan Cantaka di zaman itu memberikan pertanyaan bagi yang melihatnya. Pada dasarnya, hal-hal seperti layang-laya
Read more
Perasaan khusus
Cukup puas Cantaka merasakan pengalaman bermain layang di zaman ini, ia mulai menarik benda itu untuk mendekat. Ia bisa membayangkan bagaimana cara menurunkan hujan buatan di tempat ini dengan menggunakan sebuah layangan, ide yang benar-benar gila.Saraswati yang sedari tadi menemani Cantaka mulai berbenah, mengambil benang dan barang-barang yang dibawa pemuda itu.“Bawa ini, Saraswati,” ujar Cantaka.Wanita itu hanya berdeham, tanpa membalas pandangan Cantaka padanya. Ia sungguh malu dan grogi dengan sikap Pangeran Cantaka sore itu yang memperlakuannya begitu ramah dan hangat.“Ah, menyenangkan sekali hari ini, rasanya seperti beban yang terpangku di pundakku benar-benar terlepas,” sambung Cantaka.“Aku juga demikian.”“Kamu juga? Ah, ini menjadi pengalaman pertamamu bermain layangan, kan?” tanya Cantaka.Secara tiba-tiba, pemuda itu mendekatkan posisi duduknya ke arah Saraswati. Gadis
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status