Semua Bab RED CROWN: Bab 41 - Bab 50
59 Bab
Produksi janji
“Garam?” tanya Raja, kaget.“Benar,” timpal Cantaka.Pemuda itu juga ikut memeragakan bagaimana rencananya akan berjalan dengan dua benda tersebut, garam dan layangan. Raja terus memerhatikan seraya menyimak penjelasan yang baru ia dengar seumur hidupnya.“Tapi bukankah posisi awan begitu tinggi? Mampukah layanganmu terbang di atasnya?” tanya Raja.Ucapan pria itu didasarkan pada pemikiran sederhananya, bukan berdasarkan ilmu pengetahun dan teknologi.Cantaka menggenggam layangan itu dengan kedua tangannya, memerhatikan bentuk benda itu dengan seksama. Bentuknya sama seperti pada umumnya dan ia tak lagi kesulitan untuk menerbangkan benda ini kembali.Pangeran muda itu meletakan layangannya di atas meja dan duduk bersila seraya menyeruput teh hangat. Ia sudah memikirkan dua rencana untuk menyukseskan hujan buatan ini.“Ada dua cara yang terpikirkan olehku untuk membawa benda ini terbang di angk
Baca selengkapnya
Hari pertama
***Mereka berhasil melakukannya.Para pekerja itu berhasil membuat 50 layangan dalam satu hari. Berkat kerja keras mereka, Cantaka memberikan bonus bagi masing-masing orang dengan dua keping koin emas.“Ini sangat besar jika dibandingkan dengan buatanmu kemarin,” balas Raja.Pria itu mengunjungi aula kerajaan demi menyaksikan bagaimana proses pembuatan layang-layang untuk membantu keinginannya.“Kerja bagus, Cantaka,” puji Raja.Pangeran Cantaka tersenyum dan merasa bangga dirinya bisa disanjung oleh Raja di khalayak umum. Di sana juga hadir Jayagiri yang datang ditemani pelayan pribadinya, wajahnya begitu kusut tak suka melihat Cantaka banyak mengambil perhatian Raja.“Selanjutnya apa yang akan kita lakukan?” tanya Raja, penasaran.Ia masih menggenggam layangan sebesar tubuhnya dengan kedua tangannya yang besar. Atensinya teralihkan tatkala melihat sebuah botol berukuran sedang terpasang di
Baca selengkapnya
Rencana yang gagal
***Hari kedua untuk rencana penyemaian hujan buatan ini berjalan layaknya seperti hari kemarin. Namun, Cantaka perlu melakukannya dalam tiga sesi. Hal ini disebabkan minimnya pelayan yang mau ikut membantu Pangeran Cantaka.Jayagiri selalu datang ke tempat pelaksanaan penyemaian hujan buatan Cantaka. Pangeran Jayagiri sungguh bahagia dan senang melihat dirinya bisa menjatuhkan keangkuhan yang ditunjukan Cantaka.“Jika sudah diterbangkan, tancapkan kayu itu di atas tanah,” titah Cantaka, seorang pelayan yang mendapatkan perintah darinya segera bertindak.“Wah, kini kamu menggunakan kayu untuk tetap menjalankan rencana gilamu itu, yah?” sindir Jayagiri, tersenyum sinis.Terlihat luka memar yang masih membekas di wajahnya sudah terobati, pukulan telak kemarin membuat semua orang terkejut.Cantaka yang tidak pernah bertarung dengan Jayagiri, secara lantang dan mengejutkan mendaratkan tinju pertamanya kepada pria tersebut
Baca selengkapnya
Keputusan Takdir
***Hari ketiga pun datang. Cantaka sudah sepenuhnya bersiap jika hari ini sama seperti dua hari lalu. Ia benar-benar tidak tahu harus berbuat apa melihat banyak kejadian buruk yang menimpanya.Layangan yang menjadi pedang Cantaka kini hanya bersisa setengah dari jumlah seluruhnya. Titik hitam bekas pembakaran masih terlihat jelas di atas tanah, sangat sulit untuk membersihkannya dan mungkin hanya akan bersih ketika hujan turun.“Apa kamu baik-baik saja, Cantaka?” tanya Ayodya, pengawalnya tersebut sedang susah payah menerbangkan beberapa layangan untuk tetap menjalankan rencana hujan buatan tersebut.Cantaka mengangguk pelan, tanpa menjawab sepatah kata pun pada Ayodya. Pengawal itu menyadari jika perasaan Pangeran sedang kacau dan ia tidak ingin mengungkitnya kembali.“Apa dia masih memikirkan kejadian kemarin?” tanya Saraswati.“Sepertinya begitu, sebaiknya kita mulai bekerja untuk meringankan beban Pangeran.
Baca selengkapnya
Kandidat Pangeran Mahkota
***Esok hari.“Hujan ini benar-benar keajaiban dari langit,” balas Raja, pria itu mengundang Cantaka untuk hadir di istana, merayakan keberhasilan pemuda itu untuk menepati janjinya.Cantaka merasakan hal yang sama dengan Raja. Ia tidak bisa meluapkan kesenangannya tatkala kemarin melihat buih-buih hujan turun membasahi bumi gersang ini.“Kamu hebat, Pangeran. Kamu selalu melakukan hal-hal yang tak bisa kita lakukan,” puji Gunawarman, mengangkat cangkirnya dan bersulang untuk Cantaka.Pangeran muda itu tersenyum lebar dan menyambut cangkir Gunawarman hingga terdengar dentingan kaca yang nyaring.Malam itu, mereka para lelaki banyak menghabiskan waktu untuk berbincang satu sama lain, mulai dari membahas ekonomi, bisnis, hingga masalah sepele seperti wanita favoritnya di rumah bordil.Selagi Cantaka sedang menikmati makan malam bersama Raja dan para menterinya, tiba-tiba pintu istana terbuka dan terpampang jelas
Baca selengkapnya
Ancaman Untuk Tahta
*** Suasana Istana Kujang begitu riuh oleh gosip tentang persaingan Jayadharma dengan Cantaka. Keduanya diceritakan saling beradu tegang merebutkan posisi paling presisius di kerajaan. Berita itu mulai tersebar layaknya air yang mengalir, tak kenal henti dan tak kenal tempat. Bahkan pelayan dan pengawal istana sampai tak hentinya berdiskusi, menentukan siapa yang paling pantas menduduki tahta kerajaan yang suci. “Aku pikir Pangeran Jayadharma yang lebih pantas. Kita semua mengerti betul bagaimana prestasinya bagi kerajaan ini,” tegas salah satu anggota pasukan kerajaan. “Tidak. Pangeran Cantaka yang lebih pantas. Ia memiliki pemikiran yang unik dan berbeda, cocok bagi kerajaan kita,” balas rekan anggota pasukan kerajaan tersebut. Begitulah yang terjadi sampai pergantian waktu, mereka terus membahasnya seakan-akan tidak ada titik temu. Para menteri melihat persaingan ini menjadi momen bagi mereka untuk menggalang kekuatan. Kedua kubu be
Baca selengkapnya
Kerja Sama Dua Kekuatan
Dari kejauhan, mereka mulai membawa jasad Ilja dengan menutupnya menggunakan kain berwarna hitam. Saraswati berdiri menemani Cantaka yang masih larut dalam kesedihan selepas ditinggal oleh Ilja.Pembunuhan itu sangat mengejutkan Cantaka, ia tidak pernah menduga kalau mereka juga ikut menargetkan Ilja yang notabene masih berada di bawah umur.Di belakang punggunya, berdiri Ayodya yang masih memandangi kerumunan orang di kediaman Ilja. Ratu Citraloka tengah berbincang dengan kepala pelayan tentang kronologis ditemukannya jasad Ilja.Cantaka terus berpikir, siapa target selanjutnya dari para pembunuh itu. Yang paling ia takutkan adalah kehilangan Saraswati, wanita itu sudah menjadi bagian lain yang tak terpisahkan darinya.“Apa kamu masih memikirkan tentang tulisan di dinding ruang tamu?” tanya Saraswati, pelan.Atensi Cantaka teralihkan. Ia langsung melirik ke arah Saraswati dan mendapati ekspresinya sama dengannya.“Iya, aku
Baca selengkapnya
Keterlibatan Dalam Kasus
“Hamba sungguh tidak punya saudara kembar dan juga pelaku apa yang Tuan Pangeran maksudkan pada hamba?” tanya pelayan wania tersebut.Wajahnya begitu polos dan lugu, seperti layaknya seorang anak yang baru terlahir ke dunia. Ekspresi tersebut tidak akan mengalihkan perhatian Cantaka untuk terus bertanya terhadapnya.“Pelaku yang berkaitan dengan pembunuhan tabib pemula bernama Ijla,” balas Cantaka, tegas.“Ilja? Hamba bahkan tidak mengenalnya,” ungkap pelayan wanita tersebut.Jayadharma menyela perbincangan keduanya dan meminta waktu kepada Pangeran Cantaka untuk berbicara secara empat mata. Cantaka mengiyakan dan pemuda itu langsung dibawa menjauh dari posisi pelayan tersebut.“Kenapa kamu tiba-tiba bertanya seperti itu kepada wanita tersebut?” tanya Jayadharma, penasaran.Dengan pandangan yang masih memandang pelayan, Cantaka mulai menjelaskan tentang pesan ancaman yang ia dapatkan dari secar
Baca selengkapnya
Desakan Untuk Mundur
***“Tunggu, Jayagiri membawa kotak khusus dari luar istana?” tanya Jayadharma, kaget.Cantaka mengangguk. Ia menceritakan apa yang ia dengarnya kepada pria di depannya tanpa mengubah isi dari cerita tersebut, biarkan Pangeran Jayadharma yang memeriksa sendiri apakah cerita yang Cantaka katakan sesuai dengan kenyataan.“Aku perlu memeriksa langsung di kamarnya,” ucap Jayadharma.Cantaka menjulurkan tangan dan menghentikan langkah Jayadharma. Itu sesuatu yang terlalu tergesa-gesa.“Jangan. Mereka justru akan mencurigai kita,” ungkap Cantaka.“Kita sendiri belum mengetahui secara pasti siapakah orang-orang yang terlibat dalam rencana  jahat ini,” sambung Cantaka.Mereka berjalan berdampingan di malam hari tersebut menuju kediaman Ayodya, tempat Cantaka menyekap pelayan wanita yang ia curigai.“Terkait keterlibatannya juga, aku belum bisa memastikan karena data dari pasuka
Baca selengkapnya
Berita Dalam Kesedihan
Seisi istana benar-benar gempar, pasalnya Ayodya yang terkenal kuat dan lincah takluk oleh para penjahat yang mengancam Cantaka.Desakan dan intimidasi mulai bermunculan. Mereka resah dan khawatir jika target selanjutnya justru diri mereka sendiri.Cantaka belum ada niatan untuk mengundurkan diri dari posisinya sebagai salah satu kandidat Pangeran Mahkota. Ia yakin betul mampu menangkap para penjahat tersebut dan mengadilinya seberat mungkin.Mereka langsung membawa Ayodya pergi untuk dirawat oleh tabib istana. Keadaannya yang sekarat membuat pria itu tak berdaya, Cantaka juga tak bisa mendapatkan informasi penting darinya.Cantaka berada di dalam ruang perawatan istana, terlihat Ayodya sedang diobati oleh beberapa tabib handal. Sesekali Cantaka juga ikut membantu dengan membuat ramuan herbal yang ia ketahui dulu ketika masih menjadi dokter di zamannya.Ketika hendak mengoleskan obat di matanya yang berdarah dan bernanah, tangan Ayodya menyadari ke
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status