Semua Bab Semu cinta Anea: Bab 41 - Bab 50
74 Bab
Posisi lemah
Anea menatap sinis. Di depannya, Jan terduduk lesu bagai terdakwa yang harus siap dengan keputusan hakim. Ini masih pukul setengah tiga pagi, seharusnya mereka masih terlelap barang sebentar lagi, namun lain dengan keadaan yang terjadi. Justru mereka masih terjaga dengan segala masalah yang meminta segera dipecahkan. “Aku kira ucapanmu tadi malam tulus dari hatimu. Ternyata semua hanya lah sampah sebagai topeng penutup sandiwaramu!” Anea meluapkan kekesalannya pada Jan. Sementara Jan sendiri hanya diam tak bergeming. Sesungguhnya yang ia rasakan saat ini yaitu rasa kesal yang mendalam. Ingin rasanya dirinya mengumpat dan ikut memaki Anea dengan semua ide gilanya ini. “Apa yang ingin kau rencanakan selanjutnya? Apakah akan menelantarkan aku kembali? Aku kira kau benar-benar berubah! Tak ku sangka semua hanya lah kamuflase saja!” Jan masih setia dengan diamnya, bibir tipis itu terkatup rapat tak ada tanda-tanda akan terbuka. “Jawab Jan!”
Baca selengkapnya
Perjanjian dan pernikahan
Anea hanya melirik Jan tanpa berniat menjawab pertanyaannya.“Tunggu sebentar” imbuh Anea. Ia melenggang pergi menuju ruangan yang lain. Beberapa saat kemudian ia kembali dengan beberapa benda di tangan.Jan melihat benda yang Anea bawa. Ia sudah paham karena sebelumnya Anea pun melakukan hal persis seperti ini kepadanya. Selembar kertas, bolpoin, dan juga materai. Rahang kokoh Jan mengeras dan tatapan nyalang ia lemparkan kepada calon istrinya itu.“Hal bodoh apa lagi yang akan kau lakukan!” Lagi-lagi Anea tak menanggapi kata-kata Jan. Ia memilih mencoret-coret lembar kertas putih dengan beberapa kata.“Sudah selesai, kau tinggal tanda tangan saja!” Anea menyodorkan kertas itu kepada Jan.“Wanita gila! Kamu ingin memerasku? Kau benar-benar telah sinting!”“Boleh saya tahu, apa itu?” Tanya pak RT.“Silahkan, saya juga akan menjelaskan alasan saya membuatnya.” Papa
Baca selengkapnya
Kembali ke kota
Jan berdecak sebal. Baru saja beberapa menit menjadi istri, kelakuan Anea sudah sangat menyebalkan, bagaimana nanti jika sudah lama? Jan berpikir Anea akan menjadi monster yang terus mengusik hidupnya! “Aku akan kembali ke kota, siapkan kendaraan. Pekerjaan ku di kantor semakin menumpuk.” “Aku sudah bilang jangan mengganggu, aku lelah. Kau bisa bicarakan itu setelah aku bangun. Satu lagi, jangan coba-coba untuk kabur lagi!” Jan kembali bersungut, ia benar-benar merasa diperlakukan seperti seorang tawanan. Merasa tidak ada yang bisa ia lakukan, akhirnya Jan memilih menyusul Anea merebahkan badan. Raganya pun merasakan penat sedari kemarin tak merasakan istirahat. Situasi di luar masih ramai, beberapa kerabat dan tetangga masih sibuk. Jan tidak mengerti acara hajatan di kampung seperti apa. Tadi saja ia terkejut karena beberapa bayi dan anak kecil berbondong meminta sedikit idu(ludah) kepada dirinya dan Anea. Katanya agar tak ada sawan, membayangkannya
Baca selengkapnya
Paket misterius
"Sebuah kiriman untuk Nona Anea, benarkah ini alamatnya?"Seorang kurir bertanya setelah Anea membuka pintu."Maaf, dari siapa ya?" Jawab Anea heran."Tidak ana nama pengirimnya Nona. Tapi apakah benar ini alamat Nona Anea?" Tanya kurir itu lagi."Iya benar, saya Anea.""Kalau begitu, mohon tanda tangan untuk menerima paket Nona."Paket? Apa mungkin Jan yang memesan di toko online? Karena seingat Anea, ia tidak memesan apa pun. Tapi benda apa yang di pesan?Bukankah mereka baru saja tiba di kota dan belum sempat mengutak-atik gawai untuk sekedar melihat-lihat toko online.Hmm.. dari pada penasaran lebih baik Anea membukanya saja."Satu paket skin care?" Anea terkejut mendapati isi paket itu. Siapa kiranya orang yang mengirim benda ini?Sedang sibuk memikirkan paket misterius ini Anea tiba-tiba teringat Mitha. Mungkin sahabatnya itu telah membalas pesan yang Anea kirim.[Anea! Dari mana saja kau? Menghilang
Baca selengkapnya
Kesalnya Jan
Klek! Anea membuka pintu apartment dengan hati-hati. Sebenarnya saat ini jantungnya tengah berdegup kencang menahan rasa khawatir dan takut. Apa kira-kira yang akan Jan lakukan kali ini kepadanya? Suaranya di telepon tadi terdengar begitu murka. Dengan sebelah tangan menggandeng lengan Mitha, ia melangkahkan kaki perlahan. "Duduklah Mitha, aku ingin meletakkan tas di dalam dahulu." Ucapnya pelan. "Ok." Sebenarnya Anea tengah celingukan mencari di mana sosok Jan berada. Setelah memandang ke segala arah tak nampak batang hidungnya, hanya ada satu kemungkinan, yaitu di dalam kamar. Suasana begitu hening, Mitha entah sengaja atau bagaimana ia tak berceloteh seperti biasanya. Meski begitu Anea yakin Jan berada di rumah karena ia melihat sepatu dan sandal Jan semua tertata rapi di atas rak, meski ada satu yang teronggok begitu saja, Anea pikir itu sepatu yang baru saja Jan pakai. Ditelannya saliva dengan berat, Anea memberanikan diri
Baca selengkapnya
Ulah Clara
Apartment Plazo lantai 20. Tak butuh waktu lama, Jan telah berdiri di sana. Tinggal beberapa langkah lagi, ia segera menemui penyejuk kegundahan hatinya.  Trap.. Trap.. Trap..Suara langkah kaki Jan menggema pada lorong ruangan. Kini ia berdiri tepat di depan sebuah pintu. Tanpa perlu mengetuk, Jan langsung membukanya dengan percaya diri. Tubuhnya menyelinap masuk ketika pintu telah terbuka. Seseorang menyambut Jan dengan pose menantang. Jan terbelalak mendapati penyambutan yang menurutnya begitu istimewa dan tentu saja, menggairahkan! Clara tengah duduk menyilang dengan satu kaki menumpu pada kaki lainnya. Lingerie merah yang ia kenakan tersingkap hingga mengekspos tubuhnya yang sudah setengah telanjang. Napas Jan menjadi tak beraturan. Tentu saja semua lelaki normal akan mengalami hal yang sama bila di suguhkan pada posisi Jan saat ini. Tanpa buang waktu lagi, Jan segera menghampiri Clara dan langsung menyambar bibir berwarna
Baca selengkapnya
Karena Richard?
"Anea, malam ini kita tidur di rumahku saja ya?" tawar Mitha.Anea menatap heran. "Memangnya kenapa?""Lelaki itu pasti tidak akan pulang.""Bagaimana kau menyimpulkannya? Bagaimana jika nanti Jan benar-benar pulang dan aku tidak ada di rumah?""Anea! Kau masih memikirkan laki-laki yang tidak memikirkanmu itu? Aku heran Anea!"Mitha lepas kendali dan membentak Anea."Ada apa Mitha? Kau membentakku?"Mitha menggapai gawai, mengutak-atiknya sebentar kemudian mengacungkan benda persegi itu tepat di depan muka Anea."Lihatlah, Ne! Bukalah matamu. Kau terkhianati Anea! Apa kau masih ingin bertahan dengan lelaki macam itu?"Anea mendelik melihat foto di depan matanya. Hatinya serasa ditikam oleh kenyataan. Kakinya bergerak mundur selangkah, berharap apa yang ia lihat tidaklah benar."Itu tidak mungkin! Jan tidak mungkin melakukannya, Mitha. Itu tidak mungkin!" Racau Anea tidak jelas."Anea! Terimalah kenyataan, t
Baca selengkapnya
Kembali ke kampung
"Richard?" Gumaman Anea terdengar lembut di telinga."Ya, ini saya!" Balas Richard disertai senyuman yang jarang sekali ia tampakkan."Oh, Tuan tampan, dari mana anda mendapatkan alamat saya?" Mitha menyela dengan gaya genitnya.Orang yang ditanya malah terkekeh. ia menggelengkan kepala enggan menjawab pertanyaan yang menurutnya tak penting itu."Ooh, dan apa yang anda bawa? Wahh... sepertinya ini hadiah untuk sang pemilik rumah. Bukankah begitu?" Mitha masih saja menggoda lelaki mempesona di depannya.Sontak saja Anea mendelik. Ia jadi malu dengan sikap Mitha. Tapi mau bagaimana lagi, pekerjaannya kan memang seorang penggoda. Namun entah mengapa Anea merasa sungkan jika berhadapan dengan Richard."Saya yakin kalian belum makan." Dua kantong plastik di tangannya terulur dan bergelantung di udara. Secepat kilat Mitha menyambarnya dengan mata berbinar."Tuan tampan, kau memang sangat pengertian!" Celetuk Mitha sambil mengedipkan sebelah
Baca selengkapnya
Menagih nafkah
Awal bulan tiba.Setelah beberapa hari di kampung tanpa menghidupkan gawainya, ini kali pertama Anea menghubungi Jan.Entah akan bagaimana reaksi lelaki yang masih berstatus suaminya itu. Terakhir kali Anea mengirim pesan jika ia kembali ke kampung dan setelah itu Anea selalu mematikan ponsel. Entah Jan menghubunginya atau tidak, Anea tidak tahu menahu."Semoga kau beruntung, Nak." Anea mengelus perutnya dengan lembut.[Sudah awal bulan.]Sebaris kalimat Anea kirimkan melalui sebuah aplikasi pesan.beberapa waktu menunggu, ceklis abu-abu belum berubah menjadi biru. Artinya pesan Anea belum terbaca.Satu dua menit berlalu, masih sama, tak ada tanda-tanda pesannya terbalas.Sekali lagi Anea menatap jam di gawainya. Harusnya Jan sudah pulang. Baru saja Anea membatin, sosok yang diharap terlihat online pada aplikasi.Pesannya terbaca.Hatinya semakin dag dig dug tak karuan kala terlihat seseorang di seberang sana tengah menge
Baca selengkapnya
USG di kota
Bulan-bulan berganti, Anea masih bertahan di kampung. Walaupun cicit tetangga kadang tak mengenakan di telinga, namun Anea hanya menganggapnya angin lalu. Bagaimana dengan Jan?Anea tidak mempermasalahkan lelaki itu, yang terpenting uang nafkah darinya masih mengalir dengan rutin.Meski tak seberapa, namun bagi Anea hal itu sudah cukup untuk menutupi luka di hatinya. "Sudah siap, Anea?" Ibunya muncul di ambang pintu dengan menepuk-nepuk tas kecil yang hendak ia pakai. Beberapa butir debu menempel di sana. "Sudah, Bu. Ibu sendiri sudah siap atau belum?" "Iya, Ibu juga sudah siap. Ayo berangkat. Hari ini mereka ingin pergi ke kota. Bukan ada apa-apa, namun Anea hanya ingin memeriksa kehamilannya lewat ultrasonografi. Karena desa mereka terpencil, dan di situ belum ada fasilitas tersebut, maka mereka harus pergi ke kota. "Ayo, kak. Aku pengen ke kota sekalian refreshing, hehe..." Bahkan adiknya ikut antusias dengan kegiatan mereka k
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
345678
DMCA.com Protection Status