Semua Bab Suami Tak Sempurna: Bab 41 - Bab 50
241 Bab
Episode 41. Kekhawatiran
Kesempatan yang bagus! Hana hendak mengeluarkan ucapannya saat Veronika tiba-tiba datang dari belakang Marcell.   "Marcell, tunggu dul..." Veronika terhenti ketika melihat Hana berada di tangga hendak naik ke lantai yang mereka pijak saat ini. Hana terlihat pucat. Ada apa dengannya? Apa dia habis kecelakaan? Kening Veronika mengerut tidak suka. Bisa-bisa Marcell menaruh perhatian pada Hana.   Melihat Veronika yang mendadak muncul, Hana sedikit mengepalkan tangan. Dia tidak bisa bertindak untuk memulai pembicaraan dengan Marcell. Kecuali mungkin jika Marcell sendiri yang duluan menghampirinya. Kalau tidak, Veronika pasti akan melapor pada Alex Milan.   Tanpa berkata apa-apa Marcell menuruni tangga. Jantung Hana berdebar saat Marcell semakin dekat dengannya. Dia berharap sekali Marcell menanyainya. Dan benar saja Marcell berhenti tepat di dekatnya. Hana melirik pada Veronika yang ternyata terus mengawasinya dengan mata mel
Baca selengkapnya
Episode 42. Sangat Tidak nyaman
Wajah Green tampak murung. Saat ini ia sedang berbaring di ranjang single size, di sebuah kamar, dan diawasi oleh pengawal yang ditugaskan Anton untuk menjaganya. Kamar itu bukanlah kamar Hana. Itu adalah kamar barunya. Ukurannya tidak besar. Ada dua buah ranjang di sana, yang satu untuk Green dan di sisi lain untuk pengawal itu. Green cukup terkejut ketika tadi dia hendak masuk ke kamar Hana untuk beristirahat, ia malah dilarang oleh pengawal itu. Lalu pengawal itu mengantarnya ke kamar ini. Jadi, mulai hari ini dia tidak sekamar dengan Hana lagi. Hati Green merasa sedih. Apa Hana tahu tentang kepindahannya ke kamar ini? Green tidak berani bertanya tentang hal ini pada pengawal itu. Dia menyadari bahwa pengawal itu sama sekali tidak menyukainya. Bahkan selalu memperlihatkan tampang jijik padanya. Walaupun dia sudah terbiasa menghadapi orang-orang seperti itu, sebagai manusia tetap saja Green merasa sangat tidak nyaman. Green merasa tubuhnya
Baca selengkapnya
Episode 43. Mengadu
Sesampainya di kamar, Hana menyuruh Green berbaring di ranjang. Green hanya menurut saja. Pelayan Ema membawakan air jahe hangat yang diminta Hana ke dalam kamar.   "Green, minum dulu ini supaya perutmu enakan." Green menurut dan meminumnya perlahan. Setelah meminumnya sampai habis, Hana menaruh cangkirnya di atas nakas.   "Berbaringlah lagi." Green berbaring dan perutnya mulai terasa hangat.   "Ah, bajumu? Sepertinya itu bekas muntahan. Kamu harus ganti baju." Hana langsung ke ruang pakaian mengambil baju untuk Green. Green kembali duduk dan melirik ke bawah dan terkejut. Ia mendapati ada bekas muntahan di sana. Sewaktu muntah, Green ternyata tidak sengaja mengenai bajunya. Dengan cepat, Hana kembali dan membawa kaus katun untuk Green. Ia hendak membantunya berganti pakaian.   "Biar...biar aku saja." Green merasa tidak enak karena bajunya bekas muntahan.   "Lenganmu kan sakit, s
Baca selengkapnya
Episode 44. Perasaan Green
"Kenapa bapak menjitak suamiku?" Hana bertanya dengan gamblang pada pengawal yang saat ini ada di hadapannya.   "Saya tidak pernah menjitaknya, Nona!" Pengawal itu dengan cepat menyangkal. Dia berpikir pasti Green yang sudah mengadu pada Hana.   "Jawaban apa itu? Aku mendengar sendiri bapak menjitak Green di balik pintu, kenapa bapak malah menyangkalnya?" Hana berbohong. Dia sama sekali tidak mendengar pengawal itu menjitak Green. Tetapi dia percaya pada Green, apalagi Ghania juga mengatakan padanya bahwa pengawal itu tidak becus.   "Nona, pasti Tuan Green yang mengada-ada pada Nona. Tuan Green marah karena saya melarangnya masuk ke kamar Nona. Itu sebabnya dia memfitnah saya."   "Kau ini bicara apa sih? Melantur ya?" Kali ini Hana tidak memakai kata bapak lagi. "Aku mendengar sendiri kau menjitaknya. Yang kubutuhkan adalah jawaban. Kenapa kau melakukan itu?"   Pengawal itu menel
Baca selengkapnya
Episode 45. Putri Terbaik
Hari sudah malam. Saat ini, Jihan, Anton, Green, dan Hana sedang duduk di ruang keluarga. "Kenapa kau berbohong? Kau bahkan menjitak Green!" Wajah Jihan berubah merah karena marah. Dia mendongak menatap pengawal yang sedang berdiri di hadapan mereka semua. Baru saja pengawal itu menceritakan kebenaran dari kejadian tadi pagi dan juga perlakuan kasarnya pada Green. "Maafkan saya, Nyonya. Saya bersalah. Saya tidak akan mengulanginya lagi. Ini yang pertama dan terakhir saya melakukan hal semacam ini." Pengawal itu tampak menyesal. Jihan melirik Green yang hanya diam saja. "Jika kau mengulanginya lagi, kami akan memecatmu!" Jihan menoleh pada Anton. "Pa, hukuman apa yang cocok untuknya?" "Terserah Mama." Anton mendesah. Pengawal itu bersikap sesuka hati seperti itu pun karena arahan dirinya. Jadi bagi Anton, pengawal itu sebenarnya tidak sepenuhnya salah. "Kalau begitu, potong gajiny
Baca selengkapnya
Episode 46. Terbawa Perasaan
Green mendesah. Tadi sore Hana masih memberinya sebuah ciuman manis. Tetapi sekarang, Hana begitu berbunga-bunga untuk menemui lelaki lain. Sebenarnya, apa arti ciuman yang diberikan Hana untuknya? Ia memandangi cincin kawin yang melingkar di jari manisnya. Pernikahan mereka memang nyata, memang sungguhan. Tetapi, pernikahan ini hanya berlangsung untuk sementara saja. Green mengingatkan dirinya di dalam hati. Memangnya apa yang ia harapkan dari Hana? Kenapa ia begitu mudah terbawa perasaan? Dia hanyalah lelaki penyakitan yang bahkan tidak bisa menjaga dirinya sendiri. Lalu kenapa dia malah berani untuk mencoba berharap? Harusnya dia sadar, rasa kecewalah yang akan ia tuai jika berani berbuat seperti itu. Sementara itu, Hana dan Marcell duduk berdua di ruang tamu. Anton dan Jihan sengaja langsung pamit meninggalkan mereka berdua. Jika ditanya, jelas mereka ingin berlama-lama di situ untuk berbincang-bincang dan mengakrabkan diri dengan calon
Baca selengkapnya
Episode 47. Harus Sekolah
Sepeninggal Marcell, Anton tak bisa menahan rasa gembiranya lagi.   "Hana, kamu luar biasa!" Anton memeluk putrinya.   "Tentu saja! Aku yakin masalah akan lebih cepat beres nantinya, Pa." Hana mulai optimis.   "Syukurlah. Mama berharap Marcell segera mengungkapkan perasaannya padamu, lalu kamu menjelaskan semua kebenaran tentang skandal itu. Mudah-mudahan dia paham dan percaya padamu, dengan begitu kamu bisa langsung bercerai dengan Green!" Jihan berucap cepat dengan penuh semangat sambil merangkul putrinya itu.   Tetapi mendengar kata cerai, senyum Hana perlahan menyurut. Bagaimana dengan perceraian? Hati kecil Hana merasa terganggu.   ***   "Green!" Hana naik ke lantai atas dan mendapati Green duduk di sofa bersama Ema yang menjaganya. Pelayan Ema langsung pamit turun ke bawah. Hana pun langsung duduk di samping Green. "Aku pikir kamu masih di ruang keluarg
Baca selengkapnya
Episode 48. Tidur Bersama
"Sekarang lebih baik kamu tidur," ucap Hana kemudian. Green diam tetapi dia menurut dan langsung merebahkan dirinya di sofa besar itu. Green tidur dengan hati yang terbebani. Mulai dari rasa tidak nyamannya karena Hana sangat menyukai anak lelaki itu, ditambah lagi Hana tiba-tiba mengharuskannya untuk melanjutkan sekolah. Di tengah malam, Hana terbangun mendengar gumaman-gumaman tak jelas. Dia melirik ke arah Green yang sepertinya sedang mengigau. "Green?" panggilnya, tetapi tidak ada sahutan. Green terus saja bergumam tak jelas. Hana segera turun dari ranjang dan menghampiri Green. Dia curiga jangan-jangan Green sedang kambuh. Wajah Green tampak memerah. Hana langsung meletakkan telapak tangannya di kening Green dan mendapati Green kembali demam, walaupun tidak sedemam tadi siang. Hana pun keluar dari kamar dan kembali dengan membawa termos. Lalu dia memeriksa obat Green, dan mengambil obat penurun panas yang ada di san
Baca selengkapnya
Episode 49. Serasa Dipermainkan
"Pa, apa maksud Papa memakai pengawal yang sama untuk menjaga Green?" Hana langsung bertanya begitu sampai di ruang makan. "Memangnya kenapa jika papa tetap memakainya?" Anton bertanya dengan nada ringan. "Aku tidak melarang papa untuk mempekerjakannya. Tapi tidak untuk mengawasi Green." Hana benar-benar keberatan. "Hana, bukankah kamu pernah mengatakan kalau tiap manusia berhak mendapat kesempatan yang kedua? Papa hanya memberikannya kesempatan." "Tapi kan..." "Memang teorimu itu lebih mudah untuk dikatakan daripada dipraktekkan," sela Anton. Hana terdiam. "Jika dia berbuat kesalahan lagi, Papa harus pecat dia." Setelah berucap seperti itu, Hana berbalik dan menemui Green. "Hana," ujar Green dengan raut sedih. Dia tidak ingin pengawal itu yang menjaganya. Hana menarik Green ke ruang lain. "Green, aku masih tidak paha
Baca selengkapnya
Episode 50. Kenangan Lalu
Reyhans menghela nafas pelan. Saat ini dia sendirian berada di balkon kamarnya. Dia menyesap teh hijau miliknya lalu membuka ponsel. Di sana ada potret lama seorang wanita muda yang cantik memiliki bola mata indah berwarna hazel.   "Seville," gumam Reyhans sambil memandangi foto itu. Seville adalah cinta pertama Reyhans semasa sekolah dulu. Sayangnya ketika dewasa, Reyhans dipaksa menikah dengan perempuan yang berstatus sederajat dengan keluarganya. Walaupun Seville sangat mencintai Reyhans tetapi ia tidak mau menjadi wanita kedua yang merusak rumah tangga orang. Pada akhirnya, Seville menikah dengan pria lain. Tetapi Seville dan lelaki itu meninggal muda karena kecelakaan. Seville meninggalkan seorang putri bernama Alicia. Alicia begitu mirip dengan Seville. Apalagi mata indahnya yang berwarna hazel. Itu benar-benar mirip. Benar-benar hasil duplikat Seville. Reyhans yang masih begitu mencintai Seville, memutuskan untuk membawa Alicia dari panti asuhan, merawatn
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
25
DMCA.com Protection Status