Lahat ng Kabanata ng Temen Tapi Demen: Kabanata 11 - Kabanata 20
68 Kabanata
Temen Tapi Demen 10
TEMAN TAPI DEMEN 10     Oleh: Kenong Auliya Zhafira            Berpura-pura memang hal yang tidak enak dalam hidup. Karena bisa membuat semangat meredup. Shasa masih duduk seperti patung mendengar ajakan pulang dari Rey. Ia merasa tidak enak hati dan bersalah. "Ayo ...! Jangan sampai aku berubah pikiran nih?" ajak Rey untuk kedua kali. Shasa pun segera bangkit dan berdiri di dekat Rey. Sungguh hatinya merasa tidak enak.  "Maaf ...," ucap Shasa lirih. Hanya kata itu yang bisa keluar dari bibirnya. Rey mengembuskan napasnya. Mencoba menerima keadaan hatinya sendiri. Ia memang sudah berani memasuki rumah yang sudah berpenghuni. "Maaf untuk apa, Sha? Kamu kan gak salah," jawab Rey sambil menaiki motornya. "U
Magbasa pa
Temen Tapi Demen 11 A
TEMEN TAPI DEMEN 11 A     Oleh: Kenong Auliya Zhafira           Mengabaikan seseorang itu bencana. Sedangkan diabaikan juga bencana. Sama-sama membuat darah semakin tinggi. Hingga sampai pada satu emosi yang ingin memaki juga menghakimi. Shasa merasakan emosinya kini mulai memuncak melihat Soni mengabaikan dirinya. Padahal ia sudah memberikan luka untuk Rey agar bisa bertemu dengannya. Akan tetapi, ia justru malah sibuk bermain gitarnya. "Aku pulang aja, kalau kamu begini!" ucap Shasa sambil meletakkan pisau di meja. "Kok, ngambek? Iya maaf ... soalnya nanggung dikit lagi lancar. Ya udah, sini, aku suapin? Mau apel atau pir?" tawar Soni dengan senyum-senyum tak jelas. Senyum Soni memang selalu mengandung sihir. Itu bisa menyulap marah menjadi rasa be
Magbasa pa
Temen Tapi Demen 11 B
TEMEN TAPI DEMEN 11 B   Oleh: Kenong Auliya Zhafira  Shasa pun merasa demikian. Ia merasa kalau Soni sedang mengungkapkan isi hatinya. "Haruskah aku menjawab yang sebenarnya?" batin Shasa. Pikirnya tidak ada salahnya kalau dicoba. "I love you too ...!" Shasa mengucapkan itu dengan sedikit keras agar Soni bisa mendengar. Dan itu terbukti. Ia langsung menatapnya tajam. Sorot matanya seolah mempertanyakan kebenaran dan keasliannya.  "Jangan becanda, Sha! Gak lucu," jawab Soni seolah ingin kejelasan yang nyata. Bahkan hatinya sudah ia persiapkan sekuat mungkin. "Aku nggak becanda. Apa wajahku terlihat tertawa?"  Soni menyelidik wajah Shasa dengan teliti. Memang tidak ditemukan senyum sedikit pun. Akan tetapi, akalnya masih tidak percaya dengan apa yang terjadi. Tidak mungkin hanya dengan candaan sereceh ini bisa di
Magbasa pa
Temen Tapi Demen 12 A
TEMEN TAPI DEMEN 12 A   Oleh: Kenong Auliya Zhafira            Ketahuan karena melakukan sesuatu hal yang tidak diperbolehkan pasti akan menimbulkan kegugupan yang berakhir ketakutan. Itulah yang sekarang Soni rasakan. Sang bapak masih saja berdiri mematung melihat kelakuan bujangnya yang dengan berani menyentuh anak gadis orang. Belum lagi tentang kalimat calon manten yang terlanjur terdengar. Meski dalam hati merasa senang, tetapi Soni tetap salah di matanya. "Bapak tanya kalian sedang ngapain? Siapa yang jadi calon manten?" Bapak mengulangi pertanyaannya. Bahkan tatapan matanya masih tajam melebihi silet. "I--itu, Om ... Shasa yang mau jadi calon manten." Akhirnya Shasa memberanikan diri menjawab. Meski tangannya gemetaran dan jantungnya berjedag-jedug tidak karuan. Ia tidak peduli lagi kalau Om Hadi akan marah. Y
Magbasa pa
Temen Tapi Demen 12 B
TEMEN TAPI DEMEN 12 B   Oleh: Kenong Auliya Zhafira  Soni tahu jika sudah menjadi pasangan pasti ada rasa ingin bertemu untuk saling melepas rindu dengan canda tawa. Atau hanya sekedar ingin melihat wajahnya. Semoga saja memang Shasa tidak akan berubah sama sekali. Ia pasti mengerti jika semua ini juga untuknya. "Soni ...," panggil Bapak yang membuat Soni tersadar. "Eh, iya, Pak. Kenapa?" jawab Soni kaget. Kepalanya menerawang memikirkan kemungkinan yang bisa terjadi. "Kamu sanggup kan, kalau tidak bertemu Shasa selama beberapa waktu?" tanya Bapak lagi. Kali ini sorot matanya terlihat serius. "InsyaAllah sanggup, Pak. Kan nanti bisa kirim pesan atau teleponan. Bapak tenang aja ...." jawab Soni. Senyumnya pun ia kembangkan agar Bapak tidak merasa bersalah. Meskipun sebenarnya  hatinya mulai meragu.  
Magbasa pa
Temen Tapi Demen 13 A
TEMEN TAPI DEMEN 13 A    Oleh: Kenong Auliya Zhafira            Menahan rindu memang hal yang berat. Mungkin benar hanya Dilan yang sanggup. Shasa belum tahu sanggup atau tidaknya. Namun langkahnya tidak mau berhenti hanya karena rindu. Dengan rindu maka kadar cinta yang ada semakin besar. Akan tetapi, rasa takut pun juga tiba-tiba menghampiri kalau berpikir dari sisi buruknya. Ia tidak mau kepalanya dipenuhi firasat yang tidak-tidak. Karena rindu bisa beralih fungsi menjadi cemburu dalam sekejap. Shasa masih menatap sang ibu yang menunggu jawabannya. Bibirnya hanya bergeming, tidak tahu harus mengatakan apa. "Aku gak tahu, Bu ... semoga aja sanggup." Akhirnya Shasa menjawab semampunya.  Sang ibu pun mulai mengerti kalau anaknya belum terbiasa akan keadaan y
Magbasa pa
Temen Tapi Demen 13 B
TEMEN TAPI DEMEN 13 B   Oleh: Kenong Auliya Zhafira   **        Pagi sekali, sebelum matahari terbit, Soni dan bapaknya sudah mulai menyusun kerangka tarub ke mobil bak. Sang ibu pun menyiapkan cemilan dan minuman untuk dua lelaki terhebat di hidupnya.  Kebetulan urusan dapur sudah selesai. Bahkan sarapan seadanya pun sudah siap. Pagi ini menunya sederhana, yakni nasi goreng.  Sang ibu membawa minuman dan cemilan di teras depan. "Pak, Son ... minum dulu," titah sang ibu yang sudah duduk di bangku panjang. Soni dan Bapak yang sudah selesai pun langsung mendekati sang ibu. Mata Soni berbinar melihat teh manis hangat ditemani oleh pisang goreng dan mendoan. Masih panas pula. Pasti akan terasa sangat enak. "Wah, Ibu tahu aja kalau Bapak haus," goda Bapak
Magbasa pa
Temen Tapi Demen 14 A
TEMEN TAPI DEMEN 14 A   Oleh: Kenong Auliya Zhafira          Perjodohan yang disembunyikan sedemikan dalam bisa saja seperti hadiah. Akan tetapi bisa menjadi seperti kotak Pandora  yang bisa saja isinya tidak terduga.  Dengan bayangan yang sudah berkelana jauh, Soni membantu Bapak menyusun semua kerangka besi hingga menjadi tenda. Tidak ada kata sama sekali. Hanya kata tolong dan terima kasih yang sering mereka ucapkan. Sesekali Soni melirik sang bapak yang tengah mengambil seng untuk atap tenda. Ia terus berpikir kalau Bapak memang mengenal ibunya Shasa. Peluh dan keringat yang menetes di dahi tak dihiraukan Soni. Cuaca memang lumayan panas, bahkan angin yang bertiup hanya memberikan kesejukan sementara. Setelah hampir setengah hari bergelut dengan kerangka besi, akhirn
Magbasa pa
Temen Tapi Demen 14 B
TEMEN TAPI DEMEN 14 B   Oleh: Kenong Auliya Zhafira  Sssttt! Bapak mengerem mendadak mendengar pertanyaan Soni. Mobil berhenti tepat di tepian jalan yang sedikit sepi. Kebetulan sebentar lagi akan sampai rumah. Soni heran kenapa Bapak menghentikan mobilnya. Padahal sebentar lagi sampai. "Pak, kok berhenti?"  Bapak tidak menjawab, ia justru menatap anaknya lekat. Mungkin memang sudah waktunya untuk memberitahu Soni. "Kamu pasti tadi denger pembicaraan Bapak ya?"  "Iya. Suara Bapak terdengar jelas." "Kamu denger Bapak baik-baik." Kali ini suara Bapak terdengar serius. Bahkan sorot matanya terlihat tajam. Soni menatap balik sang bapak. Telinga dan hati sudah dipasang dalam mode kuat dan tajam. "Bapak sama Tante Weni memang saling m
Magbasa pa
Temen Tapi Demen 14 B
TEMEN TAPI DEMEN 14 B   Oleh: Kenong Auliya Zhafira  Sssttt! Bapak mengerem mendadak mendengar pertanyaan Soni. Mobil berhenti tepat di tepian jalan yang sedikit sepi. Kebetulan sebentar lagi akan sampai rumah. Soni heran kenapa Bapak menghentikan mobilnya. Padahal sebentar lagi sampai. "Pak, kok berhenti?"  Bapak tidak menjawab, ia justru menatap anaknya lekat. Mungkin memang sudah waktunya untuk memberitahu Soni. "Kamu pasti tadi denger pembicaraan Bapak ya?"  "Iya. Suara Bapak terdengar jelas." "Kamu denger Bapak baik-baik." Kali ini suara Bapak terdengar serius. Bahkan sorot matanya terlihat tajam. Soni menatap balik sang bapak. Telinga dan hati sudah dipasang dalam mode kuat dan tajam. "Bapak sama Tante Weni memang saling m
Magbasa pa
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status