Semua Bab Dipaksa Putus Karena Perjodohan : Bab 81 - Bab 90
99 Bab
Bab 80. Ngidam
Langit mendung di siang hari, hingga menyembunyikan terangnya sinar dari sang mentari di balik gelapnya mendung yang bergelayut. Menemani perjalanan Alira, Satria dan juga Papa Bagaskara, sudah melewati gerbang utama perumahan di kediaman kedua orang tua Alira mengedarkan pandangan Satria. Menikmati rintiknya hujan yang belum terlalu deras, dengan suasana mobil yang begitu hening akibat semua penumpang yang membisu tak ada yang bersuara. "Kok tiba tiba lapar begini ya Mas," suara Alira, memecah keheningan mengalihkan pandangan suami dan juga mertuanya. "Lapar?" sahut Satria, melirik sesaat jam tangan di pergelangannya, "Sudah jam dua belas Ra, waktunya makan siang memang," "Sebentar lagi sampai Ra, tahan dulu ya, apa kita cari tempat makan di sekitaran sini," sela Papa Bagaskara, mengedarkan pandangannya mencari tempat makan yang tak di temukan nya. "Masih bi
Baca selengkapnya
Bab 81. Sensitif
"Azkia," batin Satria, menerima pesan dari mantan kekasihnya. Hingga mengingatkannya akan urusan yang belum di selesaikan dengan mantan kekasihnya itu, mengenai kalung dan juga kedatangan Azkia ke apartemennya beberapa hari yang lalu. (Apa kabar Sat?) Pesan singkat Azkia, mengalihkan pandangan Satria, menatap istrinya yang sedang menikmati sarapan di kursi makan di hadapannya. "Mas yakin nggak mau makan?" tanya Alira tiba tiba. Menyentakkan Satria yang sedari tadi memandangnya. "Ha?" "Kenapa lihatin aku terus sih? lapar ya? ingin makan?" kembali menyuapkan sesendok nasi dan juga lauk ke dalam mulutnya sendiri menggelengkan kepala Satria. "Masih kenyang," jawab Satria "Mau aku suapin nggak?" sesaat setelah menelan makanannya, sembari mengangsurkan sesendok nasi ke depan Satria membuka mulut suaminya. 
Baca selengkapnya
Bab 82. Azkia?
Kondisi perut yang ingin di isi, namun harus di tahan oleh Satria yang ingin menikmati makan bersama dengan istrinya, sedang mengayunkan langkahnya. Melewati lorong dengan beberapa pintu ruangan di samping kanan dan kiri, hendak menuju ruangan keuangan. "Ra," panggil Satria, sesaat setelah membuka pintu ruangan istrinya mengedarkan pandangannya. Tak mendapati seorang pun di dalamnya, tak ada istrinya maupun Anton atasan dari Alira. Membuatnya terdiam, sembari merogoh ponselnya yang ada di dalam kantong jas kerjanya ingin menghubungi istrinya. "Yah, mati," gumamnya, tak bisa menyalakan layar ponselnya. Menggerutu sendiri, melupakan ponselnya yang minta di cas sedari tadi, namun di acuhkan nya demi untuk bisa menyelesaikan pekerjaannya secepat mungkin. Hendak mengayunkan langkahnya kembali keluar ruangan, namun harus tertahan mendengar suar
Baca selengkapnya
Bab 83. Tamparan
Brakkkkkk. Suara pintu mobil yang di buka Alira, terdorong kasar hingga menutup dengan begitu keras mengejutkannya, "Ya Allah!" Tak terkecuali Rani, baru saja masuk ke dalam mobil tersentak kaget. "Azkia?" batin Alira, masih dengan degup jantungnya yang tak karuan, sisa dari rasa terkejutnya, semakin tekejut dengan keberadaan Azkia yang tersenyum tipis, menatapnya sinis. "Hai," sapa Azkia. Mengalihkan pandangan Alira, beradu pandang dengan Rani yang terdiam kembali turun dari mobil mendekatinya. "Hai," balas Alira, harus bisa tenang tak boleh terlihat gugup, membalas senyuman Azkia. "Siapa Ra?" tanya Rani, sangat tak menyukai sikap kasar wanita yang ada di depannya menatap dingin. "Ini?" menunjuk Azkia. "Teman kamu?" Menggelengkan kepala Alira. "Bukan
Baca selengkapnya
Bab 84. Amarah Satria
"Makan dimana?" "Di Sunlight kafe," memejamkan matanya. "Sama siapa? kok nggak bilang kalau makan di luar?" sudah duduk di samping istrinya. "Lupa Mas," Tak mengetahui Satria yang terdiam, memperhatikan sisa warna merah dari bekas tamparan Azkia di pipinya, menyentuh pipinya. "Ini kenapa merah begini?" tanya Satria. Membuka mata istrinya, dengan tatapan tajam menghujamnya mengerutkan keningnya. "Kenapa?" memundurkan kepalanya. "Kok tatapannya begitu? masih lapar ya? ingin makan aku?" kelakar Satria terkekeh sendiri. Sembari membantu istrinya untuk bangun, dan mengulaskan senyum di bibirnya menerima pelukan Alira yang masih membisu membenamkan wajah di bahunya. "Makan sama siapa tadi di kafe?" membelai lembut punggung istrinya. "Sama teman kuliah dulu," melingkarkan tangannya d
Baca selengkapnya
Bab 85. 100 Juta
"Sat," lirih Azkia, dengan degup jantungnya yang tak karuan, sangat mengenal kilatan di mata mantan kekasihnya, menatap sayu. "Kamu merindukanku?" suara Satria akhirnya, setelah terdiam beberapa saat menatap tajam. Sama sekali tak bisa mengendalikan deru nafasnya yang sedari tadi memburu, menganggukkan kepala Azkia. Hingga membuatnya ingin sekali tertawa, tergelak kalau perlu, demi untuk bisa menertawakan wanita yang ada di depannya. Mantan kekasih yang pernah sangat di cintainya, namun sudah menghianati nya, menusukkan belati tepat di hatinya. Dan kini dengan mantapnya menggangguk saat dirinya bertanya apa masih merindukannya? "Kamu masih mencintaiku?" tanya Satria lagi, sedikit bisa mengurangi kilatan di matanya, harus bisa mengendalikan emosinya. "Aku masih mencintaimu Sat, sangat," menatap sayu menunjukkan kesungguhan. "Seberapa besar
Baca selengkapnya
Bab 86. Penyadap
Semilirnya angin di sore hari, hendak menuju senja yang hampir menyapa, menemani langkah Alira, yang sedang berjalan keluar dari gedung Antariksa Group tempatnya bekerja, menuju taksi online yang sudah di pesannya. Sebelum terdiam, menghentikan langkahnya melihat mobil suaminya yang baru memasuki pagar utama gedung Perusahaan. "Mau kemana?" tanya Satria, sesaat setelah turun dari mobilnya mendekati istrinya. "Pulang," datar Alira, masih menyimpan banyak pertanyaan yang ada di benaknya, menatap malas. "Kok nggak nunggu aku?" "Aku sudah pesan taksi online, aku kira Mas masih sibuk sama Azkia," Berhasil mengerutkan kening Satria bingung sendiri. "Nggak khawatir lagi?" merasa bingung dengan sikap acuh istrinya, yang tak menanyakan apa yang sudah di lakukannya ke Azkia. "Nggak," hendak mengayunkan langkahnya kembali, namun tertahan oleh cekala
Baca selengkapnya
Bab 87. Penyadap 2
Bintang yang bertebaran, saling berlomba lomba dalam menunjukkan sinarnya, di temani oleh indahnya bulan sabit yang melengkung menambah pesonanya malam.Namun tak seindah suasana hati Alira saat ini, yang terdiam, terpaku dengan kondisi tubuhnya yang seolah membeku duduk di tepi ranjang.Menatap nanar sebuah benda kecil yang telah di hancurkan oleh injakan kaki suaminya di atas lantai kamar, menundukkan kepalanya dalam.Dengan deru nafasnya yang masih memburu, menemani degupan di jantungnya yang bertalu tak karuan.Sama sekali tak menyangka, bagaimana bisa? bagaimana bisa alat penyadap juga di temukan di bawah ranjangnya?"Ya Allah...," gumam Alira, menutup wajah cantiknya menggunakan kedua telapak tangannya.Sama sekali tak bisa membayangkan, lebih tepatnya tak ingin membayangkan bahwa aktifitas malamnya bersama dengan Satria selama ini di dengarkan, dan mungkin saja di nikmati oleh orang yang tak di keta
Baca selengkapnya
Bab 88. Sakitnya Hati Alira
Lalu lintas yang sedikit padat, hingga menciptakan kemacetan di beberapa titik, sangat menghambat laju mobil yang di kendarai Satria.Sedang di selimuti oleh rasa keingintahuannya yang meninggi, tentang apa dan kenapa? sama sekali tak habis pikir dengan tindakan Azkia yang tak beretika.Memasang penyadap di dalam apartemennya dan terlebih lagi di dalam kamarnya."Apa dia gila?" gerutunya, sesaat setelah mobil berhenti di lampu merah, menunggu lampu hijau yang menyala menyandarkan kepalanya.Hendak menuju kembali ke apartemen mantan kekasihnya, demi untuk bisa mendapatkan jawaban yang bisa memuaskan hatinya yang penasaran tak menyangka.Tanpa mengabari istrinya terlebih dahulu, dan kembali menginjak gas mobilnya perlahan, untuk melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang menembus jalanan yang mulai lenggang."Dimana?" dingin Satria, sesaat setelah panggilan teleponnya tersambung, menanyakan keberadaan mantan
Baca selengkapnya
Bab 89. Kehilangan
Suara sirine ambulance, menambah keramaian di jalan raya, melaju dengan kecepatan tinggi membawa serta Alira yang tengah berbaring di atas ranjang transit ambulance.Bersama dengan Satria yang menemani, duduk tak jauh dari petugas yang yang terdiam, terus saja memantau kondisi Alira, mengantarka nya ke rumah sakit."Ra, bangun Ra," lirih Satria, mencium dalam punggung tangan istrinya yang tak sadar dan tergugu.Semakin terisak, di selimuti oleh rasa bersalahnya yang menguasai, berkali kali meminta maaf dengan suaranya yang lirih dan di dalam hati.Sangat menyesali kejadian hari ini, menyalahkan dirinya sendiri yang tak bisa tegas dalam menghadapi sikap Azkia yang mendekati.Hingga membuatnya lupa dengan tujuan utamanya, hendak menemui mantan kekasihnya itu demi untuk menyelesaikan masalah penyadap di apartemennya.Hingga berakhir seperti ini, menciptakan salah paham berat antara dirinya dan Alira, dan beru
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status