Mak Darmani menatap Pak Irwanto, ketika mendengar suara teriakan dari dalam kamar yang ada dihadapan mereka. Pak Irwanto diam dan menunduk, tidak berani melihat tatapan Mak Darmani yang penuh selidik.
"Siapa saja yang ada di dalam?" tanya Mak Darmani. "Hanya istri saya, Mak!" balas Pak Irwanto dengan menghela napas panjang. Mak Darmani meminta Ratih untuk menunggu di kursi ruang tamu saja, begitu pula Pak Irwanto. Meskipun ada rasa takut namun, Mak Darmani mencoba meyakinkan diri jika, semua baik-baik saja. Perlahan Mak Darmani membuka pintu kamar, dan masuk secara perlahan. Lalu, menutup pintu. Hampir saja Mak Darmani memuntahkan isi di dalam perutnya, di karenakan bau busuk yang menyengat. "Bu Kades!" panggil Mak Darmani. "Jangan masuk! Pergi!" teriak Bu Kades--Kinasih. Mak Darmani mendekat, dan bau busuk itu makin mengocok perutnya. Benar-benar membuat Mak DarmanMak Darmani tidak bisa tidur dengan tenang, dia masih kepikiran dengan apa yang dilihat dan di dengarnya. Rasanya dia tidak percaya dengan mata dan telinganya, tapi itu yang terjadi.'Apa semua ini ada hubungannya dengan kematian Wulandari, ya! Tapi, bukannya mereka tidak pernah bertemu. Wulandari selalu bersama Ardi, pasti anak itu yang menyebabkan pukulan berat bagi Wulandari hingga memilih mengakhiri hidupnya!' gumam Mak Darmani.Dia pun tidak tahu akan kebenaran dari kematian Wulandari, bahkan Najwa sering ditanya apakah dia tahu sesuatu atau tidak. Jawabannya selalu tidak tahu apa-apa."Mak," panggil Ratih lirih.Mak Darmani mengubah posisi tidurnya, kini mereka saling berhadapan. Mak Darmani melihat rasa lelah dan tidak berdaya dari anaknya, itu pun yang dia rasakan saat ini."Tidur, Nduk!" perintah Mak Darmani."Ratih takut," ujar Ratih.Mak Darmani memeluk Ratih, dan memintanya untuk t
"Mak, Ratih ke rumah Ririn dulu, ya. Takut ada PR," ujar Ratih lirih dan suaranya bergetar.Mak Darmani merasakan sesuatu yang tidak baik, dia langsung mengambil garam krosok dan membaluri baju Ratih, serta menyisipkan di kantong-kantong baju baju Ratih."Terserah kamu saja! Tapi, jangan lupa Baca bismillah. Allah sebaik-baiknya pelindung untuk kita di muka bumi ini!" ujar Mak Darmani, tangannya tetap membaluri tubuh anaknya.Ratih melangkah dengan cepat tanpa melirik ke arah makhluk itu, dia mencoba mengabaikannya. Seperti yang di bisikan Mak Darmani ketika tengkuknya di galeri oleh garam.Mak Darmani kembali sibuk dengan kegiatannya meracik jamu untuk istri Pak Irwanto. Dengan gesit dia meramu bahan-bahannya hingga menjadi jamu yang lumayan banyak."Ada apa, to, Mak?" tanya Pak Kuswan kepo."Ra ngerti, Pak! Pokoke muambu banget!" jawab Mak Darmani."Enggak tau, Pak! Pokoknya bau sekali!"
Rumah Pak Irwanto cukup jauh jaraknya, anehnya kenapa tidak pakai mobilnya untuk menjemput Mak Darmani. Kedua pasang suami istri itu cukup heran di buat oleh lelaki yang paling dihormati di desanya. Jarak lima meter, rumah Pak Irwanto sudah kelihatan. Begitu juga bau busuk, sudah mulai tercium. Berbeda dengan semalam, yang hanya berbau disekitar kamarnya saja.Pak Irwanto langsung memakai masker dan memberikan masker lainnya untuk Pak Kuswan dan Mak Darmani. Mereka sampai di rumah, dan betapa anehnya. Bau itu tidak tercium, sehingga mereka melepaskan masker yang dikenakan."Mak, langsung buatkan jamu untuk istri saya, ya!" pintar bernada perintah.Mak Darmani menuju ke dapur, dan mengambil dua buah gelas."Bu, permisi. Saya bawakan jamu, agar ibu bisa rileks dan tubuhnya segar bugar!" ujar Mak Darmani ketika masuk ke dalam kamar.Wanita bertubuh kurus itu menatap Mak Darmani dengan sinis, matanya berkilat seperti ada c
"Marni!" pekik Mak Darmani, ketika melihat darah dari kaki Marni, "Pak, panggil Bidan Esti ke sini sekarang!" lanjut Mak Darmani.Pak Kuswan langsung pergi dari rumah Pak Irwanto, menuju rumah Bu Bidan. Setelah sebelumnya mencari keberadaan Pak Irwanto namun, tidak menemukannya.Mak Darmani dengan susah payah memapah Marni duduk di sofa yang ada di dalam kamar. Kemudian, mencoba memeriksa keadaan Marni."Sakiiiit!" lirih Bu Kades.Mak Darmani langsung menghampiri wanita yang masih terlihat muda itu. Memeriksa apakah yang sedang di rasanya. Saat dia paham apa yang di rasa, Mak Darmani mencoba bertanya."Bu, sudah pernah diperiksa?" tanya Mak Darmani dan dijawab dengan gelengan kepala.Mak Darmani tersenyum, ketika melihat Bu Kinasih tidak seperti awal ketika berjumpa dengannya. Dan saat, Mak Darmani hendak pergi ke dapur untuk mencari dedaunan dan jamu yang sudah dia siapkan. Suara Marni membuyarkan niatnya
Ketika hendak membawa Marni, Pak Irwanto datang bersama lelaki berpenampilan aneh. Jari yang dipenuhi oleh cicin batu akik berbagai ukuran, rambut gimbal dan gigi-gigi yang menghitam."Kenapa, Marni?" tanyanya panik."Keguguran, Pak! Dia harus segera mendapatkan pertolongan, jika tidak nyawanya tidak tertolong. Karena darah banyak yang keluar!" ujar Bu Bidan Esti.Pak Irwanto segera meminta, Marni dibawa ke rumah sakit dan dia mengatakan jika biayanya dia yang akan menanggung.Bidan Esti, sebenarnya ingin bertanya. Tapi, melihat lelaki di samping Pak Irwanto, Bidan Esti mengurungkan niatnya.Marni langsung dibawa, ketika mobil sudah mundur dan pintu belakang dibuka."Pak, Mak, saya harus bawa Marni dulu. Untuk Najwa, lebih baik jangan dibawa pulang dulu. Nanti saya akan ceritakan! Hati-hati di sini!" Bidan Esti memperingati Mak Darmani dan Pak Kuswan.Keduanya saling pandang, memang ada perasa
Mak Darmani langsung lemas, dia mengira jika dukun itu adalah suruhan dari, Pak Irwanto untuk meneluh istrinya. Mak Darmani memaksa Pak Kuswan pulang dari rumah yang penuh keanehan."Irwanto! Kenapa kamu mengajak paranormal pribadi mama!" pekik seseorang dari luar rumah.Semua mata memandang ke arah pintu, menanti wanita yang berteriak kencang. Wanita itu, terus mengomel tidak jelas sampai di depan kamar Bu Kades."Eh! Perempuan sundal! Kamu apain paranormalku!" pekik wanita yang usianya hampir sama dengan Pak Irwanto, ketika melihat orang kepercayaannya terbujur kaku di lantai.Pak Irwanto panik dan bingung menjelaskannya, hingga Bu Kades mulai membuka mulutnya."Kau yang sundal! Apa yang membuatmu membenciku sedemikian rupa hingga membawa dukun untuk meneluhku!" ucapnya dengan nada tinggi."Wanti?" tanya Pak Irwanto pada mama tirinya.Ya, Mak Darmani dan Pak Kuswan tau jika wanita yang baru
Ketika Mak Darmani dan Pak Kuswan melewati pohon sawo yang tinggi dan besar, mereka melihat sesuatu yang membuat mereka tidak percaya dengan mata mereka."Pak, i-iku. Wulan, to?" tanya Mak Darmani dengan suara bergetar."Pak, i-itu. Wulan, kan?"Pak Kuswan langsung menggandeng tangan Mak Darmani, agar tidak melihat ke arah yang di ucapkannya. Mulutnya tidak henti berdoa dan berdoa, sejak keluar dari rumah Pak Kades."Lan, maaf!" Suara itu terdengar dari balik gubuk di bawah pohon sawo yang berjarak tidak jauh, dari pohon sawo yang berukuran besar, "Wulan, aku benar-benar menyesal. Maafkan aku!" lanjut suara itu.Mak Darmani yang tadinya sudah berpikiran buruk pada Pak Irwanto, sekarang lebih meyakinkan diri, jika suara itu hanyalah suara halusinasi dirinya saja, karena baru saja melihat penampakan Wulandari."Mak, tunggu dulu!" pinta Pak Kuswan.Lelaki tua itu mendekati asal suara dan menemukan Ardi yang
Beberapa warga mulai berdatangan, mereka ingin mengetahui kejadian yang sebenarnya. Semua mata tertuju pada Ardi yang tertunduk lesu dan diam saja, tidak berani menatap dan menyapa seperti biasanya."Oalaaah! Bocah gendeng. Wani ngelakoni, tapi ra wani tanggung jawab!" Maki salah satu warga yang geram pada Ardi.(Oalaah! Anak gila. Berani melakukan, tapi enggak berani tanggung jawab!)Ardi harus bersembunyi di belakang Pak Kuswan, agar tidak terkena amukan warga yang mulai tersulut emosi. Dari kejauhan, terlihat Mbok Darmi dan suaminya mendekati kerumunan. Wajah yang mulai di penuhi keriput itu menahan rasa capek ketika harus jalan tergsa-gesa. Sebenar, Mbok Sri sudah pasrah akan takdir anaknya. Akan tetapi tidak dengan suaminya, lelaki itu masih tidak rela dengan kematian Wulandari yang tragis diusianya yang masih muda."Tega kamu, Di! Kenapa bukan kamu saja yang mati!" maki Mbok Sri.Mbok Sri mengangkat tangannya ke arah Ardi, dan siap mendaratka