All Chapters of Ketika Mertua Ikut Campur: Chapter 21 - Chapter 30
55 Chapters
Part 21
“Udah mateng belum, Dek? Tumben nih, aku udah kerasa lapar.”Mas Lutfan datang menghampiriku. Jam di dinding belum genap pukul enam, masih seperempat jam lagi. Tapi dia sudah meminta makan kepadaku. Tumben sekali.“Tumben kamu, Mas? Belum ada jam enam lho ini,” ucapku.Tanpa sengaja aku melihat ibu mertua tersenyum puas. Tapi mulutnya belum  berkomentar apa-apa. Biasanya beliau langsung berkomentar.”Ya … mungkin, karena tadi malam, Dek. Hehe ….”Seketika tanganku mencubitnya. Bisa-bisanya berbicara seperti itu dihadapan banyak orang. Meski mereka memahami, aku tuh yang merasa malu. Nadanya pun sepertinya bercanda dan sedang meledekku, tapi apa pun itu, aku tetap malu.“Aduh Dek, sakit,” pekiknya seraya memegang lengan bekas cubitanku.Aku tak membalas ucapan mas Lutfan, hanya saja mataku mengisyaratkan jika aku tak suka.
Read more
Part 22
“Dek, soal pertanyaan yang ibu tanyakan tadi sama kamu, dijawab apa, Dek?” tanya mas Lutfan, dia tiba-tiba mempertanyakannya lagi.“Emmm, itu Mas. Aku jawabnya, emm … jawab itu, tergantung … emm, inginnya kamu, Mas.” Sebenarnya aku malu mengatakannya. Entah mengapa, padahal dia suamiku.Saat ini kami sedang berjalan ke arah garasi. Tak lama lagi kami akan sampai di sana.“Kamu beneran jawab gitu, Dek?”Mas Lutfan sepertinya sangat bahagia mendengar jawabanku. Senyumnya mengembang sangat manis. Tapi aku malu dengan jawabanku sendiri.“Iya, Mas … udah dong, aku malu tau!” Dahiku mengernyit dan bibirku mulai mengerucut.“Lho? Kok malu sih, Dek? Padahal aku seneng banget lho, tau jawabanmu kayak gitu. Berarti, terserah inginku ‘kan, Dek. Hehe ….”Sengaja mas Lutfan mengulangnya lagi. Dia suka jika aku sed
Read more
Part 23
[Fan, nanti malam kamu minum obat kuat ya? Kalian harus sering berhubungan. Ibu ingin cepat punya cucu, Fan. Siapa tau, bulan ini langsung jadi.]Pesan dari ibu mertua. Isinya memang sangat mengejutkan. Baru saja beliau kami puji, eh sekarang masalah ranjang beliau ikut mencampuri.“Mas, ibu kok wa gitu sama kamu?”“Ck! Ibu bener-bener ya? Aku saja malu pas bacanya. Apa ibu nggak ada perasaan begitu sih, sampai kirim wa kayak gini.”Aku hanya bergeming, mendengarkan keluhan mas Lutfan kepada ibunya sendiri. Meski ibu mertua sangat menginginkan cucu dari kami, tidak seperti itu juga caranya. Kita memang anak-anaknya, tapi ibu seharusnya tahu jika kita punya privasi. Tidak sepatutnya mencampuri masalah di atas ranjang kami.“Mas, balas ntar aja ya, kalau sudah sampai. Aku takut kamu nggak fokus.”Sebelum mas Lutfan bermain dengan gawainya lagi, aku sudah menasehatinya terl
Read more
Part 24
“Dek, apa aku harus meminumnya?” tanya mas Lutfan.Aku meletakkan nampan itu di atas nakas. Susu di dalam gelas itu masih panas, jadi kubiarkan sejenak untuk menjadi hangat.“Katanya kamu malam ini mau itu, Mas? Ya udah, minum aja nggak apa-apa. Ibu pasti mau yang terbaik untuk kamu, Mas.”“Tapi Dek, tanpa meminumnya aku sudah perkasa kok.”“Terus, susu itu mau dibuang? Apa nggak sayang? Udahlah Mas, mungkin ibu bermaksud baik sama kita. Masa harus suudzon terus sama ibu. Kamu nggak mau kuajak pindah dari sini juga ‘kan? Kalau pindah ‘kan, kita bebas mau ngapain aja. Nggak ada yang ngatur-ngatur kayak gini.”Sudah kubilang, badanku terasa lelah. Jadi akan mudah emosi. Mas Lutfan sepertinya mengeluh saja tentang perlakuan ibunya itu. Membuatku menjadi tak sabar lagi. Dan kembali mengungkit tentang pindah dari rumah ini.“Lho Dek, kamu kok jad
Read more
Part 25
POV Ibu Mertua ****“Lutfan sama Salwa kenapa, Bu? Kok pagi-pagi sudah pada ribut?” tanya bapak. Setelah Lutfan dan Salwa meninggalkanku sendiri di ruang tengah, bapak baru kelihatan. Jika pagi hari, bapak sudah kebiasaan akan nongkrong di kamar mandi. “Ibu juga nggak tau, Pak. Kata Salwa tadi, katanya Lutfan sudah dua kali ini tidur di depan tv. Apa mereka sedang ada masalah ya, Pak? Tapi kata Salwa, mereka baik-baik saja.” “Ibu jangan terlalu banyak ikur campur dong sama rumah tangga mereka. Siapa tau sebab percecokan mereka karena ulah Ibu. Hanya Salwa nggak mau ngomong terus terang takut Ibu tersinggung.” 
Read more
Part 26
“Dek, maafkan aku ya? Aku sama sekali nggak bisa mengingatnya. Kamu jangan marah ya sama aku. Kalau aku nggak mungkin bisa marah sama kamu, Dek. Perasaanku masih tetap sama. Nggak mungkin akan pernah berubah.” Mas Lutfan kembali mencoba menjelasakan apa yang dia bisa. Kami baru saja selesai sholat subuh. Sejak kejadian tadi, aku memutuskan untuk berdiam tanpa kata untuk sementara waktu. Aku tak tahu perasaanku saat ini seperti apa.  “Dek, aku mohon. Kamu jangan marah dan diam kayak gini. Aku benar-benar berkata jujur sama kamu. Nggak ada kebohongan dalam ucapanku, Dek.” Aku masih bergeming dan menata perasaan di dalam hati ini. “Dek, apa aku harus terjaga s
Read more
Part 27
Tanggal lima adalah tanggal kedatangan tamu bulananku selanjutnya. Namun, tanggal itu sudah lewat seminggu yang lalu. Aku menjadi deg-degan, bisa jadi bulan ini benar-benar hamil. “Mas, besok pagi aku tespek ya?” Kami sedang di dalam mobil, pergi menuju ke toko. “Iya Sayang. Kayaknya kamu lagi hamil deh, Dek.” Dia mengucapnya dengan senyuman penuh harap. “Amin, Mas. Semoga saja aku benar-benar hamil ya, Mas?” “Iya Dek, mudah-mudahan ya?” Setelah kejadian waktu itu, saat dua kali mas Lutfan bangun tidur di depan t
Read more
Part 28
Matahari sudah bersembunyi diperaduan. Hari semakin gelap dan sunyi. Kami pun sudah pulang kembali ke rumah. Sebelum masuk ke kamar kami menemui ibu yang kebetulan masih duduk di ruang tengah. Mungkin memang sengaja menunggu kami pulang. “Bu, dompet yang dulu dititipin di toko, Ibu simpan di rumah saja ya? Takut ada yang mencurinya,” ucap mas Lutfan. “Lho, kenapa? Simpan saja di laci meja tokomu, Fan.” Aku sudah mengira ibu mertua akan menjawab seperti itu. “Nggak bisa, Bu. Takut hilang.” “Nggak lah, nggak mungkin hilang, Fan.” 
Read more
Part 29
POV Ibu Mertua ****‘Biar saja Lutfan mengembalikan dompet ini. Toh, ini sudah tak seampuh dulu. Sekarang sudah ada yang lebih ampuh lagi,’ batinku sembari mengambilnya dari tangan Lutfan. ‘Aku langsung ke kamar saja, biar dikira ngantuk.’Setelah mendapatkannya, tanpa berkata apa pun aku langsung pergi menuju ke dalam kamar.Brak!Pintu kamar tertutup sempurna. Untuk sementara aku aman bersama dompet ini. Lutfan dan Salwa masih mengira jika yang ada di dalam dompet adalah surat-surat berharga. Mereka memang penurut. Syukur saja mereka tidak membukanya.“Bu, itu dompet isinya apa?” tanya bapak.“Ini dompet isinya rahasia dong, Pak,” ucapku santai.Dari dulu bapak memang orangnya sangat mengalah. Segala macam yang kulakukan pasti dia tak bisa mencegahnya. Ya, aku sudah semaksimal mungkin melayaninya dalam segala hal, seharusny
Read more
Part 30
POV Eliza ****“Huuuft! Untung saja mbak Salwa percaya dengan semua ucapanku. Kalau nggak, gawat banget dong. Gajiku yang sangat besar seketika bisa melayang. Nggak boleh terjadi. Ibu di kampung masih butuh banyak biaya untuk pengobatannya. Ayo Eliza, kamu pasti bisa!”Aku berbicara sendiri sembari menyusuri jalan kembali ke dalam kamar.Cklek!Aku membuka pintu dan segera masuk ke dalamnya. Tempat ternyaman selama aku bekerja di rumah ini.Kamar ini berukuran lebih kecil dari yang lainnya. Letaknya pun di belakang, tak jauh dari dapur. Meski begitu, disetiap kamar sudah disediakan kamar mandi. Jadi, saat akan melaksanakan tugas, aku tak jauh-jauh pergi ke kamar mandi yang ada di luar untuk membersihkan diri.“Sudah sebulan lebih ternyata aku bekerja di sini. Tempatnya nyaman, makan pun bebas. Nggak salah aku ambil pekerjaan ini. Tentunya kalau melakukan tugas khusus
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status