All Chapters of Luxavar, Negeri di Dasar Samudera: Chapter 41 - Chapter 50
81 Chapters
Kekacauan di Luxavar
Jauh di dalam Samudera Atlantik, di bawah kedalaman lautan yang gelap, di bawah selubung kaca yang melingkupi kehidupannya, di atas sebuah gedung di tengah Kota Mercendia, di dalam ruangan baca terbesar di gedung megah bertuliskan Brugaden, di atas sofa empuk itu, duduklah seorang Atlic laki-laki bersama dua orang lainnya yang berdiri tegap di kedua sisinya.“Jadi, ada berita apa kalian kemari?” tanyanya. Suaranya terdengar kejam dan berkuasa. Matanya memunculkan aura kegelapan yang dalam. Pandangannya menyoroti seorang pria yang baru masuk dari pintu ruangan itu.Atlic yang disorotinya langsung menjawab, “Tentang keamanan gerbang utama Luxavar, Presiden.”“Oh, kasus pelarian lagi?” tanyanya sinis.Dia membuka telapak tangannya dan melihat layar di dalam telapak tangannya dengan serius.“Jadi siapa dalangnya kali ini?” ucap sang presiden dengan tenang.“Dia… Profesor Greinthlen,&rd
Read more
Epilog
Nod mengaduk bubur di panci yang mulai meletup-letup. Dia menyeruput sesuap cairan kental yang ada di dalamnya seraya berharap Fibrela tidak mengejek satu-satunya makanan yang bisa dibuatnya. Dia tidak tahu bagaimana rasa bubur di Luxavar. Semestinya dia mencobanya waktu itu. Tapi kalaupun dia mencicipinya, rasanya pasti akan sangat aneh.Sambil menuang bubur yang telah mengepul itu, Nod sekali lagi membaca buku resep yang dipegang di salah satu tangannya. Dia memberi tanda pada salah satu baris kalimat di buku itu. Sudah lama sekali semenjak Regan dan putrinya meninggal Nod tak pernah memasak bubur. Meski ia selalu mencoba memasak, tak pernah terpikir untuk membuat bubur.Di samping semangkuk bubur itu, ada sup kental yang panas. Nod sudah biasa membuat sup, tapi tak yakin apakah Fibrela bisa merasakan sup itu seperti yang diarasakan.“Aku membawa makanan untukmu,” kata Nod sambil menyodorkan wadah makanan yang berisi bubur dan sup yang sudah sehari
Read more
Part 2
Bocah laki-laki mengamati kepingan tipis berisi susunan serabut halus di hadapannya tanpa berkedip. Kelopak mata yang redup dan jenuh itu terbingkai kaca pembesar. Sesekali dia menggeser serabut tadi dan menyatukannya ke ujung serabut yang lain. Ujung jemarinya seperti mesin yang senantiasa menyeret panel di depannya itu. Ketika seluruh kepingan berserabut di depannya tersusun secara sempurna, dia beralih ke kepingan yang lain dan kembali melakukan rutitinas itu sepanjang hari. Tiap jalinan serabut akhirnya tersambung satu sama lain. Dindingnya yang bercorak kebiruan melukiskan ornamen bawah laut yang terbias oleh kelap-kelip lampu di sudut-sudutnya. Cahaya biru yang terang dengan titik-titik kuning dari beberapa sisi saling beradu untuk memberikan gradasi warna yang lebih gelap. Salah satu lampu ada yang padam, tapi anak itu tidak mengacuhkannya. Dia bahkan tidak menghiraukan keindahan ikan dan gelembung-gelembung udara yang bergerak menghiasi dinding ruangan tersebut. Ada pintu be
Read more
Pantai dan Matahari
“Kau pernah melihat pantai yang sesungguhnya?” tanya Nod pada gadis kecil di sampingnya, “maksudku sebelum kau ke daratan.”“Ayah dan ibuku pernah bercerita tentang hal itu saat aku masih sangat kecil. Aku tidak percaya dengan cerita mereka.”Alis Nod terangkat.“Dan terakhir kali ke daratan, aku terluka. Aku tidak sempat melihat pantai yang kalian katakan sangat indah itu.”“Aku akan membawamu melihat matahari terbenam di tepi laut. Aku berani bertaruh kau tidak akan pernah lupa pemandangan yang akan kau lihat nanti,” tantang Nod.Mobil tua Nod meluncur melewati bebatuan dan pasir di sepanjang jalan. Pepohonan menghiasi setiap pemandangan yang ada. Jika mereka berbalik dan melihat pemandangan di belakang mereka, mereka akan melihat jalanan yang meliuk-liuk membelah hingga ke lembah di antara dua gunung. Namun ketika mereka menghadap ke depan sambil terus melaju, maka perlahan-lahan mereka
Read more
Nota Kesepakatan
Fibrela melangkah ke koridor depan rumah kayu Nod yang sederhana itu. Dia menatap rumah itu dengan bingung. Likos dan Brevis datang semenit setelah Fibrela memasuki koridor rumah Nod.“Ini rumahmu?” tanya Fibrela.“Kau kira ini apa? Kandang kuda?” tanya Likos.Fibrela mengernyit bingung. “Aku sempat berpikir kau punya usaha peternakan juga,” sindir Fibrela.Nod menyingkirkan dedaunan yang berjatuhan di teras depan rumahnya dengan kakinya. Debu dan berbagai daunan kering berserakan memenuhi lantai karena tempat ini sudah lama ditinggalkan.“Rumah ini memang agak tidak terawat,” kata Nod. “Semenjak dia pergi, hanya aku yang tinggal di sini.”Nod membuka pintu rumahnya dan mempersilakan mereka masuk ke dalam. Sofa berwarna hijau gelap memenuhi salah satu sisi ruangan. Di sudut ruangan ada pot bunga yang sudah layu dengan air yang berlumut di dalamnya.  “Buka
Read more
Isu Baru
Mregelen terduduk di hadapan jendela lebar terpaku memandangi pemandangan yang menampakkan suasana pusat kota yang padat. Meski keramaian memenuhi segala sisi kota, dia tetap saja merasa hidupnya hanya sebatas lingkaran selubung Luxavar ini saja. Hal berbeda yang tidak disadari oleh para atlic yang sudah ratusan tahun hidup dalam kedamaian di lantai samudera itu.Mregelen masih larut dalam perenungan yang dalam menembus dimensi ruang dan waktu saat seorang bocah laki-laki menyapanya dari belakang. Anak tersebut berdeham kecil sebagai tanda kehadirannya yang tak diundang.“Kau mau apa?” tanya Mregelen tanpa berbalik dan melihat wajah orang yang masuk itu.“Maaf mengganggu Anda, Profesor Trufer, saya Edvard dari Farmasi dan Bioteknologi Balorop,” kata Edvard.“Katakan saja kau mau apa?”“Saya ingin meminta izin Anda untuk menggunakan pemancar Tablec,” jawab Edvard tanpa berbasa-basi.“Edvar
Read more
Sekolah Baru
“Di mana dia?” Pagi-pagi Nod sudah gaduh mendapati kamar Fibrela yang kosong. Segalanya masih seperti semula, hanya dirinya saja yang menghilang. Vabian di dapur tengah memasak sesuatu. Nod sendiri tidak tahu dari mana rokern itu bisa mendapatkan bahan makanan.“Dia tidak mengatakannya padaku,” jawab Vabian.Nod mencari ke halaman depan dan tidak menemukan siapa pun. Dia ke garasi dan melihat kalau mobilnya juga menghilang.“Ke mana Fibrela?” tanya Nod kalang kabut.Nod tak juga menemukan Fibrela di mana pun. Likos duduk melirik ke arah Nod yang gusar sambil menyerumput kopi hangatnya.“Kenapa? Dia pergi?” Likos bertanya santai.“Kau tahu?” tanya Nod.“Bukankah kau yang bersamanya di sini sepanjang malam?” tanya Likos. “Lagian waktu tidur kalian di daratan terlalu lama baginya. Mungkin dia bosan dan keluar.”“Aku tidak peduli dia terbiasa
Read more
Pembangkang Luxavar
Edvard melangkah ke ruang Mregelen yang berbau tanaman Orchixfilgh yang tercium seperti bau karet. Mregelen tengah memperhatikan layar besar di hadapannya. Pandangannya tak lepas dari benda itu. Dia menyaksikan bagaimana titik-titik merah itu bersinar terang dan kemudian bergerak. Titik-titik itu ada di setiap tempat dalam peta Luxavar yang besar.“Selamat siang, Profesor Trufer,” sapa Edvard.“Kau lagi,” desah Mregelen malas. “Mau menumpang menghubungi temanmu di daratan itu?”“Ehm, sebenarnya….”“Kenapa ada orang yang begitu menyebalkan seperti dirimu, Edvard?” tanya Mregelen.Edvard agak tersinggung mendengar ujaran Mregelen yang menusuk itu. Apa sebegitu menyebalkankah dirinya?“Aku tahu kau sama sekali tidak ingin bekerja sama dengan ayahku, untuk apa bersusah payah membujukku untuk meminta izin menggunakan pemancar Tablec?” tanya Mregelen.Ed
Read more
Pemakaman
Bel sekolah berdering keras. Menandakan kalau sudah saatnya Fibrela dan Brevis terlepas dari segala kegiatan membosankan itu. Di hari pertama mereka sekolah, Fibrela tidak ikut pelajaran di kelas. Dia pergi ke laboratorium untuk melakukan percobaan tentang tanaman prunus itu.Sementara Brevis sibuk mengamati struktur jaringan seekor kucing di daratan. Salah satu pengajar memergoki mereka meninggalkan pelajaran. Untuk hari pertama mereka hanya pendapat hukuman menyalin catatan sebanyak 7 kali. Likos datang menyelamatkan Brevis dari hukumannya dengan membujuk para guru. Sementara Fibrela, karena Nod tak kunjung datang, mesti menyelesaikan hukumannya hingga sore hari.“Kau terlambat,” tukas Fibrela jengkel. “Aku akan pulang sendiri jika kau terlambat lagi.”“Maaf, aku pikir Likos bisa menolongmu. Katanya kalian dihukum karena tidak mengikuti pelajaran di sekolah?” tanya Nod mengalihkan pembicaraan.“Ada guru jahat di
Read more
Hukuman
Fibrela tidak bisa menemukan Brevis di lapangan ataupun di kelasnya. Dia berlari cepat mencari di tiap sudut sekolah dengan cemas. Sambil mengerutu gusar, Fibrela membuka seluruh pintu laboratorium tempat biasa mereka melakukan penelitian rahasia mereka. Hasilnya nihil.Brevis tidak bisa ditemukan di mana pun. Fibrela duduk di tepi taman menghela napasnya. Dia tahu Brevis tidak akan lenyap begitu saja dari tempat ini. Fibrela menerka-nerka lagi kemungkinan keberadaan Brevis.Setelah tidak bisa menemukan Brevis di seluruh ruangan di sekolah, Fibrela melangkah malas masuk ke kelas. Anak-anak tadi memandang mereka aneh.“Kau tidak lihat pembuat onar itu? Anak baru yang selalu dihukum para guru? Orang tuaku melarangku mendekati mereka,” ucap seorang anak dari balik kumpulan teman-temannya. Suaranya tidak cukup kecil untuk terdengar oleh telinga Fibrela.“Iya, kudengar mereka melakukan percobaan di lab. Mereka membunuh kucing sekolah dengan r
Read more
PREV
1
...
34567
...
9
DMCA.com Protection Status