"Kenapa bapak menjitak suamiku?" Hana bertanya dengan gamblang pada pengawal yang saat ini ada di hadapannya.
"Saya tidak pernah menjitaknya, Nona!" Pengawal itu dengan cepat menyangkal. Dia berpikir pasti Green yang sudah mengadu pada Hana.
"Jawaban apa itu? Aku mendengar sendiri bapak menjitak Green di balik pintu, kenapa bapak malah menyangkalnya?" Hana berbohong. Dia sama sekali tidak mendengar pengawal itu menjitak Green. Tetapi dia percaya pada Green, apalagi Ghania juga mengatakan padanya bahwa pengawal itu tidak becus.
"Nona, pasti Tuan Green yang mengada-ada pada Nona. Tuan Green marah karena saya melarangnya masuk ke kamar Nona. Itu sebabnya dia memfitnah saya."
"Kau ini bicara apa sih? Melantur ya?" Kali ini Hana tidak memakai kata bapak lagi. "Aku mendengar sendiri kau menjitaknya. Yang kubutuhkan adalah jawaban. Kenapa kau melakukan itu?"
Pengawal itu menel
Terima kasih atas dukungan readers yang selalu mengikuti kisah Hana dan Green! SARANGHEO! ♥️
Hari sudah malam. Saat ini, Jihan, Anton, Green, dan Hana sedang duduk di ruang keluarga."Kenapa kau berbohong? Kau bahkan menjitak Green!" Wajah Jihan berubah merah karena marah. Dia mendongak menatap pengawal yang sedang berdiri di hadapan mereka semua. Baru saja pengawal itu menceritakan kebenaran dari kejadian tadi pagi dan juga perlakuan kasarnya pada Green."Maafkan saya, Nyonya. Saya bersalah. Saya tidak akan mengulanginya lagi. Ini yang pertama dan terakhir saya melakukan hal semacam ini." Pengawal itu tampak menyesal. Jihan melirik Green yang hanya diam saja."Jika kau mengulanginya lagi, kami akan memecatmu!" Jihan menoleh pada Anton. "Pa, hukuman apa yang cocok untuknya?""Terserah Mama." Anton mendesah. Pengawal itu bersikap sesuka hati seperti itu pun karena arahan dirinya. Jadi bagi Anton, pengawal itu sebenarnya tidak sepenuhnya salah."Kalau begitu, potong gajiny
Green mendesah. Tadi sore Hana masih memberinya sebuah ciuman manis. Tetapi sekarang, Hana begitu berbunga-bunga untuk menemui lelaki lain. Sebenarnya, apa arti ciuman yang diberikan Hana untuknya?Ia memandangi cincin kawin yang melingkar di jari manisnya. Pernikahan mereka memang nyata, memang sungguhan. Tetapi, pernikahan ini hanya berlangsung untuk sementara saja. Green mengingatkan dirinya di dalam hati. Memangnya apa yang ia harapkan dari Hana? Kenapa ia begitu mudah terbawa perasaan? Dia hanyalah lelaki penyakitan yang bahkan tidak bisa menjaga dirinya sendiri. Lalu kenapa dia malah berani untuk mencoba berharap? Harusnya dia sadar, rasa kecewalah yang akan ia tuai jika berani berbuat seperti itu.Sementara itu, Hana dan Marcell duduk berdua di ruang tamu. Anton dan Jihan sengaja langsung pamit meninggalkan mereka berdua. Jika ditanya, jelas mereka ingin berlama-lama di situ untuk berbincang-bincang dan mengakrabkan diri dengan calon
Sepeninggal Marcell, Anton tak bisa menahan rasa gembiranya lagi. "Hana, kamu luar biasa!" Anton memeluk putrinya. "Tentu saja! Aku yakin masalah akan lebih cepat beres nantinya, Pa." Hana mulai optimis. "Syukurlah. Mama berharap Marcell segera mengungkapkan perasaannya padamu, lalu kamu menjelaskan semua kebenaran tentang skandal itu. Mudah-mudahan dia paham dan percaya padamu, dengan begitu kamu bisa langsung bercerai dengan Green!" Jihan berucap cepat dengan penuh semangat sambil merangkul putrinya itu. Tetapi mendengar kata cerai, senyum Hana perlahan menyurut. Bagaimana dengan perceraian? Hati kecil Hana merasa terganggu. *** "Green!" Hana naik ke lantai atas dan mendapati Green duduk di sofa bersama Ema yang menjaganya. Pelayan Ema langsung pamit turun ke bawah. Hana pun langsung duduk di samping Green. "Aku pikir kamu masih di ruang keluarg
"Sekarang lebih baik kamu tidur," ucap Hana kemudian. Green diam tetapi dia menurut dan langsung merebahkan dirinya di sofa besar itu. Green tidur dengan hati yang terbebani. Mulai dari rasa tidak nyamannya karena Hana sangat menyukai anak lelaki itu, ditambah lagi Hana tiba-tiba mengharuskannya untuk melanjutkan sekolah.Di tengah malam, Hana terbangun mendengar gumaman-gumaman tak jelas. Dia melirik ke arah Green yang sepertinya sedang mengigau."Green?" panggilnya, tetapi tidak ada sahutan. Green terus saja bergumam tak jelas. Hana segera turun dari ranjang dan menghampiri Green. Dia curiga jangan-jangan Green sedang kambuh.Wajah Green tampak memerah. Hana langsung meletakkan telapak tangannya di kening Green dan mendapati Green kembali demam, walaupun tidak sedemam tadi siang. Hana pun keluar dari kamar dan kembali dengan membawa termos. Lalu dia memeriksa obat Green, dan mengambil obat penurun panas yang ada di san
"Pa, apa maksud Papa memakai pengawal yang sama untuk menjaga Green?" Hana langsung bertanya begitu sampai di ruang makan."Memangnya kenapa jika papa tetap memakainya?" Anton bertanya dengan nada ringan."Aku tidak melarang papa untuk mempekerjakannya. Tapi tidak untuk mengawasi Green." Hana benar-benar keberatan."Hana, bukankah kamu pernah mengatakan kalau tiap manusia berhak mendapat kesempatan yang kedua? Papa hanya memberikannya kesempatan.""Tapi kan...""Memang teorimu itu lebih mudah untuk dikatakan daripada dipraktekkan," sela Anton.Hana terdiam. "Jika dia berbuat kesalahan lagi, Papa harus pecat dia." Setelah berucap seperti itu, Hana berbalik dan menemui Green."Hana," ujar Green dengan raut sedih. Dia tidak ingin pengawal itu yang menjaganya. Hana menarik Green ke ruang lain."Green, aku masih tidak paha
Reyhans menghela nafas pelan. Saat ini dia sendirian berada di balkon kamarnya. Dia menyesap teh hijau miliknya lalu membuka ponsel. Di sana ada potret lama seorang wanita muda yang cantik memiliki bola mata indah berwarna hazel. "Seville," gumam Reyhans sambil memandangi foto itu. Seville adalah cinta pertama Reyhans semasa sekolah dulu. Sayangnya ketika dewasa, Reyhans dipaksa menikah dengan perempuan yang berstatus sederajat dengan keluarganya. Walaupun Seville sangat mencintai Reyhans tetapi ia tidak mau menjadi wanita kedua yang merusak rumah tangga orang. Pada akhirnya, Seville menikah dengan pria lain. Tetapi Seville dan lelaki itu meninggal muda karena kecelakaan. Seville meninggalkan seorang putri bernama Alicia. Alicia begitu mirip dengan Seville. Apalagi mata indahnya yang berwarna hazel. Itu benar-benar mirip. Benar-benar hasil duplikat Seville. Reyhans yang masih begitu mencintai Seville, memutuskan untuk membawa Alicia dari panti asuhan, merawatn
Green sedang menikmati kue stroberi yang baru saja disajikan oleh pelayan Silvi. Kue itu masih hangat dan benar-benar lezat, apalagi potongan-potongan buah stroberinya terasa segar ketika Green mengunyahnya.Green melirik pada pengawal itu yang hanya duduk diam menatap ke arah yang lain. Walaupun Green tidak menyukai pengawal itu, tetapi ia tetap menawarkannya untuk menyicipi kue stroberi yang dibuatkan khusus untuknya. Dan seperti kemarin, pengawal itu menolak tetapi kali ini dengan nada yang lebih sopan.Green memakan dan memakannya lagi. Dia suka kue stroberi ini. Puding buah kemarin juga disukainya. Sepertinya semua makanan dia sukai asalkan rasanya enak. Pengawal itu diam-diam meliriknya dan menghela napas perlahan. Sebenarnya dia adalah pekerja yang bisa diandalkan oleh Anton. Kejadian kemarin juga sebenarnya dia melakukan tugasnya dengan cukup baik sesuai keinginan Tuan Anton, tetapi di mata Nona Hana, dia malah disebut pengawal tak b
"Hmm, sepertinya besok memang tidak bisa, Green. Aku akan membuat janji temu dengan dokter itu segera. Mungkin kalau dua hari lagi sudah bisa," ucap Hana. Andai saja tidak ada presentase, dia pasti akan permisi untuk tidak sekolah besok. Dia sudah berjanji pada ayah dan ibunya agar lebih mendahulukan prestasi sekolah dan Marcell di atas Green. Itu sebabnya ia tidak bisa melewatkan presentase besok. Selain masalah nilai, Marcell tentu kecewa jika besok dia tidak hadir. "Baiklah. Tidak apa-apa," jawab Green tersenyum. Mereka pun pulang ke rumah. Pelayan Ema langsung menghampiri Hana. "Nona, tadi ada barang yang datang. Kami menaruhnya di kamar Nona." "Oh, ya sudah. Terima kasih, Ema." Hana menoleh pada Green. "Kamu mandi dulu di kamarmu, setelah mandi, datang ke kamarku. Barang yang datang itu milikmu, Green." "Baiklah, aku mandi dulu." Hana dan Green pun berpisah. Sementara Pak Bian mengekori