Semua Bab Pendekar Tengil: Bab 371 - Bab 380
387 Bab
Bab 122: Pamit dari Mekarbuana (part 1)
“Ya. Mungkin kau sudah pernah mendengar bahwa paguron kami ini merupakan tempat para Jawara ahli pedang, sebab kami di sini memang dilatih untuk fokus memperdalam ilmu pedang. Tapi setiap muridnya dikelompokan tergantung kecocokan bakat dan kemampuannya dalam aliran pedang tertentu. Misalanya aku saat ini memperdalam ilmu pedang aliran bunga kamboja, sementara Chakra memperdalam ilmu pedang aliran matahari,” sambung Danu.“Eh? Begitu ya, pantas saja saat diperjalanan sore tadi aku melihat beberapa orang yang sedang berlatih menggunakan gerakan yang berbeda satu sama lainnya,” batin Indra.“Nah, ketujuh orang yang paling menguasai aliran pedang tertentu akan dipilih menjadi salah satu dari Tujuh Kembang Mekarbuana. Tentunya pemilihan itu dilakukan dengan latih tanding satu sama lain,” pungkas Danu.“Luar biasa, itu artinya kau adalah pendekar terhebat yang menguasai ilmu pedang aliran bunga kamboja?” puji Indra.“Hehe.. tidak begitu juga, mungkin kalau dibilang diantara murid yang ada
Baca selengkapnya
Bab 123: Pamit dari Mekarbuana (part 2)
“Jadi mereka berdua peningkatannya adalah yang paling pesat ya,” tukas Danu.“Ya. Pusparani dan Ratna Ayu benar-benar mengerikan, aku tidak habis pikir ada gadis seperti mereka di dunia ini. Semuanya sangatlah sempurna, seakan-akan mereka memang sudah dijadikan manusia pilihan untuk menjadi Jawara tanpa tanding,” jelas Chakra.“Itu sangatlah menarik mengingat dua tahun yang lalu saat mereka datang ke sini, mereka juga sudah memiliki dasar ilmu pedang. Tapi yang lebih mengejutkannya adalah perkembangan mereka selama dua tahun ini. Aku dengar Pusparani sudah sangat menguasai ilmu pedang bunga melati, begitu juga dengan Ratna yang menguasai ilmu pedang bunga kenanga,” timpal Dwi.“He, melihat perkembangan gadis berbakat seperti itu tampaknya menarik juga,” ujar Indra.“Hehe.. kau mungkin malah melihat perkembangannya yang lain Indra,” ledek Danu seraya tertawa. Sontak saja Indra dan yang lainnya juga tertawa.Saat mereka sedang tertawa itulah Danang Arum mendadak datang ke pendopo untuk
Baca selengkapnya
Bab 124: Mahaguru Adiyaksa (part 1)
“Guru sudah tahu siapa saya?” tanya Indra karena penasaran. Sementara itu delapan murid yang sedang latihan sesekali mengalihkan pandangannya kepada Indra yang masih berdiri di luar pendopo.“Paguron Pancabuana baru saja menerima surat dari Mahaguru Kusuma Galuh beberapa hari yang lalu. Beliau mengatakan akan ada tamu dari Kerajaan Panjalu yang datang kemari, duduklah di sini,” jawab Jaka seraya menepuk lantai kayu pendopo tempatnya duduk.“Terima kasih guru. Tapi izinkan saya duduk di bawah sini saja, sebab kedatangan saya kemari adalah untuk berguru di Perguruan Pancabuana ini,” ucap Indra sembari duduk di tanah.“Tidak ada hubungannya duduk di dekatku dengan niatmu datang kemari, selagi kau masih belum resmi menjadi murid di sini kau tetaplah tamu kami,” sanggah Jaka.“Terima kasih guru, tapi saya tetap akan seperti ini,” jawab Indra menunjukan keteguhannya.Tak lama kemudian Dewa kembali datang dari kediaman Mahaguru Adiyaksa. Dia bilang Indra diperintahkan untuk menghadap saat it
Baca selengkapnya
Bab 125: Mahaguru Adiyaksa (part 2)
“Jadi guru sudah mengirim surat kemari ya setelah aku pamit?” pikir Indra. Dia tidak pernah mengira kalau Maung Lara akan sampai mengirimkan surat kepada Perguruan Pancabuana. Tapi mengingat dia telah mengajarkan ajian terlarang yang dia kuasai, sudah sewajarnya dia memang mengirimkan surat untuk meminta maaf secara langsung kepada keluarga Mahaguru dari Pancabuana.“Kau juga perlu tahu Indra, meski kau sudah menguasai ajian terlarang dari Paguron Pancabuana kau belum tentu bisa aku terima sebagai muridku. Sudah sejak dulu paguron ini memiliki aturan sendiri dalam menerima muridnya, siapapun itu termasuk keturunanku sendiri tidak akan bisa segera menjadi murid secara resmi di sini tanpa mengikuti ujian yang sudah ditentukan,” sambung Adiyaksa.“Saya bersedia mengikuti ujian yang ada Mahaguru, sejak awal saya tidak berniat memanfaatkan apa yang sudah saya pelajari ini agar bisa diterima di perguruan ini,” jawab Indra tanpa ragu.“Aku mengerti. Jika kau memang sudah siap mengikutinya ma
Baca selengkapnya
Bab 126: Ujian Pancabuana (part 1)
“Dengarkan dan perhatikan setiap kata-kataku dengan baik karena kita akan membahas aturan dalam ujianmu kali ini. Dalam ujian ini kau akan diberi waktu satu minggu, jika kau lulus sebelum waktu ujian berakhir maka kau akan aku terima sebagai murid Pancabuana. Tapi jika gagal maka kau tidak akan aku terima berguru di sini dan harus mencari paguron lain,” jelas Mahaguru Adiyaksa.“Eh? Satu minggu? Ujian seperti apa sih sampai satu minggu segala?” batin Indra yang terperanjat kaget, dia pikir hanya ujian fisik atau latih tanding saja.“Dalam ujian ini kau bisa menggunakan semua kemampuan yang kau bisa, baik ilmu kanuragan atau apapun itu. Tentunya termasuk ajian gelap ngampar jika kau memang membutuhkannya. Tapi salah sedikit saja maka aku bisa menganggapmu gagal sebelum waktu ujian berakhir. Ingatlah bahwa dalam ujian ini kau bertarung dengan waktu, jika kau kalah darinya maka kau tidak akan aku terima berguru di sini,” sambung Mahaguru Adiyaksa.“Eh? Sebenarnya ujian macam apa yang Mah
Baca selengkapnya
Bab 127: Ujian Pancabuana (part 2)
“Eh, jadi jalanan ini di atas jurang ya?” batin Indra seraya terus menapaki jalanan di belakang Purnakala.Semakin lama mereka berjalan semakin jelas aliran sungai yang ada di bawah mereka, pertanda jurang yang mereka tapaki semakin curam. Samar-samar di kejauhan terlihat sudah ada Mahaguru Adiyaksa berdiri menatap ke bawah memperhatikan aliran deras sungai yang mengalir. Detak jantung Indra kembali berdebar kencang karena belum tahu ujian seperti apa yang harus dia lalui.“Saya sudah membawa Indra, Mahaguru,” tutur Purnakala setelah dia sampai di hadapan Mahaguru Adiyaksa.“Apa kau membawa batunya?” tanya Adiyaksa seraya menatap putra bungsunya.“Tentu, Mahaguru,” jawab Purnakala sambil mengeluarkan batu berwarna hitam dari saku celananya. Ukurannya lebih besar dari ukuran kepala tangan Purnakala sendiri.“Batu? Apakah itu ada hubungannya dengan ujianku?” batin Indra yang mulai harap-harap cemas.“Indra, perhatikan batu ini baik-baik,” ucap Adiyaksa sambil memperlihatkan batu di tang
Baca selengkapnya
Bab 128: Ujian Pancabuana (part 3)
Indra segera menatap tajam aliran sungai yang jauh ada di bawah lereng tempatnya berdiri saat ini. Suara gemuruh air terdengar begitu deras, meski begitu airnyat tetap terlihat jernih bukti bahwa lingkungan sekitarnya terjaga dengan baik. Dari atas sana lebar sungai memang terlihat kecil, tapi Indra yang sudah pernah melihatnya dari dekat sudah tahu kalau sungai itu sangat lebar.“Tadi aku perhatikan dengan jelas kalau batu yang Mahaguru Adiyaksa lemparkan jatuh di sebelah sana,” batin Indra sembari menatap titik batu tadi tercebur ke dalam sungai.“Tapi batu berukuran kecil seperti itu pasti akan hanyut ke hilir sebab air sungainya sangatlah deras,” gumam Indra lagi mencoba berpikir lebih tenang untuk memperkirakan keberadaan batu yang Mahaguru Adiyaksa lemparkan.“Sungai Cijolang ya. Aku harap kau tidak terlalu mempersulitku,” ucap Indra yang tanpa ragu segera melompat dari atas lereng yang begitu curam.Tubuh Indra melayang dengan sangat cepat, pakaian dan rambutnya sampai berkeleb
Baca selengkapnya
Bab 129: Ujian Pancabuana (part 4)
Dia tidak menyangka jika ujian yang harus dia lalui sebegitu sulitnya. Setelah menghirup udara sejenak, Indra kembali turun ke sungai untuk mencari batu yang dilemparkan oleh Mahaguru Adiyaksa. Begitu terus aktivitasnya hingga akhirnya waktu terus berlalu dengan cepat. Pagi beranjak siang, siang beranjak sore.Hingga petang tiba Indra masih belum bisa menemukan batu yang dicari olehnya. Seperti perintah Mahaguru Adiyaksa, dia segera berjalan kembali menuju Perguruan Pancabuana karena tidak diperbolehkan melanjutkan ujian pada malam hari. Tubuhnya benar-benar lemas karena secara terus menerus dia mengerahkan tenaganya untuk menyelam sepanjang hari.“Kalau begini mah besok aku harus membawa bekal,” tutur Indra sambil memegangi perutnya yang mulai terasa lapar.Tepat sebelum malam tiba, Indra sudah sampai lagi di area Perguruan Pancabuana. Tanpa membuang waktu, dia segera menuju pondok. Ternyata di sana sudah ada Purnakala, Giri dan murid lainnya. Mereka terlihat tersenyum melihat Indra
Baca selengkapnya
Bab 130: Akhir Ujian Pancabuana (part 1)
“Mira, apakah jika kau ada di posisiku saat ini kau bisa memikirkan cara lain?” batin Indra seraya membayangkan wajah pujaan hatinya.“Hmmh..” Indra menghela nafas panjang sambil bangkit dan menatap permukaan sungai.Semakin lama Indra berpikir semakin pusing dia dibuatnya, karena itulah Indra memilih untuk segera turun lagi ke sungai guna mencari batu yang dilemparkan Mahaguru Adiyaksa. Berpikir diam saja juga rasanya tidak akan membuahkan hasil. Indra terus menyusuri dasar sungai sesuai tanda yang telah dia buat di tepi sungai menggunakan bambu.Hari demi hari terus berlalu, Indra terus menyisir dasar sungai membolak balik batu yang dia lihat di dalamnya. Tanda yang dia buat di tepi sungai semakin lama semakin jauh dari tempat awal dia membuat tanda. Dia tidak bisa memikirkan cara lain yang lebih efektif untuk menemukan batu yang dia cari, karena itulah dia terus menggunakan cara yang sejak awal mampu dia pikirkan.Tanpa terasa enam hari sudah berlalu sejak dia pertama kali mencari
Baca selengkapnya
Bab 131: Akhir Ujian Pancabuana (part 2)
“Apakah tidak ada cara lain yang bisa saya lakukan agar Indra bisa menjadi murid di sini?” tanya Jaka dengan raut wajah serius.“Tidak ada. Dalam ujian ini dia harus bergantung kepada dirinya sendiri, entah itu pemikirannya atau keberuntungannya,” tegas Adiyaksa.“Yahuuu! Huaaaahh!” tiba-tiba saja dari kejauhan samar-samar suara Indra berteriak kencang.“Apakah dia sudah mengerti petunjuk yang aku berikan?” batin Jaka sambil berdiri menatap ke arah suara terdengar.Mendengar suara teriakan Indra seperti itu mendadak para murid pria keluar dari pondoknya dengan tatapan bingung, para murid wanita yang berada di pondok yang berbeda juga segera keluar menuju ke halaman perguruan. Adiyaksa sendiri segera berdiri dengan mengerutkan keningnya, baginya suara teriakan Indra tersebut tidak seperti orang yang akan menyerah dalam ujian.Semua orang yang ada di Perguruan Pancabuana kini berdiri menatap ke arah asal suara teriakan Indra. Tak lama kemudian semilir angin pagi mulai berhembus, dari ke
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
343536373839
DMCA.com Protection Status