Semua Bab Catatan Si Boi: Bab 61 - Bab 70
118 Bab
BAB 61. Saran dari Merry
Pengunjung cafe mulai ramai berdatangan. Rata-rata mereka adalah pekerja yang ingin menghilangkan penat setelah seharian berkutat dengan aktivitas di kantor. Beberapa dari mereka wajahnya terlihat suram, mungkin karena sedang ada masalah di tempat kerja. Tapi tidak ada yang mengalahkan kegalauan di wajah yang ada di hadapanku.Kegalauan sangat jelas terlihat di wajah Merry. Dia seperti gadis yang kehilangan doorprize karena tidak datang saat dipanggil, dan sebabnya hanya karena pergi ke kamar kecil. Aku menjadi kagum pada suamiku, dia bisa mengalahkan si pelakor ulung hanya dalam tiga ronde."Apakah menurutmu suamiku tidak normal? dia tidak menyukai wanita?" aku bertanya pada Merry untuk sedikit menghiburnya."Tidak, dia sangat normal. Saat aku menggodanya, aku memperhatikan matanya. Suamimu menatapku seperti binata
Baca selengkapnya
BAB 62. Malam Pertama yang Tertunda
Sesampainya di apartemen, Galang ternyata sudah ada di sana. Dia pulang dengan membawa makanan kesukaanku. Kami lalu makan bersama. Dia bertanya tentang kegiatanku di luar kota. Kukarang saja cerita sekenanya. Mendengar ceritaku yang loncat-loncat tidak karuan karena memang tidak memiliki alur yang jelas, akhirnya Galang memotong dan mulai bercerita keadaan kantor. Meski mengobrol tentang pekerjaan, dia bisa membawakannya dengan santai sehingga tidak membosankan. Sambil makan dan mengobrol, sesekali aku melirik wajahnya. Entah mengapa malam ini Galang terlihat lebih tampan dari biasanya. Jantungku berdebar-debar seperti remaja putri yang sedang menjalani kencan pertama. Aku mulai terperangkap oleh tipu dayaku sendiri. Ini pasti karena saran Merry. Aku berubah pikiran, aku harus secepatnya mengambil keputusan. Tapi siapa yang akan aku ajak bicara? aku tak mung
Baca selengkapnya
BAB 63. Menikmati Hidup
Malam belum terlalu larut. Di luar lalu lintas masih ramai. Banyak pekerja yang baru pulang dari kantor. Beruntung Galang tidak perlu bekerja sampai larut. Tapi memang dia seorang CEO, tidak ada tuntutan pada jam kerja. Yang penting adalah target.Saat ini dia ada di sampingku. Sebagian tubuh kami saling bersentuhan. Bau keringatnya pun masih tercium. Kami memang sudah sering tidur bersama, tapi baru kali ini kami berada dalam satu selimut. Tanpa busana.Aku merasa ada sesuatu yang membasahi pangkal kakiku. Sepertinya Galang juga merasakan hal yang sama. Tangannya kemudian memeriksa untuk memastikan."Kau masih perawan?" tanya Galang setelah yakin apa yang disentuhnya."Kau terkejut?" aku balik bertanya."Tidak." jawab Galang
Baca selengkapnya
BAB 64. Morning Sick
Setelah kembali dari Geger Kalong, aku merasakan hal yang aneh di tubuhku. Awalnya kupikir hanya karena kelelahan. Tapi rasa aneh itu terus ada dan semakin parah tiap harinya. Setiap pagi saat sarapan aku merasa mual dan ingin muntah. Baru saat menjelang sore rasa tidak enak itu mereda. Aku takut ini kutukan dari mertuaku. Aku harus bertanya pada Galang."Galang, apakah mamamu berpikiran jelek terhadapku? Bahwa aku bukanlah menantu yang baik?""Tentu saja tidak." jawab Galang. "Mama tidak pernah berkata jelek tentangmu di hadapanku.""Lalu mengapa setelah kembali dari rumahnya aku merasakan hal yang aneh di tubuhku? setiap pagi aku merasa mual dan ingin muntah."Galang malah tertawa mendengar pertanyaanku. Setelah itu dia memandangku dengan tatapan serius baru menjawab.
Baca selengkapnya
BAB 65. Sakit yang Tak Terkira
Malam sudah mulai meninggalkan hari.   Di pedesaan, saat ini ayam jantan pasti sedang berkokok. Tapi aku tinggal di kota, di apartemen yang berada puluhan meter di atas permukaan tanah. Di luar sana yang ada hanya kesunyian. Hampir semua orang pasti sedang terlelap saat ini.  Hanya segelintir yang sedang terjaga, dan aku salah satunya.Aku terbangun karena merasakan sakit di perutku. Hatiku bertanya, makan apa aku semalam. Sepertinya menu semalam biasa saja. Tiba-tiba aku  sadar, mungkin ini saatnya. Aku segera membangunkan Galang yang masih terlelap di sampingku."Galang... bangun... perutku terasa mulas. Sepertinya aku akan segera melahirkan. Cepat antar aku ke rumah sakit."Galang mengerjapkan mata lalu melirik ke jam dinding. Setelah itu dia memandangku dan bertanya.
Baca selengkapnya
BAB 66. Si Kecil Nana
Galang mengangguk setuju. Tiba-tiba aku merasakan mulas yang tak terkira. Aku langsung meminta Galang memanggil perawat. Kali ini dia datang bersama seorang dokter. Setelah memeriksaku, samar-samar aku mendengar perawat itu menggumamkan kata-kata 'sudah saatnya'. Dokter itu kemudian keluar lalu kembali bersama satu perawat lagi.Galang menggeser posisinya untuk memberikan ruang pada mereka. Setelah itu dia bertanya,"Apakah aku harus keluar?""Tidak." aku berkata setengah berteriak sambil menahan rasa sakit. "Kau harus menemaniku. Kau harus bertanggung-jawab atas semua perbuatanmu."Dokter hanya tersenyum mendengar celotehku. Dia dokter wanita yang sudah cukup berumur, sepertinya dia sudah pernah mengalami apa yang kurasa saat ini. Dia lalu mengatur posisi kami. Galang d
Baca selengkapnya
BAB 67. Ibu Rumah Tangga
Ibu rumah tangga adalah profesi yang masih dipandang sebelah mata oleh masyarakat pada umumnya. Jika seorang wanita menempuh pendidikan sampai doktoral, orang-orang akan bertanya jika nanti dia ternyata 'hanya' menjadi ibu rumah tangga. Coba saja kalian datang ke acara reuni SMA, setiap wanita akan merasa bangga menceritakan apa jabatannya di perusahaan. Yang tidak bekerja dengan malu-malu akan menjawab bahwa saat ini, lagi-lagi menggunakan kata 'hanya', seorang ibu rumah tangga.Aku adalah anak seorang pengusaha. Aku pernah menjadi seorang mahasiswa sekaligus menjadi finalis None Jakarta. Puncaknya adalah saat aku menjadi istri sang CEO. Tapi kini derajatku turun drastis. Kini aku adalah seorang ibu rumah tangga.Tapi aku menjalani ini semua atas keinginanku. Aku bisa saja kembali menjadi dewan pengawas perus
Baca selengkapnya
BAB 68. Perangkap untuk Galang
Aku mulai memutar otak bagaimana caranya membuat perangkap untuk Galang. Dia adalah orang yang tenang dan tidak mudah terpancing emosi. Sangat sulit untuk membuatnya melakukan kekerasan padaku, baik dalam keadaan lupa atau tak sengaja. Aku bisa saja membuatnya mabuk, tapi sepertinya dia tidak akan tiba-tiba memukuliku dalam kondisi itu. Lebih mungkin dia hanya tertidur di sofa dengan wajah damai, dan kembali normal esok pagi.Cara satu-satunya adalah dengan berbohong. Tapi meski aku bisa mengatakan telah mendapat tindak kekerasan dari Galang, aku harus memiliki bukti. Beberapa lebam mungkin bisa mempengaruhi keputusan hakim. Yang aku harus pikirkan adalah bagaimana mendapat  lebam dengan aman tanpa resiko terluka parah.Aku mencoba mengingat-ingat semua jenis lebam yang pernah kuderita. Ternyata hampir seluruh hidupku sehat dan aman. Luka terakhir yang kud
Baca selengkapnya
BAB 69. Sang Pengacara Muda
Kantor biro hukum terkenal tak pernah sepi. Mereka memiliki pengacara terbaik yang siap bekerja 24 jam dan 7 hari. Selain itu banyak mahasiswa-mahasiswa hukum yang magang di sana. Jadi meski jam kantor baru mulai, lobby gedung kantor ini sudah ramai. Gadis resepsionis itu menjadi panik setelah aku takut-takuti. Dia berpikir keras, apakah ingin melanggar prosedur atau tetap menjalankannya dengan resiko apa yang kutakutkan bisa terjadi. Akhirnya dia menelepon seseorang, mungkin pengacara yang dekat dengannya, untuk menanyakan kesediannya menemuiku. Tak lama aku pun diminta mengikuti petugas keamanan yang akan mengantarku. Ternyata ruang kantor yang kutuju tidak besar, sepertinya pengacara yang akan menangani kasusku masih tergolong pengacara muda. Benar saja, aku diperkenalkan pada pengacara yang mungkin usianya hanya beberapa tahun di atasku. Aku lalu memperkenalkan diri. Baru saja aku ingin menanyakan kasusku padanya, HP ku berbunyi. Galang yang menelepon. S
Baca selengkapnya
BAB 70. Sidang Perceraian
Pengacara yang menangani kasusku datang menjemput pagi sekali. Mungkin sudah jadi kebiasaan biro hukum tempatnya untuk datang lebih awal. Kebiasaan yang baik untuk menghindari kemungkinan macet dan sebab lain yang bisa membuat terlambat. Kami juga bisa menyiapkan fisik dan mental terlebih dahulu untuk menghadapi persidangan. Kami tiba di pengadilan setengah jam sebelum jadwal sidang. Galang belum datang, atau jangan-jangan dia tidak mau hadir. Tapi dia adalah orang yang sangat menghormati manusia, jika diundang dia pasti datang. Apalagi yang mengundang kali ini adalah hakim yang mulia dan kehadirannya diperlukan untuk memperlancar persidangan. Benar saja, 20 menit kemudian Galang tiba. Dia datang sendiri, tidak membawa Nana bahkan juga pengacara. Sepertinya dia meremehkan kasus ini. Dia belum tahu bahwa aku mengincar hartanya. Rasakan saja, kelak kau akan menyesal nanti. "Halo Sisca, apakah kau baik-baik saja?" tanya Galang saat menghampiri tempat aku menungg
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
56789
...
12
DMCA.com Protection Status