All Chapters of Dipaksa Putus Karena Perjodohan : Chapter 61 - Chapter 70
99 Chapters
Bab 61. Pelayanan Istri
Mentari kembali mengintip, membawa sinar hangatnya di pagi hari, terlihat begitu cerah tanpa sedikitpun awan mendung yang menghalangi. Secerah suasana hati Satria saat ini, tak bisa menghentikan senyuman di bibirnya, sudah membuka matanya, menatap lekat istrinya yang masih tertidur di sampingnya. Menjadikan salah satu tangannya sebagai tumpuan, tidur menyamping, sambil membelai lembut dahi dan juga pipi istrinya yang terlelap. "Ah," desis Alira memekik, sewaktu sebelum subuh tadi, hendak beranjak bangun menuju kamar mandi. Namun harus tertahan akibat rasa sakit yang dirasakannya membangunkan Satria. "Kenapa?" "Sakit," lirih Alira meringis. "Apanya?" pertanyaan bodoh yang di tanyakan Satria, akibat dirinya yang belum sadar sepenuhnya beranjak duduk dari tidurnya. "Ini," Ragu Alira, menggerakkan kepalanya ke arah daerah sensitifnya.
Read more
Bab 62. Adu Jotos
"Selamat Pagi Pak," sapa beberapa pegawai, menyambut kedatangan Satria, yang sedang mengayunkan langkah masuk ke dalam loby, saling berbisik. Memperhatikan Alira yang sedang menundukkan kepala, berusaha untuk tak terganggu dengan pandangan para pegawai yang tak mengetahui status pernikahannya dengan Satria. Tak melepaskan gandengan tangan suaminya. "Kenapa nunduk terus?" Menggelengkan kepala Alira, tak ingin mengungkapkan rasa tak nyaman yang sedang dirasakannya, lebih memilih untuk diam. Tetap berjalan menuju pintu lift khusus karyawan, hendak melepaskan gandengan tangan suaminya. "Kenapa di lepas?" sergah Satria, semakin mengeratkan gandengan tangannya mengalihkan pandangan istrinya. "Lift Mas disana," seraya menunjuk ke arah lift khusus petinggi, yang ada di sisi barat lift khusus karyawan. "Aku ingin naik lift ini, aku antar kamu samp
Read more
Bab 63. Bukan Rela Tapi Di Paksa Mengalah
"Titip Alira," lirih Adam, dengan sisa deru nafasnya yang masih memburu menelan salivanya pelan. Mengacuhkan luka lebam yang menghiasi wajah tampannya, dengan pandangan menerawangnya duduk bersandar di tepi meja sofa menekuk salah satu kakinya menyandarkan kepalanya. "Sayangi dia, jangan pernah kamu menyakitinya," Semakin sesak dan menyeruak, menghimpit keras hati dan juga perasaannya yang telah patah. Mengalihkan pandangannya ke arah Satria yang membisu. Sama sama duduk bersandar menekuk salah satu kaki di tepi meja kerja, tak jauh dari dirinya menatapnya diam. "Alira punya sakit lambung, jadi kamu pastikan jangan sampai dia telat makan. Terlebih saat dia sedang sedih, pastikan dia tetap makan," lirihnya lagi bersitatap. Menahan buliran bening di balik kelopak matanya yang sedikit berkaca-kaca, segera membuang pandangannya ke sembarang arah, menjatuhkan kepa
Read more
Bab 64. Tak Sengaja Bertemu
"Obatnya mana Mas?" tanya Alira, masih duduk di atas sofa di ruangan suaminya, menyuapkan sesendok nasi dan juga lauk terakhir ke dalam mulut Satria. Makan bersama, menyuapi suaminya yang ingin di manja, tak ingin makan sendiri. "Ada di tas," tak mengalihkan pandangan dari layar laptopnya yang menyala, sedang membaca laporan di dalamnya. "Istirahat dulu Mas, bilangnya pusing," "Nanggung Ra, sebentar lagi selesai," jawab Satria, baru menelan makanan yang ada di mulutnya. Sebelum mengalihkan pandangan ke arah Alira yang berdiri. "Habiskan makanan kamu dulu," setelah melirik ke arah makanan istrinya yang tinggal setengah. Tak menghentikan langkah istrinya. Yang sudah membuka resleting utama tas kerjanya merogoh kedalamnya. "Iya nanti, setelah Mas minum obat," . "Di resleting kecil, bukan di situ," Ta
Read more
Bab 65. Di Tinggalkan Begitu Saja?
"Satria," suara wanita menyela. Mengalihkan pandangan kompak Satria dan juga Alira, merasa tersentak dengan kedatangan Azkia yang tak pernah di sangka. Sebelum mengalihkan kembali pandangan keduanya saling beradu pandang. "Ini kenapa wajah kamu?" lanjut Azkia, dengan nadanya yang terdengar khawatir, duduk di kursi kosong di samping mantan kekasihnya mengalihkan kembali pandangan Satria. Yang tersentak, menjauhkan kepalanya spontan mengindari sentuhan tangan Azkia di wajah tampannya. "Yang," lirih Azkia, mengacuhkan Alira yang terdiam, memasang wajah memelasnya. "Jaga sikap kamu Az! hilangkan panggilan itu," dingin Satria, melirik sejenak Alira, menjauhkan duduknya. Hendak mengisi kembali piring kosong milik istrinya, mengacuhkan mantan kekasihnya yang telah menyakitinya, dengan begitu sangat dalam menghianati nya. "Ma
Read more
Bab 66. Ketidakadilan
Kerlipnya bintang, bersinar begitu cerahnya bersama dengan sang rembulan yang berbetuk sabit menghiasi gelapnya malam. Terlihat Satria, mengendarai mobilnya dengan gelisah, membagi konsentrasinya antara stir di tangannya berusaha mengubungi istrinya yang tak mau mengangkat panggilan teleponnya. "Alira... Astaga! kenapa nggak di angkat sih!" gumamnya mendesis bingung, merasa frustasi dengan situasi yang terjadi. Saat istrinya menghilang begitu saja, tak ada lagi di dalam restoran setelah di tinggalkannya pergi beberapa menit. Hanya untuk membantu Azkia keluar dari restoran, merasa kasihan dengan kalimat banyak lelaki yang merendahkan, tak menghargai mantan kekasihnya yang di pandang hina cenderung di lecehkan. "Lebih baik kamu pulang sekarang, kamu bawa mobil kan?" kata Satria, beberapa saat yang lalu, melepaskan rengkuhan tangannya di bahu Azkia di luar restoran. 
Read more
Bab 67. Sedang Berusaha Mencintai
Kumpulan bintang di atas langit di gelapnya malam, saling bersaing menunjukkan sinarnya. Dalam menerangi malam yang semakin larut. Tepat di pukul 21:30, sebuah taksi melesat dengan kecepatan sedang, membawa dua orang yang saling diam, duduk di kursi belakang dan juga kursi depan samping kemudi. Setelah Alira kekeh dengan keputusannya, tetap tak ingin menaiki mobil Satria untuk pulang ke rumah, hingga suaminya itu memutuskan untuk ikut pulang bersama dirinya. "Sudah malam Ra, kita naik mobil saja ya?" pinta Satria, beberapa saat yang lalu, namun tak merubah keputusan istrinya, masih berdiri di tepi jalan mencari keberadaan taksi. "Oke, kita naik taksi sekarang," lanjut Satria, tepat di saat Istrinya itu akan membuka pintu belakang taksi mengalihkan pandangan Alira. Yang sedang merasa malas untuk berbicara maupun berdekatan dengannya, masih mendiamkannya. Segera berganti posisi, le
Read more
Bab 68. Memaafkan Menuju Kebahagiaan
"Nggak perlu di siapkan makanku," kata Satria, ikut turun dari ranjang mengalihkan pandangan istrinya. "Mas mau ke mana?" "Tidur." mengayunkan langkahnya keluar dari kamar dan... BRAKKK Menutup pintu kamar sedikit keras, memejamkan sejenak mata Alira yang masih berdiri memperhatikan. "Tidak tidak," "Jangan seperti itu Sat," Menggelengkan kepalanya cepat, sama sekali tak ingin melakukan itu, marah hanya karena istrinya yang belum bisa mencintainya membuyarkan khayalannya. Sebelum mengalihkan kembali pandangannya, tersenyum kikuk mendengar pertanyaan istrinya. "Kenapa geleng geleng begitu?" mengerutkan kening memperhatikan sikap anehnya. "Nggak papa, aku mau makan," Menganggukkan pelan kepala Alira, hendak mengayunkan langkahnya. Da
Read more
Bab 69. Mama Mayang
Suara bel yang berbunyi di pintu utama apartemen Satria di pagi hari, mengalihkan pandangan Alira, yang sedang menikmati sarapan bersama dengan suaminya di meja makan. "Asisten rumah tangga mungkin Ra," kata Satria. Mengingat kembali jadwal kedatangan asisten rumah tangga yang di mintanya dari yayasan, menganggukan kepala istrinya. "Biar aku yang buka," Segera berdiri dari duduknya, hendak mengayunkan langkahnya menuju pintu utama. Sebelum mengulaskan senyum di bibirnya, beradu pandang dengan asisten rumah tangga yang tersenyum mengangguk ramah. "Selamat pagi Bu, saya Bi Ijah, asisten rumah tangga yang di kirim yayasan Nusa," wanita berusia sekitar empat puluh tahunan, tersenyum dengan begitu ramahnya. "Silahkan masuk Bi," jawab Alira mempersilahkan. Kembali menganggukkan sopan kepala Bi Ijah, ikut mengayunkan langkah masuk ke dalam mengi
Read more
Bab 7. Mama Mayang 2
Derap langkah kaki Alira, setengah berlari dari arah kantin hendak menuju ke ruangan suaminya. Sambil membawa satu box pizza di tangan kanannya, terlihat begitu tergesa, dengan deru nafasnya yang memburu dan juga tersenggal. Merasa begitu takut, bercampur dengan perasaannya yang gelisah, karena kedatangan Mama Mayang yang begitu tiba-tiba. "Aku harus keruangan Mas Satria dulu Dam," ucap Alira, sewaktu di kantin beberapa saat yang lalu. Mencoba untuk menguasai degup jantungnya yang berpacu sangat cepat, menelan salivanya pelan mengangkat pizza yang ada di tangannya. "Aku harus memberikan ini untuk Mas Satria, dan juga," lanjutnya menggantung, melihat sorot mata tajam mantan kekasihnya yang terlihat kesal tak ingin terpengaruh. "Aku juga harus bilang sama Mas Satria, aku nggak ingin Mas Satria salah paham." Membuat dadanya semakin berkecamuk hebat, akibat peran
Read more
PREV
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status