All Chapters of Lentera Kegelapan: Chapter 21 - Chapter 30
115 Chapters
Chapter 20 – Balok Es
POV MARIA   Teriknya panas matahari siang ini, membuatku berjalan melewati rute yang berbeda dari biasanya. Aku melewati gang sempit yang jarang bahkan seingatku baru kali ke dua dengan sekarang melaluinya. Sebuah gang yang memisahkan dua buah gedung tinggi, jalan pintas yang lebih cepat untuk sampai ke stasiun monorail. Baru beberapa puluh langkah aku berjalan di gang, aku merasakan hawa dingin yang sangat aneh. awalnya aku sempat berpikir kalau hawa dingin ini mungkin dari pengaruh dari kelembaban udara karena kurangnya sinar matahari yang mampu menembus ke gang kecil ini. Namun perasaanku mulai tak menentu ketika sudah berada di tengah-tengah gang, hawa dingin terasa mulai menusuk-nusuk kulitku. Ada perasaan takut menyelinap ke dalam hatiku, apalagi saat aku merasa ada bayangan yang berkelebat di belakangku. Aku pun mempercepat langkah kakiku, sambil sekali-sekali melihat ke belakang. takut ada orang yang mengikuti dan berniat jah
Read more
Chapter 21 – Shocked
POV MARIA  Kami memasuki gang kecil diantara gedung tinggi itu, sebenarnya rasa takut masih menguasai hatiku, namun aku coba berani karena ada Ray di sampingku, apalagi tangan kami masih saling menggenggam. Langkah demi langkan aku berjalan memasuki gang, tapi aku merasakan suasana yang berbeda dari saat tadi aku sendiri.  Hawa dingin tak terasa lagi, balok-balok es itu pun tak terlihat bahkan jalan yang aku injak pun semuanya kering tak ada bekas air ataupun es yang mencair. Ada apa ini? Pikiranku bertanya-tanya tak mungkin jalanan ini bisa kering dalam waktu cepat.  "Mana?" Tanya Ray dengan suara pelan.  "Tadi ada kok di sekitar sini, aku jelas banget melihat balok-balok es itu " kataku dengan agak kebingungan.  Mataku masih terus mencari keberadaan balok-balok es itu, namun tak dapat kutemukan sama sekali, baik itu balok es nya ataupun bekasnya yang berupa tetesan air. Aku tak mungkin salah liha
Read more
Chapter 22 – Bukan Hariku
POV RAY   Aku tak menyangka bila hari ini, jadi hari yang mungkin saja terakhir bagiku bila aku tak mengambil tindakan yang sebenarnya tak aku inginkan. kejadiannya berawal saat aku pulang dari sekolah. Selesai menjalani UAS hari ini, aku tidak langsung jalan pulang. Aku mampir dulu ke toko buku untuk membeli dua buah buku yang sudah lama ngantri untuk aku baca.  Soal-soal UAS hari ini, aku mampu menyelesaikannya dengan cepat, jadi satu kesempatan bagus untuk membaca buku, sebelum aku bersiap untuk menghadapi pelajaran fisika dan bahasa inggris untuk UAS esok hari. Kedua pelajaran yang paling aku suka, Karena dalam pelajaran fisika aku banyak mempelajari tentang kekuatanku, hingga aku bisa banyak mengembangkan kekuatanku, bagaimana meengendalikan air dan es menjadi salju.  Keluar dari toko buku, sepintasan aku melihat beberapa orang dengan pakaian jas hitam membuntuti. Orang-orang berpakaian seperti itu dulu pernah aku
Read more
Chapter 23 – Temani Aku
POV Maria   Suasana hatiku sudah berganti, perasaan aman mengalir dan memenuhi setiap sudutnya. Keberadaan Ray yang duduk manis di ruang tamu memberi nuansa yang lain hingga kusadari kalau aku harus membersihkan diri terlebih dulu.  "Ray, tak apa kan kalau aku tinggal sebentar," kataku sambil menatap Ray.  "Loh.., emang kamu mau ke mana Mar?" Tanya Ray balik menatapku. Kedua pasang mata kami saling bertemu, debaran jantungku semakin tak menentu.  "A..., aku gak ke mana-mana kok Ray, hanya ingin membersihkan diri dulu, gak enak banget nih habis keringatan," jawabku sambil mengibas pelan telapak tangan kanan ke tubuhku.  "Ohh sebentar, aku panggilkan adikku ya?"  "Justinn...!" teriakku memanggil Justin, yang baru beberapa menit lalu datang namun langsung masuk ke kamarnya.  "Nggak apa-apa kan kamu di temani sama adikku dulu?" tanyaku pada Ray.  "Apa sih Kak,
Read more
Chapter 24 – Jangan Pergi
POV Maria   Debaran jantungku semakin tak menentu, bahkan aku membayangkan, andai yang ada saat ini adalah Andre pacarku. Suasana hujan, di rumah hanya kami berdua. Ahhh..., Dre pasti kamu sudah memeluk dan mendekap aku dengan hangat lalu kami terhanyut dalam ciuman panjang yang penuh gairah...  "Hai Maria..., Kamu nggak apa-apa?" suara Ray menyadarkan aku dari khayalan indah penuh kehangatan dengan Andre.  "Ehhh..., Iy.., iya Dre ehh Ray. aku nggak apa-apa," jawabku tergagap dan salah menyebutkan nama.  "Kamu kok nggak duduk? Dari adikmu pergi kamu malah berdiri saja di situ, sampai Aku selesai baca satu bab di novel ini kamu masih saja berdiri, ngak pegel tuh?" kata Ray yang sukses membuat pipiku memanas karena rasa malu, kepergok berkhayal depan Ray.  "Yee..., gak selama itu kali, aku hanya sedang lihat kamu saja yang asyik banget bacanya," kataku mencoba membantah omongan Ray.  
Read more
Chapter 25 – Tamu Tak Diundang
POV DETEKTIF JOHAN   Pagi-pagi aku sudah kedatangan tamu tak diundang. Robert, orang dari divisi kepolisian khusus dia datang menemuiku di kantor. Wajahnya terlihat serius, ada kemarahan yang aku tangkap dari sorot matanya. Tanpa mengetuk pintu, dia masuk dan berdiri di depanku dengan memakai setelan jas berwarna putih dan kemeja abu-abunya terlihat sangat berkelas untuk profesi seorang polisi.  "Hallo Detektif!" sapa Robert, tanpa menunggu dipersilahkan dia sudah duduk di kursi depan mejaku.  "Hallo juga, ada angin apa yang membawamu datang ke kantorku?" tanyaku sambil menatap tajam ke arah Robert.  "Kemarin orang-orangku terbunuh dengan mengenaskan," kata Robert dengan wajah serius. Mendengar itu aku langsung mengerutkan dahi.  "Terus, apa hubungannya denganku?" tanyaku tak acuh.  "Jangan berlagak acuh seperti itu, aku serius dengan omonganku," sanggahnya sambil memajukan posisi
Read more
Chapter 26 – Rekaman CCTV
POV MARIA   Lega rasanya, bisa lalui hari ini. Terima kasih Ray, berkat kamu, aku bisa menyelesaikan semua soal-soal ujian Fisika hari ini. Senyum sumringah terukir dibibirku, ketika keluar dari ruang ujian. Soal Fisika bukan lagi pelajaran terberat untukku, aku akan merayakannya. Aku bergegas menuju ruang ujian Andre yang berada di ruang sebelah. Belum sempat aku meletakkan pantatku di bangku depan ruangan Andre, dia sudah keluar dengan wajah yang kusut.  Berulangkali dia menggerutu sambil garuk-garuk kepala tak jelas. Saat melihatku, dia langsung menghampiriku.  "Gile sayang, tadi susah banget," kata Andre dengan wajah sedih.  "Ah masa sih sayang, itu kan biasa aja, bahkan aku bisa ngerjain semuanya," kataku sambil tersenyum.  Andre menatap wajahku tak percaya dengan ucapanku, dan aku memperlihatkan wajah senangku.  "Nah gitu dong, pacarku tuh harus pinter," kata Andre memuji sam
Read more
Chapter 27 – Teman Lama
POV RAY Seperti pelajaran sebelumnya, Aku menyelesaikan soal-soal ujian lebih cepat dari yang lain. Bahkan aku selalu yang pertama menyerahkan hasil ujian ke meja pengawas. Gak bermaksud sombong sih. Tapi kupikir buat apa juga aku harus berlama-lama bengong ngeliatin kertas ujian bila sudah selesai aku kerjakan. Untuk mengisi waktu yang masih panjang, aku sengaja menunggu siswa yang lain pada keluar. Aku tak punya teman di sekolah, maksudku bukan tak punya sih tapi aku memang sengaja menjaga jarak dengan teman-temanku. Saat nongkrong seperti sekarang pun aku hanya duduk sendirian di depan sekolah. Walau kata nongkrong itu bukan gayaku, namun aku sengaja melakukannya agar bisa melihat gadis yang selama ini sudah mengisi hatiku, dia lah Maria. Mungkin ada kesempatan bagiku bisa mengantarnya lagi pulang sampai rumahnya.  Dentang bel keluar berbunyi, aku segera berdiri sambil mengarahkan pandanganku melihat ke halaman sekolah, mencari sosok Mari
Read more
Chapter 28 – Malam Itu
POV RAY Bangunan tua yang masih berdiri kokoh di tengah kota ini, menjadi satu-satunya rumahku. Tumbuh dan besar bersama dengan anak-anak lain yang senasib denganku. Mereka dan aku sama, terlahir kemudian ditinggalkan bahkan di antara mereka ada yang dibuang begitu saja di antara tumpukan sampah hingga hampir mati. Beruntung mereka keburu ditemukan warga dan dititipkan di panti ini.  Dengan asuhan pendeta dan para suster, kami tumbuh tanpa kekurangan kasih sayang. Seperti anak-anak lain di luar panti, kami bersekolah di sekolah umum. Selain sekolah, di panti kami diberikan ekstra kullikuler yang dapat mendukung untuk masa depan kami. Dari mulai belajar menyanyi, masak hingga kami diajari bela diri.  Pertemuanku dengan Alex tadi siang, membuka kembali ingatan bagaimana kami bertemu, tumbuh, bermain hingga bertarung mempertahankan diri. Ingatanku kembali pada saat usiaku baru tujuh tahun, ketika aku mulai mengetahui kalau ada keku
Read more
Chapter 29 – Empat Sekawan
POV Ray Aku tumbuh dan besar bersama-sama dengan anak panti lainnya. Seiring dengan pertambahan usia, hal itu tak membuatku lepas dari pengawasan bapa Joseph, dia selalu menjadi orang pertama yang datang menghampiriku dan menjadi pelindung bila aku bertingkah dan membahayakan orang-orang di sekelilingku. Bapa Joseph selalu dapat membuat hatiku tenang dengan dengan semua ucapannya.  “Ray, Bapa tahu kamu itu anak yang tangguh, tapi dengarlah nasehatku, di luar sana ada banyak sekali hal yang tidak kamu ketahui. Kamu harus bijak dalam menggunakan kekuatanmu. Ini adalah pemberian Tuhan yang tidak ternilai untukmu, jadi gunakanlah hanya bila kamu benar-benar berada dalam bahaya, atau ada yang mengacam saudaramu dan kamu perlu untuk melindunginya,” kata-kata Bapa Joseph yang sudah menempel di pikiranku dan menjadi kata terakhir juga yang di sampaikan padaku.  Kedekatanku dengan bapa Joseph menjadikan aku sering diajaknya berkeliling m
Read more
PREV
123456
...
12
DMCA.com Protection Status