All Chapters of Dipaksa Putus Karena Perjodohan : Chapter 71 - Chapter 80
99 Chapters
Bab 71. Mengungkap
"Kalian bertengkar Ra? ada masalah apa?" selidik Mama Mayang, menatap lekat Alira yang menundukkan kepala. Sebelum mengalihkan pandangannya, mendengar suara lelaki yang menyapanya menyela pembicaraan. "Selamat siang Tante Mayang," sela Satria. Mempercepat degup jantung Alira, bersamaan dengan Adam yang terdiam menatapnya tajam. "Selamat siang," jawab Mama Mayang, sesaat sebelum mengulaskan senyum ramahnya, menutupi rasa bingungnya tak mengenal Satria. Yang mengulurkan tangan ke depannya memperkenalkan diri. "Saya Satria," "Mayang," menyambut uluran tangan Satria sudah berdiri. "Kenal saya?" melepaskan jabatan tangannya menuntut jawaban. "Mamanya Adam?" Hingga menciptakan kembali seulas senyum di bibir Mama Mayang mengangguk pelan membenarkan, "Teman kerjanya Adam ya?" terka Ma
Read more
Bab 72. Melupakan Masa Lalu, Merintis Masa Depan
Semilirnya angin, berhembus sepoi di sore hari. Membelai lembut kunciran rambut Alira yang sedang duduk termangu di atas kursi panjang di sebuah taman tepat di pukul 15.00. Dengan pandangan menerawangnya, demi untuk menenangkan suasana hatinya yang berkecamuk tak karuan, lebih memilih untuk mencari udara segar sesuai dengan saran dari suaminya. Tak ingin berlama lama di kantor semakin menyesakkan perasaannya yang terluka. "Coklat atau vanila?" suara Satria, sesaat setelah berdiri di depan istrinya, mengangsurkan dua cone es krim besar mengalihkan pandangan Alira. "Coklat atau vanila?" tanyanya lagi, mengulaskan senyum di bibirnya menatap sayang. "Coklat," menerima pemberian Satria mengulaskan senyum tipisnya. "Makasih Mas," "Sama sama Sayang," dengan suaranya yang di buat sesensual mungkin, berbisik lirih di telinga istrinya yang tersenyum, hendak menikmati es krim pemberiannya.
Read more
Bab 73. Rumah Tangga Yang Sebenarnya
Semilirnya angin di malam hari, tak begitu dingin menusuk kulit. Di temani oleh banyaknya taburan bintang yang berserakan, saling menunjukkan kilauan sinar menyejukkan mata. Terlihat Alira, sudah berada di dalam apartemennya. Hanya memakai daster bermotif bunga yang membuatnya nyaman, sedang berkutat di dalam dapurnya hendak menyiapkan makan malam untuk dirinya dan juga suaminya. Sendirian, tanpa Bi Ijah yang membantunya, karena asisten rumah tangga barunya itu yang sedang izin keluar, untuk membeli sesuatu. "Masak apa?" suara Satria, tiba tiba saja memeluk istrinya dari belakang, mengalihkan pandangan Alira yang tersentak, sedang mengiris sayuran hingga berjingkat. "Kaget tahu nggak Mas," protes Alira, tak merubah posisinya, menciptakan kekehan di bibir suaminya. "Masak apa?" tanya Satria lagi, menanyakan pertanyaan yang sama berbisik lirih tepat di telinga istrinya.&nbs
Read more
Bab 74. A S?
"Pelan-pelan," lirih Satria, sesaat setelah memberikan teh hangat buatannya, duduk di tepi ranjang di depan Alira. Tak mengalihkan pandangannya dari istrinya yang terdiam, menikmati teh hangat perlahan. "Kita ke dokter ya?" tawar Satria, menggelengkan kepala Alira menolak. "Hanya masuk angin Mas, nggak perlu ke Dokter," "Yakin?" "Yakin," jawab Alira, kembali menikmati teh hangat buatan suaminya, menganggukkan kepalanya. "Nggak usah kerja ya kamu? istirahat saja di sini," pinta Satria. Mengalihkan kembali pandangan istrinya, masih menyeruput teh hangat perlahan. "Disini sendiri?" "Kan ada Bi Ijah, kamu harus tidur, istirahat. Kalau butuh sesuatu tinggal bilang ke Bi Ijah." "Mas kerja?" "Iya, ada meeting nanti jam sepuluh." Jawab Satria, menganggukkan kepalanya pelan menyeka sud
Read more
Bab 75. Pingsan
"Dari mana kamu dapat kalung itu?" tanya Alira, dengan suaranya yang tercekat mencoba mencerna semuanya. "A S, Azkia Satria, menurutmu dari mana lagi aku dapatkan kalung ini?" semakin melebarkan senyumnya mengepalkan tangan Alira. "Kamu tahukan sekarang," "Keluar!" potong Alira, mengedikkan kepalanya menatap tajam. Sudah tak ingin lagi bermain main dengan wanita yang ada di depannya, memperburuk suasana hatinya yang cemburu. "Silahkan keluar sekarang," lanjutnya lagi, segera mengayunkan langkahnya. Hendak membuka pintu utama mengusir Azkia. "Aku ingin ketemu sama Satria." "Dan aku nggak mengizinkan kamu untuk bertemu suamiku!" masih menahan pintunya yang terbuka. "Keluar sekarang! kamu masih punya harga diri kan? setidaknya sedikit saja, tunjukkan kalau kamu wanita yang masih punya sisa martabat." "Apa maksud kamu?" t
Read more
Bab 76.
Sinar mentari masih terasa begitu terik menyengat kulit, meskipun posisi sang Surya yang telah sedikit bergeser, tepat di pukul satu masih di dalam unit apartemen Satria. Terlihat si empunya, sedang berdiri dengan perasaannya yang begitu gelisah, memperhatikan Dokter Manda putri dari Dokter pribadi Papa Bagaskara. Sedang memeriksa Alira yang masih belum sadar juga dari pingsannya. "Kok masih belum bangun juga ya Man?" tanya Satria. "Sabar Kak," mendekatkan minyak kayu putih ke arah hidung Alira baru menyelesaikan tensi di lengan Alira. "Tensinya rendah," "Dia belum makan Man," sahut Satria, mengayunkan langkahnya cepat, ingin duduk di atas ranjang di samping istrinya dan di seberang Dokter Manda. "Belum makan? sama sekali?" "Tadi sih sempat sarapan, tapi keluar semuanya. Alira muntah dan nggak makan lagi sampai sekarang," 
Read more
Bab 76. Hamil
Sinar mentari masih terasa begitu terik menyengat kulit, meskipun posisi sang Surya yang telah sedikit bergeser, tepat di pukul satu masih di dalam unit apartemen Satria. Terlihat si empunya, sedang berdiri dengan perasaannya yang begitu gelisah, memperhatikan Dokter Manda putri dari Dokter pribadi Papa Bagaskara. Sedang memeriksa Alira yang masih belum sadar juga dari pingsannya. "Kok masih belum bangun juga ya Man?" tanya Satria. "Sabar Kak," mendekatkan minyak kayu putih ke arah hidung Alira baru menyelesaikan tensi di lengan Alira. "Tensinya rendah," "Dia belum makan Man," sahut Satria, mengayunkan langkahnya cepat, ingin duduk di atas ranjang di samping istrinya dan di seberang Dokter Manda. "Belum makan? sama sekali?" "Tadi sih sempat sarapan, tapi keluar semuanya. Alira muntah dan nggak makan lagi sampai sekarang," 
Read more
Bab 77. Kebahagiaan
Semilirnya angin di sore hari, membelai lembut tanaman di taman mini Papa Bagaskara yang ada di samping rumah. Taman kesayangan Mama dari Satria, tampak begitu indah dan tertata. Terlihat Papa Bagaskara, bersenandung ria dengan suaranya yang terdengar lirih. Sedang menyirami indahnya bunga berbagai macam warna. "Lihat ini Ma, Bunga kamu nggak ada yang layu kan. Semuanya tumbuh subur, sama seperti cinta Papa ke kamu," gumamnya terkekeh sendiri. "Jadi Mama jangan marah, meskipun nggak setiap harinya Papa bisa menyiram, tapi kan ada Asih yang merawat tanaman Mama jadi bisa seperti ini." Gumamnya lagi, masih mengendalikan slang biru di tangannya, menyirami semua bunga kesayangan mendiang istrinya. "Pak, Bapak," suara Bi Asih, yang tergesa, setengah berlari mengalihkan pandangan Papa Bagaskara. "Ponselnya bunyi," mengangsurkan ponsel keluaran terbaru ke depan majikannya. 
Read more
Bab 78. Tindakan Gila Azkia
Suara tawa Azkia, terdengar menggelegar memenuhi kamarnya. Namun begitu memilukan sebelum terdiam, menghentikan tawa di bibirnya memperhatikan ponselnya yang telah hancur berserakan di atas lantai. Salah satu benda pemberian Satria, ponsel keluaran terbaru beberapa tahun silam, bagaimana bisa sekarang hancur tak berbentuk seperti itu menitikan air matanya. Hendak beranjak berdiri, dengan bibirnya yang bergetar mengayunkan langkahnya perlahan mendekati kepingan ponsel penuh dengan kenangan. "Ponselku rusak Sat, bagaimana ini Sat?" gumamnya lirih, dengan tangisannya yang terisak, memperhatikan pecahan ponsel yang baru di ambilnya. Untuk di dekapnya di dalam dada, kembali mengingat manisnya senyuman Satria saat memberikan hadiah ponsel itu kepadanya. "Semua ini gara gara Alira Sat! gara gara wanita itu! berani sekali dia hamil anak kamu Sat, berani sekali dia mengandung anak kamu,"
Read more
Bab 79. Kebahagiaan Dan Kecemburuan
Hangatnya sinar di pagi hari, bersama dengan semilirnya angin yang berhembus sepoi. Menggoyangkan sedikit dedaunan yang tumbuh di depan gedung rumah sakit tempat Alira memeriksakan kandungan. Bersama dengan Satria, yang sedang berdiri sedikit mencondongkan badannya, sembari menggenggam erat tangan istrinya yang tengah berbaring di atas ranjang di samping layar usg. Menanti tindakan Dokter yang sedang memeriksa kondisi kehamilan istrinya. Begitu sangat berdebar, dengan degup jantungnya yang bertalu tak karuan menikmati kebahagiaan. Sudah berada didalam sebuah ruangan bercat putih, terus saja menatap lekat layar USG memperhatikan tiap gambar yang tersaji di depannya dengan berbagai macam tulisan kecil di atasnya. Sama sekali tak mengetahui maksud dari arti semuanya, segera menjatuhkan pandangannya, tepat di lingkaran sebesar biji kacang polong yang ada di dalam sebuah kantung kehamilan. 
Read more
PREV
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status