"Percuma tampan tapi penyakitan! Dia juga bodoh dan miskin!" Begitulah orang-orang mencemoohnya. Dia adalah seorang pemuda bernama Green Williams (21 tahun). Bagaimana jika kamu memiliki suami seperti Green? Penyakitan, lamban dan selalu bergantung padamu. Itulah yang dialami Hana Winata (18 tahun) ketika satu keadaan memaksanya untuk menikahi Green. Mampukah dia hidup bersama lelaki itu? Apakah Hana akan mempertahankan Green? Atau justru membuangnya?
View More"To..long aku.." Seorang pemuda berusia 21 tahun itu berupaya mengeluarkan suaranya yang serak bercampur lelah. Tubuhnya terkulai di lantai lapangan basket yang berdebu. Wajah tampannya sudah dipenuhi keringat dan pakaian sekolah yang ia kenakan sudah lusuh dan kotor. Dari wajahnya, terlihat ekspresi ketakutan bercampur pasrah terhadap apa yang akan terjadi selanjutnya. Yang bisa ia harapkan hanyalah keajaiban untuk dapat lolos dari situasi yang sedang ia hadapi saat ini.
"Gara-gara kamu, kami kena hukuman lagi. Berani sekali ya, kau mengadu? Ini akibatnya kalau kamu mencoba melawan pada kami." Salah seorang siswa laki-laki menarik kasar kerah kemeja pemuda itu, lalu kembali melayangkan tinjunya.
Buagghh! Buggh! Brakk! Dua pukulan menghantam kepalanya.
"Ukh...!" Pemuda malang itu mengerang kesakitan. Dia merasakan kepalanya berdentam dan matanya mulai berkunang-kunang. Tubuhnya menggeliat tak berdaya. Tidak ada siapapun di sana kecuali dirinya dan tiga orang siswa lainnya yang tengah membullynya.
Suara tawa keras menggema. "Dasar tidak berguna. Usia sudah 21 tahun tapi masih anak SMA. Kenapa nggak mati aja, sih? Sudah penyakitan gitu, masih aja nggak tahu diri." Dengan cepat siswa lelaki itu mengeluarkan pisau dari kantong celana seragamnya. Tetapi salah seorang temannya dengan segera menahan tangannya
"Hei, kamu mau ngapain? Nanti dia beneran mati lho. Kita kan cuma mau kasih dia pelajaran. Jangan terlalu berlebihan!"
"Tenang, aku cuma mau buat tanda di mukanya aja kok." Seringai siswa lelaki itu membuat bulu kuduk berdiri. Sepertinya dia memang memiliki jiwa psikopat. Dia tidak berpikir, apa resikonya jika ia sampai berbuat seperti itu.
"Kamu itu memang paling brengsek. Cuma tampang yang dia punya, itupun mau kau hancurkan juga. Ckckck." Temannya itu menggelengkan kepala.
Alasan siswa lelaki itu ingin mencoret wajah pemuda malang tersebut tidak lain karena faktor iri dan dengki. Pemuda malang itu bernama Green Williams. Ia sangat tampan dan wajahnya tidak seperti umumnya wajah Asia. Hal itu membuat kebanyakan siswa lelaki di sekolah itu menjadi jengkel padanya.
Green merasakan napasnya sesak dan pandangannya semakin memburam. Apa penyakitnya akan kumat? Tidak, tidak boleh! Tuhan, jangan biarkan penyakitnya kambuh, mereka akan semakin menggila untuk menghajarnya nanti. Green memaksakan diri untuk tetap membuka mata. Sungguh ia takut sekali jika penyakitnya kumat di tempat itu, karena jika dia kambuh, dia semakin tidak bisa melindungi dirinya sendiri. Setidaknya jika dalam keadaan sadar, Green masih bisa melindungi organ vitalnya.
"Sudah deh, kalian berdua ini jangan bikin masalah besar. Dia sudah sekarat begitu. Lebih baik kita balik. Aku bosan di sini terus." Seorang temannya yang lain ikut membuka suara. Sedari tadi kedua temannya sibuk menghajar Green, sementara dia hanya asyik menonton.
"Tunggu sebentar. Aku mau coret pipinya! Wajahnya itu membuatku muak! Gara-gara dia, Ghania malah jauhi aku!" Siswa lelaki itu mendekat pada Green dan mencengkeram rahangnya kuat. Memaksa Green mendongak padanya. Lalu ia pun mengarahkan pisaunya pada pipi lelaki malang itu. Baru saja ia hendak akan menekan pipi Green dengan mata pisau, suara langkah kaki terdengar. Mereka bertiga seketika menoleh ke sumber suara.
"Ada yang datang. Ayo kita pergi dari sini!"
"Ayo, cepat. Ngapain lagi kau?" Salah satu dari mereka menarik lelaki yang memegang pisau.
"Biarkan aku melakukannya sebentar!" pekiknya geram dan langsung dibekap oleh salah satu temannya, sementara tubuhnya sudah diseret paksa oleh mereka.
"Kau mau dipecat dari sekolah ini? Kalau ketahuan bisa gawat. Jangan jadi orang gila!" Seru temannya marah dengan suara pelan. Mereka pun berlari melalui jalur pintu lain dari ruang basket tersebut.
Green mengatur napas. Rasanya tubuhnya sulit sekali untuk digerakkan. Maka dari itu dia memilih diam sejenak. "Hah.. Hah.. Hah.." Green bernafas perlahan. Berupaya menenangkan diri. Mudah-mudahan penyakitnya tidak kumat di saat seperti ini.
Baru beberapa detik, suara langkah kaki itu semakin jelas, ternyata di sana ada dua orang gadis yang masih berpakaian olahraga sedang berjalan melewati ruang lapangan basket tersebut.
"Lihat itu!" Suara seorang gadis terdengar samar-samar di telinga Green.
"Itu, itu bukannya Green? Jangan-jangan penyakitnya lagi kambuh?" sahut seorang gadis lainnya. Green sedikit bergerak begitu mendengar suara gadis yang kedua. Gadis yang kedua adalah gadis yang benar-benar disukai Green di sekolah itu. Namanya Ghania Winata. Itu sebabnya walau pendengarannya samar-samar saat ini, tetapi begitu perempuan itu yang bersuara, dia langsung cepat mengenali suara itu.
"Ghania.. Ghania," gumamnya pelan.
"Eh? Dia memanggilmu. Bagaimana ini? Aku takut." Temannya Ghania tampak panik. Ghania bingung harus berbuat apa. Apa dia harus mendekat saja dan menolongnya? Bagaimana kalau temannya itu bercerita pada yang lain? Dia tentu akan mendapat ejekan karena bersikap peduli pada Green.
"Aku.." Ghania merasa ragu.
"Sudahlah. Aku jijik lihat dia. Kita pergi aja, yuk," ucap temannya Ghania.
"Kita pergi?" tanya Ghania tak percaya.
"Iya. Memangnya kamu nggak jijik?" tanya temannya dengan mata melotot.
"Eh, um.. Jujur aja, iya. Aku jijik banget," jawab Ghania terpaksa.
Deg..!
Jijik? Begitukah? Green memejamkan matanya. Seluruh tubuhnya memang sakit tetapi hatinya jauh lebih sakit saat ini. Suara Ghania terdengar begitu lantang, sehingga Green mampu mendengarnya dengan baik. Sementara Ghania sendiri sedang merinding karena membayangkan kejadian yang lalu-lalu sewaktu penyakit Green kumat. Di satu sisi Ghania kasihan, tetapi di sisi lain dia takut menolong karena sewaktu penyakit Green kumat, itu tampak mengerikan menurutnya. Belum lagi dia akan mendapat ejekan dari teman-teman sekelasnya.
"Hmmm. Terus bagaimana? Kita pergi aja, ya. Repot banget kalau panggil guru lagi," ucap teman Ghania. Suasana memang sudah sore, dan mungkin hanya tersisa beberapa guru. Mereka biasanya berada di ruang kantor saat ini. Ruang tersebut memang cukup jauh dari lokasi itu. Mereka harus naik beberapa lantai lalu masih harus melewati koridor yang panjang.
Ghania diam beberapa saat lalu akhirnya membuka suara, "Ya sudah. Ayo kita pergi sekarang. Jangan sampai ada yang melihat kita."
Drap drap drap.. Mereka pun berlari meninggalkan Green yang sudah tak berdaya.
Selama beberapa bulan bergabung di sekolah itu, walaupun bisa dikatakan tidak dekat, tetapi Ghanialah yang selalu bersikap ramah kepada Green. Sementara siswa-siswa lain selalu menghindarinya. Bahkan kebanyakan suka sekali membullynya. Itulah sebabnya, Green jatuh hati pada gadis itu. Ghania tampak berbeda dari yang lain. Tetapi, apa yang didengarnya saat ini, sudah membuktikan bahwa Ghania ternyata sama saja dengan siswa-siswi lainnya.
Saat ini, Green lagi-lagi merasa tidak berguna. Dia berpikir, kenapa dia tidak mati saja? Bahkan seharusnya dia tidak perlu dilahirkan ke dunia ini.
***
Namaku Green. Margaku...maaf, aku cukup enggan menyebutkan margaku. Orang tuaku sudah membuangku sejak aku berusia lima tahun. Waktu itu mereka menyuruh pelayan yang merupakan pengasuhku, sejak aku bayi, agar membawaku jauh dari mereka. Dan sekarang di sinilah aku tinggal. Di salah satu kota di negeri ini. Aku tak perlu menyebutkannya di kota mana, karena kami sering berpindah tempat.
Saat orang-orang pertama kali memandangku, mereka akan terpesona dan menilaiku sempurna. Aku tidak melebihkan. Aku memang sangat tampan. Ya, begitulah kata mereka. Tetapi aku mengidap penyakit yang menjengkelkan. Dan karena penyakitku ini, tidak ada satu orang pun yang mau mendekatiku.
Apa kamu merasa kasihan padaku? Kalau memang iya, aku rasa kamu cukup baik. Di sekolahku, tidak ada siswa yang merasa kasihan padaku. Aku selalu ditindas. Jujur aku benar-benar sudah tidak tahan akan penindasan ini. Aku ingin segera mengakhirinya.
Kadang aku bermimpi penyakitku telah sembuh. Sering sekali aku bermimpi seperti itu. Rasanya bahagia sekali. Sayang, itu cuma mimpi. Dan setelah bangun, rasanya itu sangat menyesakkan di dada karena kutahu aku tak akan mungkin bisa sembuh.
Sepertinya, kamu ingin tahu aku sakit apa sebenarnya? Penyakitku ini umum diketahui hampir semua orang. Tetapi aku cukup malu mengatakan langsung padamu tentang penyakitku. Walaupun demikian, bersabarlah sedikit waktu, karena sebentar lagi kamu juga akan tahu.
Halo, novel Suami Tak Sempurna sudah tamat.Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada semua Readers. Terima kasih karena Readers sekalian selalu mendukung novel ini dengan memberikan Vote, komentar dan ulasan bintang 5. Dukungan Readers membuat saya bersemangat untuk menulis.Untuk kelanjutan Green dan Hana, apakah ada kelanjutan lagi, Itu saya masih belum bisa memutuskannya. Saya harap Readers sekalian yang berharap buku baru untuk lanjutan, tidak merasa kecewa. Alasannya karena saya masih mau berfokus untuk menulis novel "Terlambat Mencintai Lisa." Dan novel baru lagi yang berjudul Kematian Tagis Sang Putri (yang ini novel fantasi, masih lama lagi dirilis karena outline belum saya buat).Sekali lagi, saya mengucapkan terima kasih. Semoga Readers sekalian sehat selalu. ^^ ❤️
"Rafa, lihat pengantin sudah tiba!" seru Sartika dengan riang.Sartika memeluk Hana. "Kamu cantik sekali, Hana.""Terima kasih, Sartika. Kamu juga cantik hari ini," balas Hana tersenyum hangat."Waw! Kak Green sudah persis seperti pangeran!" seru Rafa dengan tatapan takjub. Green tersenyum lebar mendengarnya."Kamu bisa saja, Rafa!" ucap Green sambil mengusap pelan rambut Rafa. Karena rambut Rafa sangat rapi hari ini."Kak Hana juga seperti tuan putri!" seru Rafa ketika matanya beralih pada Hana."Rafa kamu juga sangat tampan memakai tuxedo itu!" puji Hana.Rafa tersenyum malu saat giliran dirinya yang dipuji."Rafa, kamu pasti akan menjadi pemuda yang tampan ketika besar nanti," ucap Reyhans memuji dengan tulus."Terima kasih, Kek. Kakek juga sellau tampan!" ucap Rafa tersenyum manis sambil mengacungkan jempol. Reyhans, Anton, Jihan, kedua orang tua Rafa, dan juga Sartika, terkekeh melihat tingkah lucu Rafa."Rafa adalah anak yang baik!" ucap Anton. Budi dan Mirna tersenyum manis men
Setelah peristiwa pembelian PT. Andalan Winata lalu disusul di mana perusahaan itu dengan mudahnya kembali stabil, keluarga besar Winata selalu mencoba berbagai cara untuk bisa berkomunikasi dengan Green dan Hana. Mereka sungguh penasaran pada Green!Saat Anton memberi tahu mereka siapa Green sebenarnya, jantung mereka seolah meletup mendengarnya. Mereka semakin menggebu-gebu dan tak sabar ingin bertemu dengan Green dan Hana, tetapi mereka sulit melakukannya. Mereka mencoba mendesak Anton dan Jihan berulang kali tetapi hasilnya nihil. Anton dan Jihan sama sekali tidak mau bekerja sama dengan mereka.Pernah sekali peristiwa Shila mencoba datang ke kampus Williams, tetapi tidak menemukan mereka. Itu karena Green dan Hana memang sengaja menghindarinya. Begitu pula dengan Ryan, saat patah tulangnya baru sembuh, ia langsung mencoba mendekati mereka di kampus, tetapi sekali lagi mereka dengan mudahnya menghilang dari pandangannya. Itu bukanlah sesuatu yang sulit bagi Jack agar keluarga besa
"Kamu menjengukku lagi?" ucap Marcell pada Green. Dia tidak menyangka Green menjenguknya lagi."Kenapa? Apa kamu bosan melihat wajah kakakmu ini?" tanya Green tersenyum menggoda."Iya, aku bosan," jawab Marcell berbohong. Dia malah memakan kue kesukaannya yang baru saja dibawa oleh Green. Green terkekeh pelan.Mereka lalu bercengkerama dan akhirnya menyingung soal Reyhans, kakek mereka berdua."Apa kamu pernah melihat Kakek semarah waktu itu? Kamu pasti tahu sendiri bahwa Kakek biasanya selalu mampu menjaga emosinya. Dia selalu bersikap tenang dan berwibawa. Tetapi melihat keadaanmu seperti ini, Kakek lebih menunjukkan emosinya. Tahu kenapa? Itu karena kakek menyayangimu, Marcell.""Aku tidak percaya," jawab Marcell."Ini hanya pendapatku saja," balas Green. "Apa kamu tahu? Di hari kamu kecelakaan, Kakek sampai di Singapura saat sore hari. Tetapi begitu mendengar kamu kecelakaan, dia langsung kembali ke sini malam itu juga untuk melihat keadaanmu di rumah sakit. Kakek kita sudah tua,
Hana : Veronika, apa kamu tahu Marcell kecelakaan kemarin malam? Dia dirawat di Williams Hospital.Veronika : Aku tahu. Tapi apa benar dokter memvonis Marcell akan lumpuh seumur hidup?Hana : Iya, itu benar. 🥺 Tapi di dunia selalu ada keajaiban. Maksudku, tidak ada yang mustahil, bukan? Apa kamu berniat menjenguk Marcell besok?Veronika tampak ragu menjawabnya. Besok adalah hari Minggu, itu adalah waktu yang cocok untuk mengunjungi Marcell.Veronika : Aku akan mengunjunginya besok.Hana : Baguslah. Jam berapa kamu akan datang?Veronika tidak membalasnya lagi.***"Kamu sendirian?" tanya Green ketika dia dan istrinya masuk ke ruang rawat Marcell. Marcell yang sedang melamun agak terkejut melihat mereka."Ada perawat," jawab Marcell datar. Sally baru saja keluar untuk membawa pakaian ganti dari rumah. Sementara Albert sibuk mengurus mini market barunya."Kami membawa makanan kesukaanmu," ucap Green sambil membuka isi makanan yang ia bawa."Dari mana kamu tahu aku suka itu?" tanya Marcel
Begitu melihat Reyhans, Marcell segera memalingkan wajahnya. Reyhans mendesah melihat tingkah cucu bungsunya itu."Marcell, kamu mau makan, Sayang?" tanya Sally dengan suara lembut."Tidak," ucapnya tegas.Reyhans membuka suara. "Marcell, karena kamu terbiasa berbalapan mobil, akibatnya kamu menjadi sepele dalam berkendara. Benar-benar hobi yang konyol. Lihat sekarang keadaanmu. Kepalamu dijahit dan kakimu lumpuh. Teruslah kamu menjadi cucu pemberontak. Mana tahu nasibmu menjadi lebih bagus," sarkas Reyhans. Green dan Hana saling memandang. Menurut Hana, ini bukanlah waktu yang tepat untuk memarahi Marcell. Marcell saat ini butuh dihibur. Tetapi Kakek Reyhans sudah tidak bisa membendung rasa kecewanya.Marcell mengeraskan rahangnya dengan tangan mengepal. Dia benci mendengar ucapan kakeknya. Dia benci hobi yang sangat dia cintai, diejek dan dicerca seperti itu."Kakek," ucap Green sambil menghampiri kakeknya. "Kecelakaan Marcell itu karena dia mabuk. Ini sebenarnya tidak berhubungan de
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments