All Chapters of Bahagia Usai Berpisah: Chapter 21 - Chapter 30
43 Chapters
Kabar Baik
 "Mbak Zulfa ... selamat, ya. Mbak Zulfa sehat. Tak ada masalah dalam rahim, Mbak. Tak ada kista, tak ada miom, semuanya bersih," terang Dokter Fariska dengan senyum ramah. Zulfa tertegun, ia berusaha mencerna setiap kata-kata yang diucapkan Dokter Fariska. Ia mencoba mencubit tangannya. Takut, jika yang ia dengar hanyalah mimpi belaka.Fikri tersenyum melihat Zulfa yang mencubiti tangannya sendiri. Ia berinisiatif untuk merangkul Zulfa. "Sadarlah! Semua memang bukan mimpi," ujar Fikri.Zulfa menoleh cepat saat tangan kiri Fikri melingkar di pundaknya. Ia segera melepas rangkulan itu dan menatap Fikri dengan cemberut. Lantas, kembali fokus menatap wanita bergelar dokter di hadapannya."Benarkah itu, Dok? Anda tidak salah, kan?" Zulfa memastikan. Ia benar-benar takut jika salah dengar."Memangnya Mbak Zulfa berharap sakit?" goda Dokter Fariska.Zulfa menggeleng cepat. "Bukan begitu. Hanya saja saya takut jika i
Read more
Nostalgia
 "Assalamu'alaikum." Zulfa menguluk salam. Ia masuk ke dalam rumah dan segera meletakkan barang belanjaannya di kulkas.Bu Umi sedang salat Ashar ketika Zulfa hendak berpamitan lagi. Ia menunggu di samping sang Ibu. Meminta izin sekaligus memberi kabar baik.Bu Umi mengucap salam, pertanda sholatnya telah usai. Beliau lantas menatap Zulfa yang terus tersenyum dengan binar bahagia."Kenapa, Nak?" tanya Bu Umi lembut.Tanpa menjawab, Zulfa langsung menghambur ke pelukan Bu Umi. Tangisnya tumpah, ia mengeluarkan kelegaannya di pelukan sang Ibu."Loh, kenapa, Nak?" tanya beliau lagi."Aku seneng, Bu. Alhamdulillah ... alhamdulillaaahh," seru Zulfa semakin erat memeluk."Iya ... iya. Seneng kenapa?" Bu Umi merenggangkan pelukan, menangkup kedua pipi Zulfa dan menatap kedua netra putrinya itu."Aku sehat, Buk. Tidak ada masalah dalam rahimku. Malah kata dokter, aku subur!" jelas Zulfa dengan air mata yang terus mengalir
Read more
Nasihat Untuk Bu Salma
 Pak Setyo berencana mengunjungi Zulfa. Beliau merasa rindu dengan menantunya itu. Ya, meski sudah mantan menantu, bagi beliau Zulfa tetaplah menantunya."Memang Zulfa pernah berbuat jahat sama kamu? Memangnya dia pernah nyuruh-nyuruh kamu seperti apa yang dilakukan Amara padamu? Kamu juga harus ingat! Kalau kamu sakit, siapa yang merawatmu?! Zulfa, Buu!!!" cecar Pak Setyo, ketika Bu Salma menolak ajakannya ke rumah Zulfa."Ya ... memang benar katamu, Yah. Tapi, mau ngapain, sih, ke sana?" sahut Bu Salma. Beliau enggan melangkahkan kaki menuju rumah Zulfa. Egonya terlalu besar. Apa nanti yang akan dipikirkan mantan menantunya itu. Pikir beliau."Kok tanya mau ngapain, kamu itu loh! Ya kita silaturahmi sama Bu Umi dan Zulfa. Mereka itu korban dari kelakuan Rio, Bu! Kita ini orang tua, harusnya bisa mengayomi. Lah, kamu ini malah seperti anak kecil! Friska saja kalah sama kamu!" tegas Pak Setyo.Bu Salma terdiam. Beliau berpikir, memang benar s
Read more
Amara Melahirkan
 Rio tengah pusing berkutat dengan laptop dan kertas. Tugas yang kembali salah, harus ia kerjakan ulang di rumah. Rasa-rasanya, kepalanya hampir pecah memikirkan tugas dari bosnya itu. "Mas! Perutku mulas." Amara menghampiri Rio dengan memegangi perutnya. Ia meringis, seolah menahan sakit."Kalau kebelet larinya ke wc, jangan ke kamar. Ngadu ke aku!" protes Rio."Maaasss!!! Aku mau lahiirrraaann ....!" bentak Amara. Rio membeliak, ia menatap Amara yang merintih. Ia segera mendekati sang istri. Keringat mengucur deras dari kening Amara. Rasa panik pun mencuat, saat dari pangkal paha Amara keluar cairan bening yang tak henti-hentinya keluar."Saaa-kiit, Mas," rintih Amara.Rio bergegas menggendong Amara menuju mobil. Tak lupa ia menelpon orang tuanya untuk menyusul serta membawa perlengkapan Amara dan bayinya setelah lahir nanti."Tahan dulu. Apa sesakit itu?" Kepanikan Rio terlihat jelas. Walau bagaimanapun, ia
Read more
Setuju
 Zulfa mematut diri di cermin meja rias kamarnya. Ia menghela napas, satu jam lalu ia telah mengirim pesan pada Fikri untuk datang. Hari ini, ia akan memberikan jawaban untuk pria yang setia menunggunya itu."Nak," tegur Bu Umi sambil memegang bahunya. "Kamu gugup?" tanya beliau."Dibilang gugup ... iya. Tapi, aku harus menghadapinya," sahut Zulfa.Bu Umi tersenyum. Tangannya terlulur mengusap kepala Zulfa. Lantas, memeluk putrinya dari belakang. "Keputusanmu ibu dukung sepenuhnya," ujar beliau.Zulfa menatap sang Ibu dari pantulan cermin. Ia membalas senyum sang Ibu dengan senyuman indah. Tangannya telulur menyentuh tangan sang Ibu yang berada di bahunya."Tunggu di sini saja. Nanti kalau Fikri sudah datang, baru kamu keluar," ucap Bu Umi dan dibalas anggukan oleh Zulfa.Tak berselang lama, deru suara mobil terdengar di pelantaran rumah. Bu Umi segera menyambut, sementara Zulfa sedang berusaha menetralkan degup jantungnya yang
Read more
Curiganya Bu Salma
 Zulfa dan Bu Umi tengah berada di pasar untuk membeli bahan makanan. Sesuai ucapan Fikri,  kedua orang tuanya akan datang bersama Paman dan bibinya. Ditambah lagi adik Fikri yang baru tiba dari Surabaya tadi malam."Kita masak apa, ya, Fa?" tanya Bu Umi sambil melihat-lihat kanan kiri. Di mana sayuran, ayam, dan daging terpajang."Yang simpel-simpel saja, Bu. Nanti, sama bikin es buah buat seger-segeran." Zulfa menimpali."Buat rawon sama kari ayam ... enak kali, ya?" Bu Umi berpikir."Iya ... itu juga gak papa, Bu. Sama sayur sop. Biar ada kuah beningnya. Terus gorengannya kita bikin tempe goreng, bakwan, sama mendol(makanan olahan tempe). Gimana?" usul Zulfa."Iya, deh. Ibu nurut saja. Yang penting pantes buat kudapan keluarga Fikri," kata Bu Umi."Kita berpencar saja, Bu. Ibu beli ayam sama daging. Sisanya aku saja, biar cepet," ujar Zulfa. Bu Umi meng-iya-kan.Bu Umi berjalan menuju kios penjual daging. Beliau m
Read more
Haris
Pak Setyo mengirim dua pembantu sekaligus untuk dipekerjakan di rumah Rio. Namanya Bu Imas dan putrinya–Silvia. Mereka berasal dari pedesaan tempat orang tua Pak Setyo tinggal.Bu Imas adalah seorang janda yang ditinggal mati oleh suaminya. Beliau harus berusah payah menyukupi kebutuhan sehari-hari untuk diri sendiri dan putrinya. Namun, pekerjaan di desa belum bisa mencukupi, hingga akhirnya beliau meminta tolong pada Pak Setyo untuk dicarikan pekerjaan.Syukurlah, setelah tak beberapa lama beliau dipanggil untuk bekerja bersama putrinya yang kini sudah dewasa. Lumayan, untuk biaya dan tabungan ke depannya, pikir Bu Imas."Bik! Mandiin Kayla, ya!" titah Amara."Oh, biar dimandikan Silvi, ya, Non? Saya masih bikin sarapan buat Non Amara dan Pak Rio," sahut Bu Imas."Iya terserah."Silvia yang tengah menjemur pakaian bergegas menggendong Kayla setelah sang Ibu menyuruhnya. Dengan telaten, ia melepas pakaian Kayla dan membawanya ke kamar
Read more
Lamaran
 Keluarga Fikri sudah tiba. Dua mobil berjejer di halaman rumah Bu Umi. Para tetangga pun mulai bergerumbul untuk melihat ada apa di rumah Zulfa."Fik, jangan gugup. Biasa aja!" goda Pak Said–paman Fikri."Iya, nih. Calonnya gak pernah diajak ke rumah tiba-tiba mau nikah," timpal ibu Fikri–Bu Hesti."Sudah, sudah. Jangan ribut sendiri. Kita sudah sampai ini!" Pak Farhan menghentikan perdebatan keluarganya."Kak, dia wanita yang udah lama Kakak tunggu, ya?" Faiz–adik Fikri satu-satunya menaik turunkan kedua alisnya."Jangan usil!" ketus Fikri.Keluarga Fikri yang datang ada delapan orang. Masing-masing mereka membawa seserahan seperti peningset(kain jarik dan centing), tetel(makanan dari beras ketan yang dideplok dicampur dengan parutan kelapa), kue basah, dan buah-buahan."Assalamu'alaikum," salam keluarga Fikri serempak."Wa'alaikum salam," Bu Umi menyahut. Keluarga Zulfa pun juga be
Read more
Bu Salma Bimbang
 Bu Salma masih terngiang-ngiang dengan ucapan Zulfa tempo hari. Zulfa subur? Normal? Sehat? Lalu, kenapa dia tidak kunjung hamil?Pelbagai pertanyaan selalu berputar dalam benak beliau. Ucapan Nuril, tetangga Rio tempo hari pun kembali berputar. Beliau ingat saat Nuril terlihat ragu ketika akan berucap. Apakah ada hal lain yang belum ia sampaikan pada Bu Salma."Bu?" tegur Pak Setyo saat melihat Bu Salma melamun di halaman belakang."Eh, iya, Yah. Ada apa?" sahut Bu Salma."Kamu ngapain melamun di sini? Lagi mikirin apa?" Pak Setyo mengambil posisi duduk di sebelah sang istri. Seperti biasa, beliau menyalakan cerutu, mengisap dan mengembuskannya."Tidak. Tidak ada yang aku pikirkan," jawab Bu Salma."Oh, ya. Kamu tidak bisa membohongiku. Pasti kamu mikirin anakmu itu, kan?" todong Pak Setyo.Bu Salma bergeming."Tidak usah kamu pikirkan mereka. Mereka sudah dewasa dan mengerti apa yang harus dilakukan. Jika kamu t
Read more
Bertemu Nuril
 Sepertinya Bu Salma memang harus menemui Nuril. Tentangga Rio yang pernah menemuinya tempo hari. Beliau yakin, bahwa Nuril mengetahui sesuatu.Beliau pun curiga, bahwa Amara pasti sedang menemui pria yang dikatakan Nuril tempo hari. Entah siapa dia, Bu Salma merasa semua ini perlu untuk diungkap."Ibu ajak Kayla jalan-jalan, ya?" kata Bu Salma pada Rio."Jalan-jalan kemana?" "Ke rumah Nuril. Pasti dia senang kalau ibu datang ngajak Kayla," ucap Bu Salma.Rio mengangguk. Tiba-tiba ide gila terlintas dalam benaknya. Mengingat tidak ada orang lain lagi selain dia dan Silvi. Ia akan menyuruh Bu Imas untuk ke pasar."Ngobrol yang lama juga gak papa kalau Ibu ke sana. Lagian Nuril gak ada temannya. Cuma berdua sama anaknya," kata Rio."Iya!" sahut Bu Salma.Sepeninggal sang Ibu dari rumahnya, Rio memanggil Bu Imas. Bu Imas yang sudah selesai dengan pekerjaannya segera menghampiri Rio."Ada apa, Pak?" tanya
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status