All Chapters of Memantai [Tamat]: Chapter 11 - Chapter 20
52 Chapters
11. Lelaki Penerus Ayah
Wandi dan asisten Azmi sedang serius membahas sesuatu di sebuah ruangan di dalam hotel. “Sudah ku duga. Kita lihat nanti. Dalam waktu kurang dari 40 hari aku akan membuka kedok mereka,”ucap Wandi mantap. “Apa Tuan? Anda akan melakukannya lagi?”ucap asisten Azmi. Wandi adalah pewaris pekerjaan ayahnya sebagai pemegang sebagian besar saham pada perusahaan pengembang pariwisata. Kematian ayahnya dua tahun yang lalu membuat dia menggantikan posisi ayahnya di perusahaan itu. Meskipun Wandi berada pada posisi atas, namun ia tidak segan untuk turun langsung ke lapangan dan melakukan pekerjaan-pekerjaan teknis karyawan-karyawannya. Beberapa kali Wandi menemukan kecurangan dan pemalsuan laporan yang dilakukan oleh beberapa direktur di perusahaannya. Hal itu ia dapatkan dari hasil perhitungan langsung ketika ia turun langsung mengerjakan pekerjaan-pekerjaan karyawan. Sempat terlintas di ingatan Wandi ketika ia sedang berbicara dengan
Read more
12. Dinner Romantis
Laju motor matic Lili berhenti di sebuah restoran seafood yang baru saja buka beberapa pekan lalu. Ridwan sebelumnya berjanji kepada Lili agar mendatanginya bersama. Lili memarkirkan motornya kemudian masuk ke dalam restoran. Begitu sampai di pintunya, salah seorang pelayan menyapanya. Pelayan muda dengan senyumnya yang menawan, dengan rambut yang diminyaki rapi diikat ke belakang. Seragamnya berwarna hitam putih dan berdasi kupu-kupu. Lili melihat ke sekeliling dan memandangi penampilan pelayan yang tampak formal itu. Landsace restoran begitu indah. Beberapa sudut di plafon atas dihiasi oleh ornamen tumbuhan rambat yang rindang. Kursi dan meja begitu antik, terbuat dari kayu-kayu berukiran mewah dan glossy. Di atas kursi keras itu terdapat selapis bantalan empuk yang merekat erat dengannya. “Indah sekali.. Pelayan ini! Orang-orang itu! Aku datang ke sini dengan pakaian seperti ini. Apakah aku salah kostum?”ucap Lili kemudian melihat busana casualnya di a
Read more
13. Maniak Seafood
Lili memesan makanan di restoran bersama Ridwan. Begitu banyak menu yang dipesan, namun itu bukannya membuat Ridwan kesal, melainkan merasa gemas kepada Lili. “Ih, banyak amat? Kamu yakin? Nanti otot binaragamu meleleh loh sama lemak?”ucap Lili. “Hahaha.. Bisa saja. Ini akan kita makan sama-sama. Kamu bisa cicip dulu. Kalau ga suka ya ga akan aku habiskan,”ucap Ridwan sambil tertawa kecil. “Baik, minumannya Tuan?”ucap pelayan itu. “Aku mau ini,”ucap Lili. “Kalau aku ini saja. Oh iya, plus air mineral ya?”ucap Lili. Pelayan itu lalu berlalu. “Eh, ngomong-ngomong, gimana dengan survey kamu dan Ronco kemarin?”ucap Lili memulai perbincangan. “Asik! Serius asik banget di sana! Untuk penikmat alam seperti kamu Pulau Pahawang adalah destinasi wisata laut yang gini banget,”ucap Ridwan mengacungkan dua jempol. “Oh iya? Ih, jadi penasaran deh,”ucap Lili sambil menopang dagunya dengan kedua
Read more
14. Aroma
Lili melakukan apa yang dilakukan Ridwan terhadap makanan yang baru datang itu. Lili menghirup aromanya sambil memejamkan matanya. Di dalam pikiran Lili, tiba-tiba melintas ingatannya saat Wandi menghirup aroma kopi susu di suatu pagi saat mereka bertemu sebelumnya. “Ekpresi itu.. Sebegitu nikmat kah menikmati aroma itu? Aku belum bisa merasakannya. Alih-alih ingin menikmati aroma makanan, aku malah menikmati ekspresi laki-laki itu menghirup kopi susu pagi itu,”ucap Lili di dalam hati sambil memejamkan matanya. Ridwan lalu menawarkan menu-menu makanan di atas mejanya. Lili diajarkan cara menikmati makanan itu. Ia menyisihkan sendok dan garpunya. Ia hanya menggunakan kedua tangannya saja. Lili menyedot kerang. Suara sedotan itu membuat Ridwan tergelitik. Ridwan lalu mencoba menyedot kerang dengan tekanan yang lebih besar. Maka, suara sedotan itu terdengar lebih nyaring daripada suara sedotan Lili. Mereka pun tertawa bersama oleh suara yang sali
Read more
15. Wandi yang Tumben
Lili berjalan berdua di sebuah areal parkir restoran bersama Ridwan. “Seru banget. Aku sampe ngekek-ngekek ngelihatin kamu narik kaki-kaki guritanya tadi. Plop! Terus mulutmu belepotan semuanya kena saus. Hahaha...”ucap Lili membahas makan malamnya dengan Ridwan. “Memangnya gitu ya bunyinya? ‘Plop’ gitu? Tapi beneran alot banget sih. Kaya makan ban mobil. Mobilnya mobil tronton lagi. Gede-gede,”ucap Ridwan. “Ih? Emang udah pernah makan ban mobil?”protes Lili. “Ya kan perumpamaan.. Gitu loh!”ucap Ridwan. “Ngomong-ngomong, sudah malam. Aku mau pamit duluan ya?”ucap Lili. “Aku antar deh? Ya? Please..”ucap Ridwan. “Ga usah. Aku pulang sendiri aja. Lagipula kita kan bawa kendaraan masing-masing. Memangnya mau jalan beriringan gitu? Kaya karnaval aja,”ucap Lili. “Aku yang bonceng kamu pakai motormu. Ntar aku balik lagi ke sini pakai angkot,”ucap Ridwan. “Ga! Gausah! Ga usah! Rempong tah
Read more
16. Wandi yang Tumben (2)
Suatu hal yang aneh terlihat oleh Lili dan teman-teman saat baru saja hendak membahas persiapan KKN. Wandi dan Riris berjalan beriringan dengan wajah Wandi yang sumringah. “Ciyeee... Kalian datang berdua gitu..”goda Ridwan. “Kelihatannya udah akrab banget ya?”tambah Ronco. Emmy dan Rianti hanya memandangi mereka tanpa berkomentar. Mereka melayangkan sedikit senyuman ramah. “Apaan woy! Kebetulan aja tadi kami dari tempat parkiran yang sama,”protes Wandi. Riris pun memandangi Wandi sebentar dengan rona merah di pipinya. Ia terlihat senang apabila dirinya digosipkan sedang bersama Wandi. Melihat senyuman Wandi yang mempesona, perempuan mana pun pasti akan langsung menyukainya. Wandi pun menaruh kotak yang ia bawaa ke atas meja. Riris dengan cekatan membukanya. “Apaan tuh, Ris?”tanya Emmy. “Ini buat kalian. Kalian aku bawakan bihun goreng spesial. Sesekali aku pikir ga apa-apa kan. Karena di rumah aku su
Read more
17. Hari Keberangkatan
Tiba hari keberangkatan para mahasiswa KKN ke Pulau Pahawang. Lili, Ronco, Ridwan, Emmy dan Rianti berkumpul di gerbang kampus. Mereka menyewa mobil beserta drivernya untuk mengantar mereka menuju Pelabuhan Merak. “Guys, gua dapat kabar dari Wandi barusan,”ucap Ridwan setelah menutup panggilan teleponnya. “Dia kenapa?”tanya Riris dengan begitu penasaran. “Dia ga bisa ikut kita,”jawab Ridwan. “Jadi dia memundurkan diri dari KKN atau gimana? Bisa-bisanya mengabari mendadak kaya gini,”protes Ronco. “Dia ga memundurkan diri dari KKN. Dia bilang nanti dia nyusul, dia mau berangkat sendiri karena ada keperluan,”ucap Ridwan. “Terus elu ijinin?”tanya Emmy. “Yah, mau gimana lagi. Mau gua protes kaya gimana pun kalau dia ga bisa dateng ke sini sekarang ya percuma,”jelas Ridwan. “Biarin aja dia berangkat sendiri. Orang kaya mah bebas,”ucap Lili sambil berjalan meninggalkan mereka menuju mobil.
Read more
18. Perjalanan yang Melelahkan
Di tengah perjalanan kelompok KKN menuju lokasi tujuan, mereka sedang asik bernyanyi bersama lalu tiba-tiba... “Pak! Pak! Pak! Stop Pak!”ucap Ronco tiba-tiba. Driver lalu melambatkan mobilnya dan sedikit menepi.“Kenapa Bang?”tanya Lili. “Mual!”ucap Ronco. Semua orang di sana lalu panik. Suasana tiba-tiba riuh dengan keluhan-keluhan agar Ronco tidak muntah di dalam mobil. “Periksa kantung di samping kursi belakang Den!”ucap driver. Lili lalu menemukan sebuah kantung plastik dan memberikannya kepada Ronco. Mobil masih terus melaju, karena mereka sedang melintas di banyak tikungan yang tidak memungkinkan untuk berhenti di sana. “Wuooog.. wuoooog..”Ronco muntah di dalam plastik. Lili dengan cekatan membuka jendela belakang dan tidak ingin melihat ke arah Ronco. Ia hanya melihat ke luar jendela sambil mengenyitkan dahi. “Aaaa!!! Roncoooo!!!”keluh ketiga wanita yang duduk di deretan
Read more
19. Mengkhawatirkan Wandi
Empat setengah jam sudah berlalu sejak keberangkatan kelompok KKN itu dari Jakarta. Riris, Emmy, Ronco dan Ridwan sedang tertidur di sofa di dalam ruangan kapal ferry. Sementara, Lili dan Rianti terlebih dahulu terbangun dan mereka asik bersandar pada pagar dek kapal. Mereka memandangi laut. Dari kejauhan sudah mulai nampak deretan bukit-bukit hijau, daratan Lampung. Semilir angin laut menerbangkan ujung rambut Lili yang tergerai. Sementara Rianti, tangannya sambil memegangi topi lebar yang melindungi wajah hingga tengkuknya dari sengatan matahari. Rianti lalu mengeluarkan ponselnya dan berfoto selfie dengan Lili. Sementara, di dalam kamar hotel Novotel Lampung. Wandi sedang tengkurap di atas kasur yang begitu lembut dan empuk. Dia baru saja hendak beristirahat, karena baru sampai di sana. Sambil tengkurap, Wandi menekan-nekan ponselnya. Ia sedang memilih-milih menu makanan. Ia berencana akan melakukan pemesanan di aplikasi pesan-antar makanan. Perjal
Read more
20. Wandi Menyusul
Wandi berkomunikasi dengan teman-temannya. Ternyata mereka sudah tiba di Lampung.“Oh, kalian di mana sekarang?”tanya Wandi.“Yeee elu, malah nanya balik. Kami baru aja nyebrang, sekarang di Bakauhuni,”ucap Ridwan.“Oh, Bakauhuni. Masih jauh tuh. Nanti kalau sudah di Pelabuhan Ketapang bilang ya? Saya sekarang ga jauh dari Ketapang,”ucap Wandi.“What? Elu? Owh elu naik pesawat ya?”ucap Ridwan.“Iya. Gua lagi ga sehat Wan. Gua ga bisa kalau nyebrang naik ferry,”jelas Wandi.“Elu sakit apa Dih?”tanya Ridwan.“Gua.. gua..”ucap Wandi ragu-ragu. Ia lalu kembali teringat kejadian setengah jam yang lalu saat ia meronta-ronta kesakitan.“Akh...”ronta Wandi sambil menjambak rambutnya sendiri dan memejamkan mata kuat-kuat.“Oh, oke oke. Lu istirahat aja Dih, biar kesehatan lu pulih l
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status