Semua Bab Melayat Setelah Dilayat: Bab 21 - Bab 30
40 Bab
Sales
Matanya melotot melihat ke arah Bu Naji. Penasaran, aku pun berbalik menghadap ke belakang.Tidak ada yang aneh, hanya saja penampilan Bu Naji agak lucu, seperti toko emas berjalan. Kalung dengan berbagai model menjuntai sampai ulu hatinya, gelang berjejer hingga siku yang dipasang di luar baju lengan panjangnya dan kulihat, jari-jarinya sampai tidak bisa dirapatkan karena terganjal beberapa cincin di setiap selanya."Ada yang bisa saya bantu, Nak?" tuturnya pada sales tersebut setelah mengambil posisi di sampingku."T-tidak, Bu. Saya hanya perlu data diri Mbak Ira ini sebelum pengajuan investasi dan tanda jadi kerja samanya."Bu Naji tersenyum, tapi justru sales tersebut malah gelagapan seperti tertangkap basah melakukan kesalahan."Kerja sama? Boleh saya lihat?""E-eh, begini, em, sepertinya ini tidak ada hubungannya dengan Ibu, jadi ibu tidak berhak melihatnya," tolak sales tersebut dengan keringat bercucuran. "Lantas, apa hu
Baca selengkapnya
Potret Bangunan
Aku ingat betul, potret bangunan dalam kertas itu sama persis seperti foto yang bapak simpan di album usangnya. Dia selalu bercerita petualangan-petualangan masa kecilnya setiap kali mengenang bangunan yang diakuinya sebagai rumah tempat kelahirannya."Loh! Iya, Mbak. Saya lupa, tadi sampai sini bingung mau ngapain. Akhirnya ngadem sebentar sambil ngingat-ingat," cetus bapak tersebut sambil cengengesan.Dia membuka lipatan kertas di tangannya dan mengambil kartu berwarna biru dari dalamnya."Ini," ujarnya sambil mengangsurkan KTP kepadaku.Entah, rasanya bibirku kelu untuk sekadar bertanya perihal potret bangunan itu. Kubaca sekilas tulisan di KTP dan mencocokkan dengan data yang diisi beliau tadi. Seratus persen data ini sama. Tapi seratus persen juga aku yakin data ini bukan milik bapak tua di hadapanku. Jika menurut data, bapak ini baru berumur dua puluh delapan tahun, gak mungkin kan?. Aku segera berlalu setelah mengucap terima kasih.
Baca selengkapnya
Jati Diri
"Ya, itu foto bapaknya bapakmu. Sekilas mirip sih, sama yang di ponselmu. Kalau kamu punya firasat, mungkin benar. Saya juga gak pernah tahu wajah aslinya.  Emang kamu pernah ketemu?"Meluncurlah cerita hari kemaren dari mulutku dalam sekali tarikan napas.Bu Naji memberi usulan untuk pergi ke alamat yang tertera dalam KTP bernama Rendi itu. Aku mengiyakan.Rumah mewah bercat putih ini tampak singup. Seperti tak ada orang di dalamnya.Sepuluh menit kami menunggu setelah menekan bel, barulah muncul wanita paruh baya dari balik pintu."Cari siapa?" ketusnya."Pak Rendi," jawab Bu Naji tak kalah ketus.Deru mobil memasuki halaman menghentikan percakapan kami. Sosok pria tampan dengan wajah lesu keluar mendekat ke arah kami."Gak ketemu, Ma. Aku udah muter-muter," tuturnya menambah kesan putus asa dalam wajah berkeringat itu. Wanita yang beberapa saat lalu berujar ketus pada kami kini malah meneteskan air mata dan men
Baca selengkapnya
Masa Lalu
"Orang tua dari pangeran hayalanmu yang juga adalah orang tuaku."Kulihat Bu Naji begitu terkejut mendengarnya. "Apa maksudmu? Dia adalah anak tunggal, kau pikir aku tak tahu?" sangkal Bu Naji setelahnya.Aku semakin tak mengerti. Yang jelas, firasatku ternyata salah, Pak Hasan adalah orang tua dari Pak Hadi, yang berarti jelas-jelas bukan kakekku."Ya, memang anak tunggal dari ibunya, tapi dari ibuku? Hh, tak tahu saja kau alasan Tar pergi dari rumah tanpa ada niatan pulang ke kampung halamannya.""Waktu itu ibuku sengaja mendatangi rumah madunya karena selama sebulan lamanya suaminya yang tak lain adalah pak tua ini, tak pernah pulang ke rumahnya. Padahal saat itu adikku dalam keadaan sakit. Terbongkarlah semua yang disembunyikan bapak. Awalnya madu ibu yang tak lain adalah Nenekmu, tak menerima, tapi akhirnya luluh juga demi anak mereka, bapakmu. Sampai menjelang madu ibu meninggal, dia membeberkan rahasia yang selama ini ditutup rapat kepada anak sema
Baca selengkapnya
Bakat Spesial
"Dia yang menghasut!" potong Bu Naji tiba-tiba. Kami semua langsung melotot ke arahnya.Pak Hadi terkekeh sebelum melanjutkan, "Tadi kan sudah tak bilang, saya ini cuma mengasah bakat spesial anak kamu itu. Jadi tanpa saya hasut pun dia sudah berpikiran untuk melakukan hal itu, kan udah ada bakatnya."Bu Naji hendak beranjak menyerang Pak Hadi, namun lebih dulu dicegah oleh Rendi. "Tolong beri saya kejelasan sejelas-jelasnya," geramku pada Bu Naji dan Pak Hadi bergantian."Kejelasan apa lagi? Kamu ndak paham? Bapakmu itu udah dibunuh sama Aryo, anaknya Naji. Lah emang kamu di kantor polisi kemaren gak di kasih tahu?""J-jadi ...." Tak mampu kulanjutkan ucapanku. Air mata mengalir dengan derasnya tanpa mampu kubendung. Ucapan bapak di hari itu ternyata benar, dia merasa dimata-matai dan firasat itu benar adanya. Andai aku lebih tanggap pada ucapan itu, andai hari itu tak kubolehkan bapak pergi, mungkin nyawanya akan selamat. Bapak ... maafkan
Baca selengkapnya
Kebahagiaan
"DNA kami sembilan puluh sembilan persen mirip. Kemaren stok darah di sini hanya ada beberapa, masih kurang untuk kebutuhan Pak Hasan. Entah, ada dorongan dalam diriku untuk mendonor jika memang darahku sama, paahal aku tak mengenal sama sekali pasien tabrak lari itu. Pernyataan aneh kudapat setelah melakukan transfusi, ' Alhamdulillah, darahnya cukup untuk bapak anda,' begitulah dokter bilang. Aku menyangkal, tapi dokter tersebut kekeh dan malah menyarankan untuk sekalian tes DNA setelah kuungkap perihal tak tahunya diriku mengenai keberadaan bapak. Ya, begitulah, mengejutkan sekali. Ternyata Pak Hasan adalah bapak kandungku yang selama ini kucari." "M-maaf, saya pikir Pak Hasan memang sengaja dibuang keluarganya karena dia selalu bilang kalau rumahnya jauh," sesal ibu Rendi. Pak Hadi tersenyum bijak sambil mengangguk. "Iya? Hah? Di mana? Oh, oke. Aku kesana sekarang." Aku menoleh. Rupanya Bu Naji tengah menerima panggilan. "Ra, ibu ada urusan di rumah. Pent
Baca selengkapnya
Tukang Bakso
Siang ini Ira memutuskan untuk tidak mengerjakan apapun. Dia hendak mengistirahatkan tubuhnya setelah sedari pagi mengemas perlengkapan untuk dibawa ke kota-rumah mertuanya.Dia telah mengiyakan untuk melahirkan di kampung halaman sang suami.Masih ada sedikit rasa enggan sebetulnya, terhadap keputusan ini. Tapi bagaimana lagi, dirinya sendiri kurang yakin akan bisa mengurus sendiri buah hati mereka nantinya jika melahirkan di sini. Mengingat, dirinya hanya memiliki paman dan bibi tiri. Kandungannya sudah memasuki usia delapan bulan. Baru kemarin acara syukuran tujuh bulanan diadakan, jadi hari inilah waktu yang dianjurkan oleh dukun bayi di desa mereka untuk berpindah ke rumah yang akan ditempati bersalin. Ya, meski saat ini lebih banyak orang di lingkungannya yang mengabaikan aturan nenek moyang, namun dalam hal terkait jabang bayi Ira masih belum berani menentang. Karena dirinya sendiri belum menemukan pembuktian atas mitos ataupun fakta aturan tersebut.
Baca selengkapnya
Celoteh Syila
Ada suara teriakan yang melengking dari arah mobilnya. Dia segera berbalik menghampiri istrinya tanpa menunggu sahutan tukang bakso."Astaghfirullah! Mama kenapa?" Dirangkulnya sang istri yang tengah menggigil sambil menangkupkan kedua tangan di wajahnya."Ayo kita berangkat sekarang, Pah. Mama udah enakan. Cepetan!""I-iya."Rendi berlari ke arah kemudi dan segera melajukan kendaraannya tanpa menunggu aba-aba lagi.Masih terasa janggal, saat mobil sudah menjauh namun masih dilihatnya dari kaca spion penjual bakso tadi tetap berada di posisi yang sama, tak bergeser atau bergerak sedikitpun. Istrinya kini sudah tak kesakitan seperti tadi, namun dia terus mengatur napas yang masih memburu sambil memejamkan mata. Lantunan adzan maghrib sayup-sayup mulai terdengar, semakin lama semakin keras pertanda sebentar lagi mereka akan  sampai di perkampungan warga. Sebetulnya Rendi agak khawatir dengan kondisi istri dan calon anaknya.
Baca selengkapnya
Garam
"Nanti kita ke rumah Pak Su, ya. Ajak istrimu juga." Rendi mengangguk. Meski agak bingung, tapi dia sudah mulai mengerti arah pembicaraan kakaknya ini. Karena ini bukanlah pertama kalinya Syila seperti ini, juga, Pak Suroso atau Pak Su yang dimaksud kakaknya adalah orang yang sudah bukan rahasiatt lagi, biasa menangantģi urusan dengan makhluk halus.     Rintik hujan menemani keberangkatan ketiganya menuju rumah Pak Su. Tak ada penolakan sama sekali dari Ira, itulah yang membuat Rendi kurang yakin dengan apa yang diduga kakak iparnya tadi.Mbak Dina sempat mengatakan kalau Ira ketempelan, persis seperti yang dialaminya dahulu saat tengah mengandung Syila. Bukannya Rendi tak percaya, tapi bukankah orang yang ketempelan biasanya akan dibuat lupa beribadah pada tuhan? Sedang Ira, dia tetap salat dan mengaji surat yusuf seperti biasanya. Hanya saja itu tadi, caranya berinteraksi dengan semua orang yang berbeda, termasuk pada dirinya."Astaghfirullahal
Baca selengkapnya
Mencari Tahu
"Yeay! Tante Ira datang. Aku mau main sama Tante Ira, boleh ya Nda?" Suara Syila mendekat menghentikan pembicaraan mereka. Terlihat bundanya kuwalahan mencegah Syila agar tak menghampiri para orang dewasa."Sudah biarkan, Din. Sini Syila, sama Oma." Balita itu berlari girang."Tante Ira mau istirahat dulu. Udah malam, kasihan dedek di perutnya ngantuk. Besok aja mainnya, ya," bujuk Mama Rendi pada cucu pertamanya itu. Namun Syila malah merengek, berontak hendak mendekati Ira. Terpaksa Cahyo langsung mengambil tindakan menggendong putri kecilnya itu ke kamar."Yah, aku ke kamar dulu ya, badan berasa sakit semua." Rendi mengiyakan permintaan istrinya. Dia juga ingin segera berbincang dengan mamanya terkait kedatangan Pak Ustaz tadi.Setelah menabur garam ke setiap sudut rumah, Rendi dan mamanya menuju ruang tengah. Raut gelisah masih terlihat jelas di wajah yang mulai keriput itu. Dia takut hal yang sama seperti Syila terulang kembali."Jadi Pak Usta
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234
DMCA.com Protection Status