All Chapters of Melayat Setelah Dilayat: Chapter 11 - Chapter 20
40 Chapters
Anakku
P.O.V Bu Naji"Boleh saya tahu akan dipertemukan dengan siapa, Pak?"Tanya yang diucapkan Ira sambil berjalan agak tergesa mengejar polisi yang lebih dulu keluar ruangan introgasi. Sayangnya kulihat sepertinya tak ada tanda polisi tersebut hendak menjawab pertanyaan Ira, dia tetap berjalan lurus menuju pintu keluar."Pak Hadi selaku pendakwa kasus ini. Beliau ingin menjelaskan langsung kepada anda  bagaimana skema kasus ini terjadi, motif dan hal lain yang dapat membantu memulihkan kembali bisnis keluarga anda." Samar kudengar jawaban polisi tersebut dari arah luar setelah keduanya tak tampak.Tubuhku panas dingin setelahnya. Hatiku berdebar tak karuan mendengar jawaban tadi. Ira akan dipertemukan dengan orang itu, Hadi. Orang dari masa laluku yang licik lagi cerdik itu. Bagaimana ini, bukan hanya hidup Aryo di masa kini yang Ia ketahui, bahkan hidup Aryo sebelum dilahirkan pun dia hapal. Aku takut, belum siap jika masa laluku harus dibuka kembali. Ata
Read more
Tikus Berdasi
"Apa ada uang atau barang lain yang hendak anda ambil sebelum berangkat? Mengingat agenda kali ini tidaklah sebentar.""Ndak ada, Pak. Tapi jika boleh saya tahu, siapa yang akan dipertemukan dengan saya kali ini?""Pak Hadi. Beliau adalah pendakwa kasus penggelapan dana rumah makan ini. Beliau ingin menjelaskan langsung kepada anda bagaimana skema kasus ini terjadi menurutnya, motif dan hal lain yang dapat membantu memulihkan kembali bisnis keluarga anda." Dengan langkah penuh semangat aku memasuki mobil kepolisian ini. Merasa akan menjemput suatu keajaiban, pasti setelah ini teka-teki dalam otak ini akan terpecahkan karena telah menemukan jawabannya. Ah, tak sabar ingin segera menaruh beban berat yang selama ini menggelayuti pikiran.Mobil  melaju setelah dua polisi wanita ikut serta. Tadinya kupikir akan bertemu Pak Hadi di suatu tempat, ternyata tidak. Mereka akan mengantarku ke kantor polisi di pusat kota supaya mereka bisa mencocokkan data
Read more
Foto Yang Berjejer
Bukan Bu Naji ataupun Aryo yang diarak warga, mereka adalah Pak RT dan Bu RT. Seberani itu warga pada pemimpinnya? Memang apa sebenarnya yang dilakukan mereka sampai membuat warga mengamuk seperti ini?.Kusambar jilbab instant yang tergeletak di kursi dan melangkah menuju kerumunan ibu-ibu yang menonton arakan di depan rumah Bu Nia."Kenapa itu, Bu?""Kamu ndak denger? Sibuk ngitung uang mulu, sih!" nyinyir Bu Mita. Haduh, tinggal jawab aja apa susahnya, ish!. Dirasa tak ada tanda-tanda mereka akan menjawab pertanyaanku, aku berlalu dari kerumunan ini. Ndak kepo aku. Huh.Aduh!"Noh, lihat!" Bu Mita melotot setelah mencubit pinggangku. Kepalanya menunjuk pada teras rumah Bu Nia.Mataku menyipit, membaca papan pengumuman yang berdiri di meja samping teras Bu Nia. Sejak kapan papan itu nangkring di sana? Bukankah seharusnya ada di balai desa?."Tikus harus dibasmi... Amanah kok, tapi gengsi lalu mencuri... Periode drama pew
Read more
Keluarga Bahagia
Nyatanya, foto itu tetap sama, foto seperti pasangan keluarga bahagia, ayah-ibu dan anak. Ya, bayi lelaki itu telah dilahirkan. "M-maksudnya apa ini, Bu?" ucapku dengan mata mulai mengembun. Tanpa dijelaskan, hatiku sudah mulai menerka apa yang terjadi. Aku benci pemikiranku sendiri."Ini tak seperti yang kamu lihat, bukalah sampai akhir. Kau akan menemukan jawabannya."Hah? Apa ini? Pelaminan Ibu dan Bapak disertai Bu Naji  yang berpose di samping mereka dengan menggandeng balita. Aku benar-benar tak mengerti. Pasalnya, tak ada satupun foto yang menampilkan wajah suami Bu Naji. Semua lelaki dalam album ini berwajah sama, Bapak. "Saya benar-benar tak mengerti."Bu Naji menatapku lekat, sebelum akhirnya menjelaskan,"Ibu dan bapakmu adalah orang baik, Nduk. Mereka adalah pahlawan Ibu, tak pernah sekalipun meminta balasan atas apa yang telah mereka berikan untuk ibu.""Dulu, dulu sekali ketika Ibu dan ibumu
Read more
Kepergianmu
POV Bu Naji"Sebentar, Ra. Kamu ikut Ibu, ya. Kita menuju rumah sakit tempat Aryo dirawat, kondisinya memburuk. Bisa kan?" seruku pada Ira sesaat setelah telpon dari kepolisian kumatikan."Bisa, Bu."Gusti, kenapa bisa bareng-bareng gini sih, masalahnya. Di sini Pak RT sama Bu RT ketangkep, di sana Aryo sekarat. Bingung aku ini. Masalahnya mereka sama-sama membutuhkan aku. Entah bagaimana jadinya nanti kalau sampai mereka tahu aku ndak ada, dan memberikan kesaksian palsu. Bisa habis aku, mengingat bukti yang mereka punya mengarah padaku.Malam itu aku memang membantu Bu RT membersihkan klinik kosong samping rumahku, namanya juga ada tetangga repot, karena kulihat mereka membersihkannya tengah malam dan terburu-buru sekali jadi kuputuskan untuk membantu mereka.Setelah bersih, mereka memintaku untuk duduk kursi dan berpose seolah menulis data diri, untuk laporan katanya. Aku iya-iya saja, karena memang tak mengerti duduk perkaranya seperti apa. Bebe
Read more
Nostalgia
"Selamat, ya. Anakmu lahir dengan selamat dan sempurna. Lihat ini," Tar memperlihatkan bayi merah digendongannya kepadaku."Aku akan mengadzaninya, jika kamu mengizinkan." Dia tersenyum, manis sekali. Aku mengangguk bahagia, "Boleh," sahutku."Apa kau sudah mempersiapkan nama untuknya?" Aku menggeleng."Bagaimana jika Aryo, Aryo Wicaksono. Agar anak ini, tumbuh menjadi orang yang bijaksana sesuai dengan namanya.""Nama yang indah, boleh juga." Aku mengiyakan sambil membelai lembut bayi laki-laki ini."Apa kau akan memberitahu suamimu perihal anak ini?"Senyum yang semula merekah di wajahku mendadak sirnah. Aku belum siap. Tiba-tiba tubuhku seakan ditarik, melayang menuju dimensi waktu yang lain."Ibu, aku ini anak haram ya? Kok aku nggak punya Bapak? Hu..hu..hu.." Aryo datang menangis sesenggukan dengan masih mengenakan seragam sekolah."Loh, Nak, kata siapa? Aryo punya, kok. Udah diam, ya. Jangan di dengerin. Mere
Read more
Pemakaman
POV Ira"Kamu, k-kenapa bisa ada disini?" ucap Bu Naji terbata. Aku pun menoleh pada orang yang dimaksud Bu Naji."Saya turut berduka cita atas kematian putramu, Aryo." Bu Naji hanya diam, dia kembali pada aktivitasnya meratapi kubur anaknya. Hanya saja tak sehisteris tadi. Entah karena sudah puas melontarkan uneg-unegnya atau karena malu pada Pak Hadi. Ya, suara bariton yang tadi menyapa Bu Naji adalah milik Pak Hadi.Jadi, mereka sudah saling kenal, toh. Sekitar sepuluh menit, Bu Naji berdiri dan langsung keluar pemakaman tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Cepat sekali mood Bu Naji berubah, baru beberapa menit yang lalu dia begitu jinak bak kucing anggora, sekarang, malah seperti singa kelaparan. Ketus sekali."Bisa saya minta waktu anda?""Bukannya Bapak mau menemui Bu Naji?""Itu umumnya, khususnya adalah menemui anda. Mari, jika berkenan. Ada hal penting yang akan saya sampaikan."Aku mengekor Pak Hadi me
Read more
Pelarian
Indahnya matahari pagi. Jika dulu aku sangat jarang, bahkan hampir tidak pernah mengagumi keindahan alam semesta ini, tiga hari ini aku begitu bebas mengaguminya. Pagi saat matahari terbit, petang saat matahari terbenam, atau bahkan siang hari saat matahari tengah bersemangat mengeluarkan aura panasnya.Ya, semenjak kejadian di angkringan tersebut, aku tidak diperbolehkan memasuki rumah, bahkan desaku oleh Bu Naji. Dia mengajakku berlibur di hotel ini, hotel yang indah di tepi pantai. Hanya dengan membuka tirai jendela, akan membuatku terkagum-kagum akan indahnya alam ciptaan Tuhan ini.Liburan atau persembunyian lebih tepatnya. Karena selama di sini, Bu Naji melarang keras aku untuk berbicara dengan siapapun. Termasuk dengan petugas hotel, bahaya, bisa saja mereka adalah bagian dari rencana Pak Hadi katanya. Aku benar-benar penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi. Bu Naji selalu mengelak setiap ku tanya perihal masalah ini."Sampai kapan kita ada di sini,
Read more
Terkuak
"Saat itu, kamu masih belum bisa berjalan. Saat Kang War, sepupuku datang dari Kota dengan membawa banyak oleh-oleh. Ibumu yang tengah mengajakmu bermain di rumah ibu, juga kebagian oleh-oleh. Dengan tangan mungilmu, kamu mengambil permen berbentuk hati yang disodorkan Kang War dalam keadaan terbuka dan langsung melahapnya. Tiga jam setelah itu, ibu dan bapakmu terlihat kalang kabut, karena kamu menangis tanpa henti sampai beberapa jam. Mereka membawamu ke puskesmas di kota dan langsung di rujuk ke rumah sakit besar. Diduga, kamu keracunan. Dan yang membuat kami terkejut, dokter menyatakan kamu positif mengonsumsi narkoba.""Hah? Bagaimana mungkin, Bu?""Setelah polisi melakukan penyelidikan, ternyata permen yang kamu konsumsi itu mengandung narkoba. Bapakmu marah besar pada Kang War saat itu. Tapi Kang War berkata yang sejujur-jujurnya, bahwa dia sendiri tidak tahu. Dari situ, polisi kemudian melakukan razia di beberapa tempat untuk mengambil sampel permen yang dicuri
Read more
Mimpi Buruk
"Aaaaakh....!"Aku langsung terduduk, bangun dari tidurku. Jantungku rasanya melompat-lompat, dag-dig-dug tak beraturan."Ya Allah, hanya mimpi ternyata," gumamku.Kenapa aku mimpi seperti itu, ya. qBapak datang dengan keadaan yang, ah, sudahlah. Mimpi buruk tidak boleh diingat-ingat.Aku mengulurkan tangan hendak mengambil minum yang sudah kusiapkan diatas nakas, meneguknya sampai tandas tak bersisa. Lantas, membaringkan kembali tubuhku di samping Bu Naji. Mata ini sudah kupaksa memejam, tapi otakku tak mau, dia terus memutar kejadian dalam mimpi itu, dimana bapak, jatuh tersungkur di depan pintu dengan bersimbah darah, mengenaskan. Meski sudah ku sugesti bahwa mimpi hanyalah bunga tidur, tetap saja ada sisi lain otakku yang bertanya, Pertanda apa itu? "Salat dulu, Ra. Ayo ke belakang barengan." Ku rasakan wajahku ditepuk pelan, memaksaku untuk membuka mata."Hoaaamm, udah subuh ya," tuturku kemudian. Kami pun beranjak ke belakang hen
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status