Semua Bab DINIKAHI KONGLOMERAT: Bab 71 - Bab 80
127 Bab
Bab 71-MJD15
Aku termangu menatap punggungnya yang menjauh. Apakah balasan Tuhan secepat ini? Baru saja aku membelikan Kakek dan Bang Danes makanan. Tuhan mengirimkan Pak GM untuk menggantinya saat ini juga.   Namun saat ini bukan itu masalahnya. Kenapa aku jadi terharu atas perhatian Pak GM yang kurasa tulus, ya?    Hingga mobil itu lenyap dari pandangan, aku masih termangu sambil memegang dada. Ada rasa berkecamuk tak karuan. Entah sedih, bingung atau bahagia? Aku betul-betul belum bisa mencernanya.    Setelah mobil itu hilang dari pandangan. Aku memutar gagang pintu dan bergegas masuk. Wangi makanan yang diberikan Pak GM membuat perutku menjadi keroncongan.    Aku bergegas sholat maghrib. Setelah itu kuambil sendok dan gelas minum. Kugelarkan karpet di ruang depan sambil menyalakan televisi. 
Baca selengkapnya
Bab 72-MJD16
Aku memasuki ruangan office dengan tergesa. Setibanya di kubikel tempatku bekerja, segera kukemasi barang-barang pribadiku. Ada satu pasang sepatu di bawah kolong meja yang biasa kupakai saat hendak dinas luar. Beberapa sachet kopi dalam laci. Pastinya kopi penghilang penat ketika deadline. Serta buku agenda yang kubuat untuk mencatat jadwal harianku.    Kumasukan dalam satu kantong kecil yang kulipat dalam laci. Segera kubereskan berkas dan kubuat detail kerja yang masih pending serta yang sudah selesai untuk dilakukan handover.    Sekitar lima belas menit area kerjaku sudah rapi. Kini tinggal nunggu Pak Hilman datang untuk berpamitan dan serah terima pekerjaan. Setelah serah terima tinggal ke bagian HRD mengurus data kehadiran dan mengembalikan Id card.    Sambil menunggu penutupan meeting. Aku berjalan ke pantry mencar
Baca selengkapnya
Bab 73-MJD17
Aku menjatuhkan tubuhku dan menyembunyikan wajahku diantara kedua kakiku. Sedang berusaha menenangkan pikiran hingga sebuah ketukan membuatku dengan malas berdiri dan membuka gagang pintu.   “Kakek mau ketemu!”    Bang Danes sudah berdiri di depan pintu. Ekspresinya masih selalu menjadi misteri. Wajah itu justru malah menjadi semakin membuatku penasaran sebetulnya. Aku tidak bisa menebak apa isi pikirannya.    Kulirik Elha dan Ira masih berada di sana. Kali ini keduanya menatapku dengan tajam. Malas berbasa-basi dengan mereka. Malas juga melihat Elha yang sok akrab sekali dengan lelaki yang ada di depanku ini.    “Nanti, sore aku ke situ!” ucapku sambil mendorong daun pintu untuk segera menutupnya.    “
Baca selengkapnya
Bab 74-MJD18
Tiba-tiba ada suara bariton menyahut dari luar.   “Kenapa dia harus bantuin aku, Kek?” ternyata Bang Danes baru datang dengan berbagai belanjaan ditentengnya. Rupanya hendak mulai berjualan ketoprak lagi.    “Dinda berhenti kerja, Nes! Kalau bantuin kamu, nanti kamu bagi hasil jualan buat dia per porsi seribu misalnya … kasihan selama menganggur pasti tidak ada pemasukan!” ucap Kakek begitu bijak membuatku terharu. Namun memangnya aku bisa bantu apa? Bikin ketoprak? Aku aja gak bisa.   “Kenapa berhenti kerja?” Bukannya menjawab pertanyaan Kakek, lelaki itu malah bertanya padaku.    “Bukan rejekinya disitu … mungkin nanti mau cari kerja lagi di perusahaan lain!” Malas aku menceritakan panjang lebar.  &n
Baca selengkapnya
Bab 75-MJD19
Hari ini adalah hari di mana aku akan menghadiri interview di perusahaan Adireja. Aku sudah tampil fresh dengan setelan blezerku.   Sepagi ini pintu kontrakan depanku masih tertutup padahal biasanya pasti sudah terbuka. Selama dua minggu ini, aku dan Bang Danes selalu berangkat awal pagi. Namun sekarang waktu sudah menunjukkan pukul tujuh, lelaki itu tidak kelihatan batang hidungnya. Gerobaknya teronggok tanpa isi di depan kontrakannya.    “Assalamu’alaikum!” Aku mengetuk pintu kontrakan yang kini masih tertutup rapat. Aku takut dia kesiangan berjualan.     Namun tetap masih sepi. Tidak ada jawaban apapun hingga aku mengulangnya berkali-kali. Pada ketukan kelima, barulah pintu itu terbuka. Kulihat Kakek muncul dengan wajah masih mengantuk.     
Baca selengkapnya
Bab 76-MJD20
Setelah sejenak berdiam aku kembali mampu menguasai keadaan. Aku menatap tepat ke arah kamera yang terpasang pada perangkat meeting. Aku yakin dia sedang menatap wajahku dari balik layar sana.     “Maaf, Pak … saya tidak berhak menceritakan seseorang tanpa seijin orang itu. Lagi pula ini adalah interview untuk bagian sekretaris bukan? Tidak ada hubungannya antara rekan berjualan ketoprak saya dengan bidang yang akan saya jalani nanti!” Aku mencoba mematahkan pertanyaan tidak pentingnya itu.    “Ok, accepted. Satu pertanyaan lagi, apakah ada rencana menikah dalam waktu dekat?”     “Belum, Pak!”     “Calonnya sudah ada?”     
Baca selengkapnya
Bab 77 - MJD 21
"Karena aku lelaki, bukankah kamu akan menikah dengan seorang lelaki?” jawabnya singkat, dengan ekspresi wajah yang tidak bisa ditebak.     Aku terdiam. Tiba-tiba teringat perkataanku tadi pagi waktu interview.     “Hmmm … satu lagi, apa kriteria orang yang akan menjadi suamimu?” pertanyaan terakhir waktu interview tadi mendadak terngiang-ngiang.     “Kriterianya dia harus seorang lelaki, Pak ….” Itulah jawaban sekenanya yang kuberikan pada Direktur Adireja Grup tadi pagi.     Apakah Tuhan semudah itu mengabulkan perkataanku. Baru pagi tadi kubilang akan menikah dengan seorang lelaki. Siang ini seseorang mengajak menikah dengan alasan karena dia seorang lelaki. Sepertinya perkataanku
Baca selengkapnya
Bab 78 - MJD 22
“Ehmmm!” suara dehemannya membuatku gelagapan.   Tatapan matanya langsung beradu tepat dengan kedua netraku yang sejak tadi memperhatikannya.   Aku langsung menarik diri hendak kembali masuk ke kontrakanku. Namun suara bariton itu menghentikan langkahku.    “Kapan orang tua kita bisa bertemu? Orang tuaku siap kapan saja, bahkan hari ini pun bisa!”    “S-secepatnya!” Aku mendadak tergagap.    Lupa sudah rasa penasaranku tentang laptop mahalnya. Kini fokusku beralih pada rencana itu kembali.     Aku meninggalkannya tanpa berkata apa-apa lagi. Masuk ke dalam bangunan petakan tempat tinggalku dengan dada berdebar-debar. 
Baca selengkapnya
Bab 79 - MJD 23
Setelah induction training selesai, kami berkeliling. Bu Evita memperkenalkanku pada setiap divisi yang ada di perusahaan itu.Setelah mengantar Ajeng ke divisinya, Bu Evita mengantarku ke ruangan khusus direktur. Hanya ada kursi kosong di sana. Dia menunjukkan lemari-lemari file dan dokumen-dokumen yang nantinya akan berhubungan dengan pekerjaanku.Kemudian dia menunjukkan tempat dudukku yang berada pada satu kubikel khusus di dekat ruangan direktur.“Mbak Dinda, untuk sementara Pak Deva masih ada kesibukan di luar jadi mungkin belum bisa sering ke sini … selama itu pula, setiap tugas yang diberikan akan dikirimkan melalui email, ya!” ucap Bu Evita. “Baik, Bu! Terimakasih penjelasannya!” ucapku sambil mengangguk. Aku mendaratkan bokongku pada kursi empuk yang dikhususkan untuk sekretaris. Kusimpan tas ke atas meja. Kursi ini terasa sangat empuk dan sepertinya masih baru. 
Baca selengkapnya
Bab 80 - MJD 24
Aku setengah berlari dan memeluknya. Setelah puas memeluk mama, aku memeluk ayah sekilas. Lelaki itu berulang kali mengecup pucuk kepalaku.     “Ayo, Ma!”     Aku menarik lengan mama. Sementara wanita yang tadi memeluk mama sudah tidak terlihat sama sekali.    “Ayo!” ucap Mama sambil menggandeng lenganku.   “Ma, tadi siapa?” tanyaku menelisik.    “Yang mana?” tanya mama.    “Perempuan yang meluk Mama tadi?” tanyaku.    “Eh, yang mana … mama gak meluk siapa-siapa?” ucapnya. Namun kutahu jika mama sedang menyembunyikan se
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
678910
...
13
DMCA.com Protection Status