Ketika Mertua Ikut Campur

Ketika Mertua Ikut Campur

last updateTerakhir Diperbarui : 2021-09-14
Oleh:  KhannaTamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
32 Peringkat. 32 Ulasan-ulasan
55Bab
11.9KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Salwa tinggal bersama mertua karena Lutfan, suaminya adalah anak tunggal. Ibu mertuanya selalu mengomentari dan ikut campur dalam rumah tangganya. Ada wanita dihadirkan dalam rumah sebagai pembantu oleh ibu mertua. Namun banyak hal aneh di antara ke duanya. Sebenarnya apa yang ibu mertua Salwa rencanakan?

Lihat lebih banyak

Bab 1

Part 1

Dalam sebuah pernikahan hal utama yang diminta adalah sebuah kebahagiaan.

 

Namun apalah daya, jika sebagai seorang istri tugasnya hanya patuh dan taat kepada seorang suami. Bahkan di saat posisi suami yang diharuskan untuk merawat serta serumah dengan ke dua orang tuanya. Istri sekali lagi harus mengekor di bawah titah sang suami. Meski ke dua mertua terlihat baik hati, tapi ada saatnya posisi sebagai menantu tetap tak sesuai di mata mereka, tentu saja seorang menantu harus pandai-pandai memilih sikap.

 

Pada akhirnya kenyamanan seutuhnya tidak akan pernah didapat oleh seorang istri tersebut. Syukur jika dia kuat dan tidak merasa depresi.

 

Lebih baik mengontrak daripada harus serumah dengan mertua. Rasa nyaman belum tentu didapat oleh seorang istri dengan mertua yang tinggal serumah dengannya.

 

***

Tok, tok, tok!

 

Pagi buta, pintu kamarku sudah riuh karena seseorang mengetuknya.

 

“Salwa! Ayo bangun! Sholat subuh lalu masak!” Suara perempuan terdengar dari balik pintu kamarku. Aku mencoba membuka mata perlahan.

 

Tok, tok, tok!

 

Ketukan pintu semakin keras terdengar.

 

“Salwa, Lutfan! Bangun!” Kembali suara itu terdengar memanggil-manggil nama kami.

 

Aku terperanjat dan segara bangun, tak lupa kugoncangkan tubuh mas Lutfan yang masih tertidur di sebelahku untuk membangunkannya.

 

“Mas, bangun Mas.” Mas Lutfan hanya melihat sesaat dan kembali terpejam.

 

“Ya ampun! Salwa, bangun! Kamu mau masak ‘kan?”

 

Suara di balik pintu semakin lantang terdengar. Suara itu milik ibu mertuaku. Sudah berulang kali kami katakan agar tidak membangunkan sepagi ini. Namun tetap saja beliau melakukannya.

 

Ya, sekarang baru saja selesai adzan subuh, sekitar pukul setengah lima. Bagi kami jam segitu masih sangat pagi, mengingat toko tempat usaha dibuka sekitar pukul delapan.

 

“Mas, bangun Mas. Ibu sudah membangunkan kita.” Aku masih berusaha untuk membangunkan mas Lutfan.

 

“Biarin aja. Masih pagi banget. Masih ngantuk.” Dengan enteng mas Lutfan mengatakannya.

 

Tok, tok, tok!

 

Suara ketukan pintu kembali terdengar. Kini semakin kencang.

 

“Iya, Bu!” Segera kulontarkan kalimat tersebut, sebelum suara beliau kembali terdengar di telingaku.

 

“Mas, bangun! Ibumu setiap pagi kenapa begini sih! Aku capek diatur-atur terus, Mas! Mas, bangun!”

 

Pagi buta begini sudah membuatku selalu saja naik darah. Sudah sering diperingatkan, jika akan membangunkan kami kira-kira pukul lima saja. Lumayan ‘kan setengah jam untuk tambahan waktu tidur. Toh, kegiatan di toko mulai jam delapan. Masih banyak waktu dari jam lima sampai jam delapan.

 

Memang susah jika masih serumah dengan orang tua. Masih ada yang mengatur kehidupan kami. Paling enak saat sudah berumah tangga, ketika sudah hidup mandiri tanpa harus ada campur tangan orang tua. Dengan berat hati, aku bangkit dari tempat tidur dan memulai aktivitas.

 

“Mas, bangun! Kalau ga bangun-bangun, aku bakalan marah sama kamu, Mas!” Dengan susah payah dan ancaman, akhirnya mas Lutfan bangkit juga dari tidurnya.

 

*** 

Kami menikah sekitar setengah tahun yang lalu. Selama itu kami berkomitmen untuk menunda kehamilan untuk memajukan usaha toko terlebih dulu.

 

Kami masih tinggal serumah dengan orang tua. Mas Lutfan adalah anak tunggal. Orang tuanya menginginkan agar dia beserta istrinya tetap tinggal bersama.

 

Rumahnya memang besar, tak ayal karena memang mas Lutfan terlahir dari keluarga berada. Namun, sebenarnya sebagai istri, aku tidak setuju dengan usul mereka. Tapi mau bagaimana lagi, mas Lutfan tentu tidak akan menolak usul orang tuanya itu. Dan pada akhirnya, kami benar-benar tinggal serumah dengan mereka. Hal itu kami lakukan hanya untuk membuat mereka merasa bahagia.

 

“Kamu seharusnya dibiasakan bangun pagi, Wa. Kamu harus bisa mencontohkan kedisplinan untuk anak-anakmu kelak. Kamu mau ‘kan anak-anakmu menjadi orang yang sukses?”

 

Ibu mertua sudah mulai menasihatiku. Kami sedang di dapur untuk memasak sarapan. Jam di dinding baru menunjukan pukul lima. Di luar pun masih sangat gelap.

 

“Iya Bu.”

 

“Untung Ibu masih sehat, masih ada yang membangunkanmu. Kalau Ibu sudah tidak ada, siapa coba yang akan membangunkan kalian. Kalian ini sama-sama susah dibangunkan.”

 

Beliau masih saja mengoceh, kupingku sudah mulai panas dibuatnya. Jika ibu sudah tidak ada, mungkin aku akan bahagia. Aku akan malakukan semua hal sesuka hati tanpa ada yang mengusik dan berisik mengomentari. Eh, astaghfirullah, pikiran macam apa ini?

 

“Iya Bu, tapi kami dibangunin jam lima saja, Bu. Masih banyak waktu juga ‘kan? Biar kita punya tambahan waktu tidur, Bu. Mumpung kami belum punya anak. Boleh ya, Bu?” Perlahan aku memberikan usul.

 

“Ibu ‘kan tadi baru saja ngomong kalau kamu harus belajar disiplin. Jadi kalau punya anak sudah terbiasa. Ada Ibu ini yang selau membangunkan kalian. Kalian harus terbiasa bangun pagi.”

 

Sebenarnya hatiku bergemuruh, ingin sekali pergi dari sini. Jika setiap hari harus mendengarkan semua ucapannya seperti ini, bisa-bisa aku gila sendiri. Tidak ada rasa nyaman tersemat di dalam rumah ini. Selalu saja diatur padahal aku sudah semakin dewasa dan sudah berumah tangga. Seharusnya aku bebas sesuka hati, seperti orang lain diluaran sana. Mereka terlihat sangat bahagia, bebas terserah mereka mau melakukan apa saja.

 

‘Kenapa ibu selalu semaunya sendiri sih! Aku juga mau bebas seperti yang lain.’ Aku hanya bisa berbicara di dalam hati, kami masih sibuk di dapur membuat sarapan bersama.

 

Aku ibarat burung dalam sangkar. Tidak bisa sesuka hati terbang ke sana-ke mari. Sungguh malang nasibku ini. Bangun tidur saja sudah ada yang siap untuk membangunkan. Dari pagi sampai ke pagi lagi sudah ada yang siap mengatur tentang segala kegiatan yang akan kulakukan.

 

Padahal aku jarang membantah perkataan beliau, tapi kenapa beliau selalu saja ikut campur rumah tanggaku. Dasar menyebalkan.

 

'Seharusnya aku dan mas Lutfan punya rumah sendiri. Tak mewah pun tak apa, yang penting hidupku nyaman bisa bebas sesuka hati. Atau mengontrak barang sepetak pun tak masalah. Aku capek setiap hari ada yang mengatur dan mengomentari,’ rintihku dalam hati.

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

10
100%(32)
9
0%(0)
8
0%(0)
7
0%(0)
6
0%(0)
5
0%(0)
4
0%(0)
3
0%(0)
2
0%(0)
1
0%(0)
10 / 10.0
32 Peringkat · 32 Ulasan-ulasan
Tulis Ulasan
user avatar
Akina
bagus ceritanya. baca juga novel bersuami anak mama
2022-06-23 10:06:02
0
user avatar
malapalas
BACA novel berjudul :FREL. Banyak kejutan di dalamnya. Selain tentang cinta segitiga yang bikin baper, gemes dibumbui humor dan mengharubirukan, kalian akan disuguhi dg persahabatan, keluarga, luka dan rahasia di masa lalu orangtua yang akan membuat cerita lebih seru dan menjungkirbalikkan perasaan.
2022-01-29 08:35:17
0
user avatar
Mentari
Kk khanna semangat ... gas terus,
2021-10-21 08:15:24
1
user avatar
Syafridawati
Kisah yang bagus sekali
2021-09-12 12:33:11
1
default avatar
bittermelon
Ditunggu updatenya thor
2021-09-11 19:33:31
1
user avatar
BabyElle
Realiti bgt sih ini ceritanya kak, emang klo tinggal sama mertua tuh berasa kyk dineraka. Syukur2 klo mertuanya pengertian, tp klo mertuanya suka julid dsb duhh menderita bgt pastii ...️
2021-09-11 12:01:07
1
user avatar
Rini Annisa
Keren lanjut Thor
2021-09-11 09:37:42
1
user avatar
A_W
Real life banget sih ini, soalnya banyak juga di kalangan orang yg sudah berumah tangga, mertuanye masih ikut campur dalam permasalahan rumah tangga mereka. Ceritanya seru thor, lanjut ya, semangat...
2021-09-11 09:33:22
1
user avatar
Author Dwi
semangat kak ceritanya seruuu
2021-09-10 23:55:52
1
user avatar
Omang Yayuz
Realita di Indonesia banget.
2021-09-10 19:24:35
1
user avatar
odipee
Sebenernya kalau berumah tangga itu nggk boleh ya mertua ikut campur, nggak bisa gitu ya lihat rumah tangga anak sendiri akur, aku suka heran deeeh….
2021-09-10 06:14:06
1
user avatar
nona senja
Wajib buat di baca!!!!
2021-09-10 00:10:25
1
user avatar
Bisa Bisa saja
lanjut kak
2021-09-08 15:14:32
1
user avatar
Jasmine
ibu mertuanya....ajiib!! pen jitak asli!
2021-09-08 11:36:57
2
user avatar
Madam Assili
Mendekati real life ya Thor. Pasti banyak jg yg punya pengalaman kek gini. Bikin baper para menantu. Up yg banyak Thor!!!
2021-09-07 20:39:07
1
  • 1
  • 2
  • 3
55 Bab
Part 1
Dalam sebuah pernikahan hal utama yang diminta adalah sebuah kebahagiaan.   Namun apalah daya, jika sebagai seorang istri tugasnya hanya patuh dan taat kepada seorang suami. Bahkan di saat posisi suami yang diharuskan untuk merawat serta serumah dengan ke dua orang tuanya. Istri sekali lagi harus mengekor di bawah titah sang suami. Meski ke dua mertua terlihat baik hati, tapi ada saatnya posisi sebagai menantu tetap tak sesuai di mata mereka, tentu saja seorang menantu harus pandai-pandai memilih sikap.   Pada akhirnya kenyamanan seutuhnya tidak akan pernah didapat oleh seorang istri tersebut. Syukur jika dia kuat dan tidak merasa depresi.   Lebih baik mengontrak daripada harus serumah dengan mertua. Rasa nyaman belum tentu didapat oleh seorang istri dengan mertua yang tinggal serumah dengannya.   *** Tok, tok, tok!
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-08-29
Baca selengkapnya
Part 2
Masakan sudah siap dihidangkan. Jam baru saja menunjukan pukul enam pagi. Kami sudah duduk rapi di kursi masing-masing. Ibu yang mengatur sarapan kami harus tepat pada waktunya. Padahal jadwalku di rumah dulu sebelum menikah, sarapan jika sudah terasa lapar. Tidak harus dijadwal seperti sekarang ini. Awalnya aku kaget, namun bertambahnya waktu bersama, aku sudah terbiasa dan mulai mamahami. “Fan, ajarkan istrimu untuk bangun pagi. Kamu harus mencontohkan. Harus bangun pagi juga. Paham ‘kan!” ucap beliau setelah selesai makan.Mas Lutfan memandang ke arahku. Aku hanya tersenyum mendengar perintah yang tertitah untuk mas Lutfan dari mulut ibunya sendiri.‘Akhirnya kamu kena tegur juga, Mas,’ batinku.“Bangun jam lima saja, Bu. Kalau setelah adzan subuh masih terlalu pagi, Bu. Masih sangat ngantuk. Ibu tau sendiri ‘kan? Toko tutup jam Sembilan, sampai rumah jam sepuluh malam. Aku masih butuh waktu tidur, Bu.&rd
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-08-29
Baca selengkapnya
Part 3
“Iya Bu, tapi bukan begitu juga caranya. Kasihan Salwa, dia benar-benar nggak suka, Bu. Yang penting piringnya bersih ‘kan? Ya sudah, biar aku saja yang menghabiskan sisanya.”Aku sangat berterima kasih kepada suamiku. Dia selalu mengerti perasaanku. Meski aku jarang memprotes ucapan ibunya, namun dia peka dan selalu membelaku.“Ck! Disuruh belajar kok tidak mau. Anakmu besok pasti akan meniru sikapmu itu.”“Sana Dek, kamu pergi cuci piringnya.” Mas Lutfan akhirnya menyuruhku untuk segera pergi.Aku mematuhi perintahnya. Jujur saja, perasaanku semakin berkecambuk jika masih tetap di hadapan ibu. Beliau berkata tanpa pikir panjang, tanpa menghiraukan perasaan orang yang dikritiknya.“Lutfan, Ibu sedang menasehati istrimu. Kenapa disuruh pergi?”Saat beliau mengatakannya, langkahku semakin jauh meninggalkan meja makan. Dapur tempat mencuci piring memang terpisah dengan meja makan. Jadi, aku
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-08-29
Baca selengkapnya
Part 4
“Mas, kenapa hari ini toko sepi banget nggak kayak biasanya ya?” tanyaku, kami sudah ada di depan rumah.“Masa ramai  terus sih, Dek. Ada saatnya toko kita sepi dong.”“Iya Mas, tapi baru kali ini merasakan sepi banget begini ‘kan Mas?”“Udah lah, jangan di pikirin. Kalau laris terus nggak mungkin dong, Dek. Ya, semoga saja besok tokonya ramai.”“Assalamualaikum!” ucap kami di depan pintu. Biasanya pintu sudah dikunci dari dalam. Kami jarang membawa kunci cadangannya.“Ya, waalaikumsalam.” Ibu menjawab salam kami, langkahnya terdengar mendekat kearah pintu.“Tokonya ramai tidak?” tanya beliau.Sudah menjadi kebiasaan beliau bertanya begitu. Padahal kaki ini belum masuk ke dalam rumah.“Hari ini lumayan sepi, Bu,” jawabku, apa adanya.“Lho? Kok bisa?”“Kita masuk dulu, Bu.” Mas Lutfan m
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-08-29
Baca selengkapnya
Part 5
Aku mengernyitkan kening mendengar pertanyaan ibu seperti itu.“Wa, kamu masih minum pilnya ‘kan?” Kembali ibu menanyakannya.“Kenapa sih Bu?” Aku bertanya kembali sebelum menjawab pertanyaan anehnya.“Tidak kenapa-kenapa sih, katanya kalian mau memajukan toko kalian dulu. Kata Lutfan kalian mau menunda kehamilan.”Mas Lutfan memang sering bercerita banyak hal kepada ibunya itu. Hal terkecil pun terkadang tak luput diceritakan kepada beliau. Maklum mas Lutfan anak satu-satunya. Sedari kecil mungkin saja sangat dimanja oleh orang tuanya, terutama ibunya. Jadi hubungan mereka menjadi sangat dekat.“Itu Bu, kata mas Lutfan aku nggak boleh lagi minum pilnya. Dia sudah mau punya anak, Bu.” Kukatakan yang sejujurnya kepada beliau.“Ah masa sih? Pasti kamu yang meminta untuk cepat-cepat punya anak ‘kan? Mana mungkin Lutfan yang ngomong begitu. Itu pasti kamu yang memaksanya.”
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-08-29
Baca selengkapnya
Part 6
“Oh ibu, ya benar ini rumah beliau. Anda siapa ya? Ada urusan apa datang kemari?” tanyaku, mencaritahu.“Oh itu Mbak, anu ---““Siapa Wa?”Belum sempat wanita itu menjelaskan siapa dirinya, ibu sudah muncul di belakangku memotong ucapannya.“Ini Bu, ada yang mencari Ibu.”“Siapa?” Beliau melihat ke balik pintu. “Oh, pasti keponakannya bu Susi ‘kan? Ayo masuk.”Ibu menyambutnya dengan wajah bahagia. Sebenarnya siapa wanita muda ini? Kenapa ibu sangat antusias menyambut kedatangannya? Banyak tanda tanya di dalam kepalaku. Namanya saja aku belum mengetahui, tapi ibu langsung membawanya ke dalam rumah dengan sangat akrab. Beliau merangkul pundaknya, membimbingnya untuk masuk ke dalam rumah ini. “Kenalkan, ini Eliza, dia akan membantu ibu untuk merawat rumah ini.” Ibu mengulas senyum, terlihat seperti seseorang yang sedang sangat bahagia.
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-08-29
Baca selengkapnya
Part 7
“Udah, Mas?” tanyaku ketus.“Ih! Kok jutek gitu sih, Dek?”“Nggak kok.”Mataku masih tak melihat mata milik mas Lutfan. Aku tak mau jika dia tahu aku sedang cemburu padanya. Dia pasti senang melihat istrinya yang sedang cemburu seperti ini.“Tuh ‘kan? Kok aneh gitu sih? Aku nggak lama kok bantu-bantu mereka. Jangan marah dong Sayang ….”Huh! Bukan karena lama atau tidaknya kamu membantu mereka, mas! Tapi aku cemburu kamu dekat-dekat dengan wanita lain. Meski dia hanya pembantu. Batinku meraung-raung karena ketidakpekaan mas Lutfan dengan segala perkiraannya yang salah terhadap tingkahku.“Aku nggak marah kok, Mas.”“Terus kenapa dong, Dek? Oh atau … kamu cemburu ya, Dek? Hehehe.”Tuh ‘kan, apa kataku. Dia pasti bahagia kalau tahu istrinya ini sedang cemburu kepadanya. Akhirnya dia memahami juga apa yang saat ini sedang kurasakan. T
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-08-29
Baca selengkapnya
Part 8
“Mas, kira-kira Eliza udah tidur belum ya?” tanyaku saat di dalam mobil.“Hmmm, mana aku tau, Dek. Dari tadi ‘kan aku bareng terus sama kamu. Kamu ini, tanyanya aneh-aneh saja deh.”“Iya, iya … pertanyaanku aneh … aku ‘kan penasaran. Apa nggak boleh kalau tanya begitu?”Bibirku sedikit manyun saat respon mas Lutfan seolah memojokkanku. Tinggal ngomong ‘nggak tau, Dek’ gitu aja kenapa sih? Tidak usah diembel-embeli dengan ucapan lain yang membuat perasaan ini menjadi merasa sebal.“Boleh Sayang … maksudnya bukan gitu. Kamu ‘kan tau sendiri, sejak tadi aku selalu bersamamu, Dek. Kok kamu jadi manyun gitu sih?”“Kamu sih, Mas. Tinggal ngomong nggak tau aja apa susahnya? Kenapa menganggapku aneh sih?”“Ya ampun Sayang … kayak gitu aja kok dipermasalahin sih, Dek? Iya, iya … aku salah, aku minta maaf.”Sa
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-08-29
Baca selengkapnya
Part 9
Saat aku berdiri melihat ke arah mobil yang sedang dicuci, di sana ada mas Lutfan yang masih belum melanjutkan hobby mencucinya itu. Dia masih berbicara dengan Eliza. Aku berinisiatif untuk mendekati mereka.“Mas …,” panggilku.Perbincangan mereka berhenti seketika. Terlihat dari raut wajah mas Lutfan terlihat ketidaksukaan.“Dek, tumben kamu mau mendatangiku pas lagi cuci mobil begini,” tanyanya.“Ya … pengin lihat kamu aja, Mas. Kalian ngomongin apa?”Eliza hanya terdiam, terlihat sungkan kepadaku.“Ini ibu aneh-aneh aja. Masa si Liza disuruh membantuku mencuci mobil. Aku bisa sendiri lho, Dek," sungutnya, terlihat jelas dari raut wajahnya jika dia benar-benar tidak suka.“Mungkin takut kamu capek kali, Mas. Jadi ibu menyuruh Liza untuk bantuin kamu.”Aku berusaha tenang meski hatiku ikut bergemuruh karena ulah ibu mertuaku itu.“Capek gimana, De
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-08-29
Baca selengkapnya
Part 10
“Liza nggak bisa pakai mesin cuci?” tanya mas Lutfan heran.“Eh itu Mas, soalnya mesin cucinya beda sama yang sering kupakai. Ini lebih bagus, ya jadi—““Benar Fan, Ibu memakluminya kok. Nggak apa-apa, Ibu senang bisa mengajarinya seperti ini.”Mereka benar-benar bersekongkol mengatakan kebohongan ini. Aku bertambah penasaran, kenapa ibu mertua dengan Eliza bisa sekompak itu. Sudahlah … aku harus lolos dari kamar mandi ini terlebih dulu. Perlahan kubuka pintu kamar mandi dan cepat-cepat pergi dari sana.Dengan langkah seperti orang berlari, aku pergi menuju kamar. Tentunya dengan tak mengeluarkan suara. Sesampainya dikamar, aku berusaha mengatur napas yang sedikit ngos-ngosan, padahal tak terlalu jauh tapi tetap saja terasa capek. Mungkin karena takut ketahuan menjadi adrenalinku ikut terkuras.Aku berpura-pura duduk santai seperti tak terjadi apa-apa. Tinggal menunggu mas Lutfan datang saja.
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-08-29
Baca selengkapnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status