Semua Bab Kematian Wulandari: Bab 11 - Bab 20
42 Bab
Part 11
Pak Irwanto menatap Ardi, dia sedikit memundurkan tubuhnya. Dia ingat siapa lelaki ini, dan juga mulai mengingat siapa Wulandari. Namun, Pak Irwanto bersikap senetral mungkin agar tidak terlihat gugup. "Kamu habis mandi?" tanya Pak Irwanto. "Ma--maaf, Pak Kades. Saya tadi sedang berjalan di dekat blumbang (kolam ikan), untuk memberi pakan. Tiba-tiba, suara air ber gemericik di sudut blumbang sebelah timur. Saat saya lihat ada wanita yang sedang main air, dan ternyata ...." Ardi diam untuk mengatur napasnya. Tiba-tiba, suara orang jatuh atau benda berukuran besar sangat kentara, di telinga semua orang yang ada di depan rumah Najwa. "Apa itu!" tunjuk salah satu tetangga. Cahaya putih berkelebatan, dari belakang pohon yang berukuran besar dan rindang. Lalu, sinar terang berada di atas mobil Pak Irwanto yang sedang melaju ke rumah Bu Bidan.Semua mata hanya menatap, tanpa bisa berbuat apa-apa
Baca selengkapnya
Part 12
 Rombongan terhenti, ketika mendengar suara Pak Irwanto yang sangat kuat. Mereka diam dan memandang orang nomor satu di desa itu. "Sepertinya, saya harus pulang. Kalian jaga anak itu!" tunjuk Pak Irwanto pada mobil yang melaju pelan di depan sana. Semua mengangguk, ketika mendengar perintah Pak Kades. Tapi, ada perasaan campur aduk di hati para warga yang ikut gabung dalam rombongan. Ketika, melihat cahaya di atas mobil tidak juga pergi, seolah-olah mengawal mobil itu atau memang ada yang diincar. "Tenang saja, cahaya itu tidak akan melukai siapapun!" ujarku Pak Irwanto, yang sepertinya mengerti kegelisahan warganya, "kamu temani meraka, dan kamu ikut saya!" imbuh Pak Irwanto pada ajudannya. Pak Irwanto segera berlalu, tanpa menunggu kata, atau pun sergahan dari para warga yang tetap khawatir. "Pak, gimana ini?" tanya tetangga Pak Kuswan. "Kalau bapak ingin pulang, pulang
Baca selengkapnya
Part 13
Suasana hati Pak Kuswan mendadak pilu, dia mengingat kata-kata Pak Bejo. Haruskah dia membawa anaknya pergi, tapi ke mana. Pak Kuswan keluar dari ruang periksa, dan meminta semua orang untuk bubar. Najwa akan menginap untuk diperiksa lebih lanjut. Begitulah yang dia sampaikan. "Kami tunggu di sini, Pak!" ujarku para ajudan Pak Irwanto. Pak Kuswan hanya bisa mengatakan terima kasih berkali-kali, pada para warga dan ajudan yang menunggunya dan kembali ke dalam ruangan. "Saya mau menghubungi Pak Irwanto, dulu. Untuk memberitahu, keadaan di sini!" ujarku Rudi. "Jangan! Bu Kades sedang sakit dan lagi kambuh!" sela Kirman, salah satu ajudan. "Semenjak gadis itu mati! Bu Kades jadi aneh!" ketus Rudi. Mereka tidak tahu, jika pembicaraan mereka terdengar oleh Pak Kuswan. Pak Kuswan hanya bisa diam dan tertunduk, ingin bertanya tapi sudah takut duluan. "Maaf
Baca selengkapnya
Part 14
Kali ini, Rudi yang menjauhkan ponsel milik temannya. Telinganya langsung berdenging, bahkan suara orang yang bertanya padanya tidak terdengar. Bu Esti menarik, Rudi dan menepuk pundaknya berkali-kali. "Masuk ke dalam!" perintah Bu Esti. Wanita yang tidak lagi muda namun, belum berusia senja itu seakan-akan tahu ada sesuatu yang membahayakan. "Pak Kuswan, mari kita berlindung pada Allah, agar malam ini terlewati. Sepertinya, ada yang menginginkan anak bapak mati!" ujar Bu Esti, membuat Pak Kuswan lemas. "Bagaimana warga yang ada di jalan tadi?" tanya Pak Kuswan lirih. 'Hmmm, ini akan sulit di hindari!' guman Bu Esti. "Siapa yang berani keluar dan membunyikan ketungan, agar semua warga masuk ke dalam rumahnya?" tanya Bu Esti pada para lelaki parah baya di depannya. Mereka saling pandang, bingung jika harus memilih. Nyawa diri sendiri atau nyawa banya
Baca selengkapnya
Part 15
 "Hust! Jangan ngomong sembarangan, ah!" bantah Mak Darmani. Mak Darmani hanya ingin menenangkan anaknya, yang sejak tadi ketakutan melihat Najwa sakit. Terlebih kejadian beruntun setelahnya. Dalam hatinya dia sangat khawatir akan anak dan suaminya. Dug! Dug! Dug! Ketukan di pintu yang sangat keras, membuat Mak Darmani dan Ratih terkejut. Suara itu makin lama makin sering, tentu saja membuat mereka ketakutan."Mak!" bisik Ratih. Tubuh gadis mungil itu sudah gemetaran, rasanya ingin sekali hari berganti menjadi siang. "Lafalkan terus Ayat kursi, kita hanya bisa memohon perlindungan dari Allah, Nduk." Mak Darmani berusaha kuat agar Ratih tidak terlalu ketakutan. "Najwaaa!" Suara seorang wanita memanggil, dengan suara mendesah. Tidak menyahuti, mereka berdua terus membaca ayat-ayat suci Al-Quran yang mereka bisa dan mereka ingat di situasi seperti
Baca selengkapnya
Part 16
Mak Darmani menatap Pak Irwanto, ketika mendengar suara teriakan dari dalam kamar yang ada dihadapan mereka. Pak Irwanto diam dan menunduk, tidak berani melihat tatapan Mak Darmani yang penuh selidik. "Siapa saja yang ada di dalam?" tanya Mak Darmani. "Hanya istri saya, Mak!" balas Pak Irwanto dengan menghela napas panjang. Mak Darmani meminta Ratih untuk menunggu di kursi ruang tamu saja, begitu pula Pak Irwanto. Meskipun ada rasa takut namun, Mak Darmani mencoba meyakinkan diri jika, semua baik-baik saja. Perlahan Mak Darmani membuka pintu kamar, dan masuk secara perlahan. Lalu, menutup pintu. Hampir saja Mak Darmani memuntahkan isi di dalam perutnya, di karenakan bau busuk yang menyengat. "Bu Kades!" panggil Mak Darmani. "Jangan masuk! Pergi!" teriak Bu Kades--Kinasih. Mak Darmani mendekat, dan bau busuk itu makin mengocok perutnya. Benar-benar membuat Mak Darman
Baca selengkapnya
Part 17
Mak Darmani tidak bisa tidur dengan tenang, dia masih kepikiran dengan apa yang dilihat dan di dengarnya. Rasanya dia tidak percaya dengan mata dan telinganya, tapi itu yang terjadi. 'Apa semua ini ada hubungannya dengan kematian Wulandari, ya! Tapi, bukannya mereka tidak pernah bertemu. Wulandari selalu bersama Ardi, pasti anak itu yang menyebabkan pukulan berat bagi Wulandari hingga memilih mengakhiri hidupnya!' gumam Mak Darmani. Dia pun tidak tahu akan kebenaran dari kematian Wulandari, bahkan Najwa sering ditanya apakah dia tahu sesuatu atau tidak. Jawabannya selalu tidak tahu apa-apa. "Mak," panggil Ratih lirih. Mak Darmani mengubah posisi tidurnya, kini mereka saling berhadapan. Mak Darmani melihat rasa lelah dan tidak berdaya dari anaknya, itu pun yang dia rasakan saat ini. "Tidur, Nduk!" perintah Mak Darmani. "Ratih takut," ujar Ratih. Mak Darmani memeluk Ratih, dan memintanya untuk t
Baca selengkapnya
Part 18
"Mak, Ratih ke rumah Ririn dulu, ya. Takut ada PR," ujar Ratih lirih dan suaranya bergetar. Mak Darmani merasakan sesuatu yang tidak baik, dia langsung mengambil garam krosok dan membaluri baju Ratih, serta menyisipkan di kantong-kantong baju baju Ratih. "Terserah kamu saja! Tapi, jangan lupa Baca bismillah. Allah sebaik-baiknya pelindung untuk kita di muka bumi ini!" ujar Mak Darmani, tangannya tetap membaluri tubuh anaknya. Ratih melangkah dengan cepat tanpa melirik ke arah makhluk itu, dia mencoba mengabaikannya. Seperti yang di bisikan Mak Darmani ketika tengkuknya di galeri oleh garam. Mak Darmani kembali sibuk dengan kegiatannya meracik jamu untuk istri Pak Irwanto. Dengan gesit dia meramu bahan-bahannya hingga menjadi jamu yang lumayan banyak. "Ada apa, to, Mak?" tanya Pak Kuswan kepo. "Ra ngerti, Pak! Pokoke muambu banget!" jawab Mak Darmani. "Enggak tau, Pak! Pokoknya bau sekali!"
Baca selengkapnya
Part 19
Rumah Pak Irwanto cukup jauh jaraknya, anehnya kenapa tidak pakai mobilnya untuk menjemput Mak Darmani. Kedua pasang suami istri itu cukup heran di buat oleh lelaki yang paling dihormati di desanya. Jarak lima meter, rumah Pak Irwanto sudah kelihatan. Begitu juga bau busuk, sudah mulai tercium. Berbeda dengan semalam, yang hanya berbau disekitar kamarnya saja. Pak Irwanto langsung memakai masker dan memberikan masker lainnya untuk Pak Kuswan dan Mak Darmani. Mereka sampai di rumah, dan betapa anehnya. Bau itu tidak tercium, sehingga mereka melepaskan masker yang dikenakan. "Mak, langsung buatkan jamu untuk istri saya, ya!" pintar bernada perintah. Mak Darmani menuju ke dapur, dan mengambil dua buah gelas. "Bu, permisi. Saya bawakan jamu, agar ibu bisa rileks dan tubuhnya segar bugar!" ujar Mak Darmani ketika masuk ke dalam kamar. Wanita bertubuh kurus itu menatap Mak Darmani dengan sinis, matanya berkilat seperti ada c
Baca selengkapnya
Part 20
"Marni!" pekik Mak Darmani, ketika melihat darah dari kaki Marni, "Pak, panggil Bidan Esti ke sini sekarang!" lanjut Mak Darmani. Pak Kuswan langsung pergi dari rumah Pak Irwanto, menuju rumah Bu Bidan. Setelah sebelumnya mencari keberadaan Pak Irwanto namun, tidak menemukannya. Mak Darmani dengan susah payah memapah Marni duduk di sofa yang ada di dalam kamar. Kemudian, mencoba memeriksa keadaan Marni. "Sakiiiit!" lirih Bu Kades. Mak Darmani langsung menghampiri wanita yang masih terlihat muda itu. Memeriksa apakah yang sedang di rasanya. Saat dia paham apa yang di rasa, Mak Darmani mencoba bertanya. "Bu, sudah pernah diperiksa?" tanya Mak Darmani dan dijawab dengan gelengan kepala. Mak Darmani tersenyum, ketika melihat Bu Kinasih tidak seperti awal ketika berjumpa dengannya. Dan saat, Mak Darmani hendak pergi ke dapur untuk mencari dedaunan dan jamu yang sudah dia siapkan. Suara Marni membuyarkan niatnya
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status