Rumah Pak Irwanto cukup jauh jaraknya, anehnya kenapa tidak pakai mobilnya untuk menjemput Mak Darmani. Kedua pasang suami istri itu cukup heran di buat oleh lelaki yang paling dihormati di desanya. Jarak lima meter, rumah Pak Irwanto sudah kelihatan. Begitu juga bau busuk, sudah mulai tercium. Berbeda dengan semalam, yang hanya berbau disekitar kamarnya saja.
Pak Irwanto langsung memakai masker dan memberikan masker lainnya untuk Pak Kuswan dan Mak Darmani. Mereka sampai di rumah, dan betapa anehnya. Bau itu tidak tercium, sehingga mereka melepaskan masker yang dikenakan.
"Mak, langsung buatkan jamu untuk istri saya, ya!" pintar bernada perintah.
Mak Darmani menuju ke dapur, dan mengambil dua buah gelas.
"Bu, permisi. Saya bawakan jamu, agar ibu bisa rileks dan tubuhnya segar bugar!" ujar Mak Darmani ketika masuk ke dalam kamar.
Wanita bertubuh kurus itu menatap Mak Darmani dengan sinis, matanya berkilat seperti ada c
"Marni!" pekik Mak Darmani, ketika melihat darah dari kaki Marni, "Pak, panggil Bidan Esti ke sini sekarang!" lanjut Mak Darmani.Pak Kuswan langsung pergi dari rumah Pak Irwanto, menuju rumah Bu Bidan. Setelah sebelumnya mencari keberadaan Pak Irwanto namun, tidak menemukannya.Mak Darmani dengan susah payah memapah Marni duduk di sofa yang ada di dalam kamar. Kemudian, mencoba memeriksa keadaan Marni."Sakiiiit!" lirih Bu Kades.Mak Darmani langsung menghampiri wanita yang masih terlihat muda itu. Memeriksa apakah yang sedang di rasanya. Saat dia paham apa yang di rasa, Mak Darmani mencoba bertanya."Bu, sudah pernah diperiksa?" tanya Mak Darmani dan dijawab dengan gelengan kepala.Mak Darmani tersenyum, ketika melihat Bu Kinasih tidak seperti awal ketika berjumpa dengannya. Dan saat, Mak Darmani hendak pergi ke dapur untuk mencari dedaunan dan jamu yang sudah dia siapkan. Suara Marni membuyarkan niatnya
Ketika hendak membawa Marni, Pak Irwanto datang bersama lelaki berpenampilan aneh. Jari yang dipenuhi oleh cicin batu akik berbagai ukuran, rambut gimbal dan gigi-gigi yang menghitam."Kenapa, Marni?" tanyanya panik."Keguguran, Pak! Dia harus segera mendapatkan pertolongan, jika tidak nyawanya tidak tertolong. Karena darah banyak yang keluar!" ujar Bu Bidan Esti.Pak Irwanto segera meminta, Marni dibawa ke rumah sakit dan dia mengatakan jika biayanya dia yang akan menanggung.Bidan Esti, sebenarnya ingin bertanya. Tapi, melihat lelaki di samping Pak Irwanto, Bidan Esti mengurungkan niatnya.Marni langsung dibawa, ketika mobil sudah mundur dan pintu belakang dibuka."Pak, Mak, saya harus bawa Marni dulu. Untuk Najwa, lebih baik jangan dibawa pulang dulu. Nanti saya akan ceritakan! Hati-hati di sini!" Bidan Esti memperingati Mak Darmani dan Pak Kuswan.Keduanya saling pandang, memang ada perasa
Mak Darmani langsung lemas, dia mengira jika dukun itu adalah suruhan dari, Pak Irwanto untuk meneluh istrinya. Mak Darmani memaksa Pak Kuswan pulang dari rumah yang penuh keanehan."Irwanto! Kenapa kamu mengajak paranormal pribadi mama!" pekik seseorang dari luar rumah.Semua mata memandang ke arah pintu, menanti wanita yang berteriak kencang. Wanita itu, terus mengomel tidak jelas sampai di depan kamar Bu Kades."Eh! Perempuan sundal! Kamu apain paranormalku!" pekik wanita yang usianya hampir sama dengan Pak Irwanto, ketika melihat orang kepercayaannya terbujur kaku di lantai.Pak Irwanto panik dan bingung menjelaskannya, hingga Bu Kades mulai membuka mulutnya."Kau yang sundal! Apa yang membuatmu membenciku sedemikian rupa hingga membawa dukun untuk meneluhku!" ucapnya dengan nada tinggi."Wanti?" tanya Pak Irwanto pada mama tirinya.Ya, Mak Darmani dan Pak Kuswan tau jika wanita yang baru
Ketika Mak Darmani dan Pak Kuswan melewati pohon sawo yang tinggi dan besar, mereka melihat sesuatu yang membuat mereka tidak percaya dengan mata mereka."Pak, i-iku. Wulan, to?" tanya Mak Darmani dengan suara bergetar."Pak, i-itu. Wulan, kan?"Pak Kuswan langsung menggandeng tangan Mak Darmani, agar tidak melihat ke arah yang di ucapkannya. Mulutnya tidak henti berdoa dan berdoa, sejak keluar dari rumah Pak Kades."Lan, maaf!" Suara itu terdengar dari balik gubuk di bawah pohon sawo yang berjarak tidak jauh, dari pohon sawo yang berukuran besar, "Wulan, aku benar-benar menyesal. Maafkan aku!" lanjut suara itu.Mak Darmani yang tadinya sudah berpikiran buruk pada Pak Irwanto, sekarang lebih meyakinkan diri, jika suara itu hanyalah suara halusinasi dirinya saja, karena baru saja melihat penampakan Wulandari."Mak, tunggu dulu!" pinta Pak Kuswan.Lelaki tua itu mendekati asal suara dan menemukan Ardi yang
Beberapa warga mulai berdatangan, mereka ingin mengetahui kejadian yang sebenarnya. Semua mata tertuju pada Ardi yang tertunduk lesu dan diam saja, tidak berani menatap dan menyapa seperti biasanya."Oalaaah! Bocah gendeng. Wani ngelakoni, tapi ra wani tanggung jawab!" Maki salah satu warga yang geram pada Ardi.(Oalaah! Anak gila. Berani melakukan, tapi enggak berani tanggung jawab!)Ardi harus bersembunyi di belakang Pak Kuswan, agar tidak terkena amukan warga yang mulai tersulut emosi. Dari kejauhan, terlihat Mbok Darmi dan suaminya mendekati kerumunan. Wajah yang mulai di penuhi keriput itu menahan rasa capek ketika harus jalan tergsa-gesa. Sebenar, Mbok Sri sudah pasrah akan takdir anaknya. Akan tetapi tidak dengan suaminya, lelaki itu masih tidak rela dengan kematian Wulandari yang tragis diusianya yang masih muda."Tega kamu, Di! Kenapa bukan kamu saja yang mati!" maki Mbok Sri.Mbok Sri mengangkat tangannya ke arah Ardi, dan siap mendaratka
"Mak, aku menerapkan kebaikan untuk Wulandari. Tidak ada yang salah dengan itu!" tegasnya di akhir kalimat. Mak Rominah tersenyum mengejek, dan melemparkan pandangannya jauh ke depan. Bayangan beberapa minggu sebelum Wulandari meninggal terlintas. Ada rasa miris, sedih dan rasa bersalah teramat sangat, bercampur menjadi satu. Mata renta yang penuh keriput, mulai berembun. Namun dia masih bisa menahan bulir bening yang hampir terjatuh. "Kebaikan opo? Kebaikan yang membuat anakmu terjerumus? Kebaikan yang menekannya? Kebaikan yang membuat dia ingin mengakhiri hidupnya?" tanya Mak Rominah. Mbok Sri makin meradang, mendengar ucapan dari Mak Rohimah. Ucapan yang sebenarnya pernah dia dengar dari mulut anaknya sendiri namun, demi menutupi rasa gengsinya, dia tidak mengakui hal itu. Dia merasa sudah melakukan hal yang benar, dan tidak mau di kritik. "Kalian hanya menutupi kesalahn dengan memutar balikan fakta!" ujar Mbok Sri dengan menaikan suaranya satu okt
Pak Kuswan sepertinya juga mengingat apa yang diingat oleh istrinya. Dia langsung berbalik arah dan langsung menuju ke klik Bidan Esti di ikuti oleh istrinya. Beberapa orang saling berbisik, menanyakan ada apa, dan mereka hanya bisa menduga-duga. Lalu, kembali fokus pada Ardi yang masih diam tidak berkata apa-apa. "Baiknya tetap kita adili! Mereka bisa sajs berbohong!" teriak warga yang sedari awal ingin Ardi di hukum. "Silahkan! Tapi, jika Ardi tidak salah maka yang menghukumnya akan kami hukum lebih dari apa yang kalian lakukan pada Ardi!" ucap Mak Rominah santai. Semua diam, tidak ada yang menyetujui ataupun menolak, ucapan Mak Rohminah. "Kita tunggu, dulu. Sebentar lagi, kita akan tahu siapa yang melakukan hal keji pada Wulandari dan menyeabkan kekacauan ini!" Mak Rominah meyakinkan semua, "baiknya bubar!" imbuhnya. Semua mengikuti anjuran Ma Rominah, mereka pergi satu persatu. Hanya ada beberapa orang yang menghardik Ardi ketika meninggal
"Saya, Ines. Suster jaga Bidan Esti!" jawab wanita muda itu.Mak Darmani dan Pak Kuswan saling pandang, bagaimana bisa suster jaga ada di luar klinik, lalu ke mana anak mereka?"Suster, di mana Ratih dan Najwa?" tanya Pak Kuswan khawatir."Saya baru datang, Pak, Bu. Gantian dengan teman saya!" ujarnya bingung.Mereka sama-sama bingung dengan situasi yang ada, lalu mereka berembuk untuk masuk secara paksa. Betapa terkejutnya mereka, ketika masuk ke dalam klinik. Ruang yang acak-acakan, dan tidak menemukan siapapun di dalam kamar rawat klinik."Kita berpencar," ujar suster.Pak Kuswan langsung menuju ke belakang, dan membuka satu persatu ruangan yang tertutup."Maaak! Ratih di sini!" teriak Pak Kuswan, ketika membuka kamar mandi di bagian belakang.Pak Kuswan langsung membuka ikatan yang membelit tangan Ratih dan suster, lalu mengajak mereka keluar dari kamar mandi. Mak Darmani berjalan dengan langkah cepat mendekati asal suara P