All Chapters of SUAMIKU TIDAK TAHU KALAU AKU ADALAH BOS DI TEMPAT KERJANYA: Chapter 21 - Chapter 30
44 Chapters
Part 21
  PoV Maura Daripada meladeni Mas Ferdi, aku kembali masuk ke dalam rumah, dan memerintahkan beberapa orang untuk selalu mengikutinya agar bisa mengetahui perkembangan dari kerjasama antara dia dengan Gina. Aku mengirimkan Aira ke rumah Nenek bukan karena aku takut akan kekejaman keluarga Gunawan dan tidak bisa melakukan apapun, hanya saja takut kalau mereka akan mengajak nenekku kerjasama untuk melawanku. Kami paling tahu bagaimana sikap dari wanita yang sudah melahirkan ayahku itu, dia bukan hanya seorang wanita paruh baya, tapi orang yang selalu melarangku untuk melakukan ini dan itu. Jika tidak mengikuti perintahnya, aku takut kalau Aira pun akan ia kekang. Seperti diriku. "Apa kau berubah pikiran?" Papa ternyata memerhatikan gerak-gerikku dari tadi, memang ada rasa tahu dalam hatiku ketika memutuskan untuk mengantar Aira ke sana. Hanya saja ini memang pilihan yang terbaik. Pertama, dia akan aman di sana, kedua, Ne
Read more
Part 22
PoV Maura  "Sini, Sayang." Aku menepuk kursi yang ada di sampingku untuk memintanya duduk. Nenek yang faham dengan isyarat itu menatapku dan Aira bergantian dengan tajam. "Untuk apa? Di sini akulah penguasa!" Nenek tiba-tiba bangkit dan berkata yang membuat hatiku terasa sangat sakit. "Jangan kira kau anak orang kaya, lantas berbuat seenaknya!" ucapnya lagi. Apakah wanita ini sungguh nenekku? Kenapa aku malah merasa dia berpihak kepada keluarga lain? Padahal dari kekayaan ataupun kedudukan, keluarga Gunawan jauh di bawah kami. Bukannya sombong, harta kekayaannya memang tidak ada persepuluh-nya dari kekayaan kami. Lantas, kenapa nenek masih berpihak kepada orang-orang yang jahat itu? "Tidak usah dengarkan apa yang Nenek katakan, duduklah!" Aku menuntunnya untuk duduk, tapi Aira terlihat enggan.
Read more
Part 23
PoV Ferdi Ketika aku masuk kerja untuk pertama kalinya setelah dipecat, aku masih bisa melihat dan mendengar suara Maura. Makanya aku datang ke rumahnya untuk meminta dia mengangkatku kembali menjadi pimpinan staf. Mana cocok jika terus saja menjadi staf bawah. "Kamu kok malah enak-enakan duduk di sini? Sana, bantu yang lainnya." Pak Yuda kembali memberikan perintah dengan kata-kata yang menohok seolah aku dari tadi di sini, sedangkan belum ada lima menit bokongku mendarat di tangga ini. Apalagi seharusnya aku istirahat di ruangan ber-AC, bukan di tangga tempat ngobrol para staf bawah. "Loh, emang bapak gak tahu kalau saya baru duduk?" tanyaku lagi dengan berani. Emang dia pikir aku akan diam saja ketika mempermalukan aku dengan kejam, para staf yang lainnya saja gak ditegur, padahal dari tadi. Penglihatannya selalu saja terfokus padaku
Read more
Part 24
PoV Maura"Ma, aku bosan di sini." ucap Aira lirih. Keseharian kita di sini hanya makan dan tidur. Untung saja ada kamar mandi di dalam kamar dan dekat dengan dapur, jadi aku bisa mengambil apapun sebagai cemilan.  Aku bisa mentolerir kalau nenek membenci diri ini, tapi tidak dengan Aira. Sifatnya sudah keterlaluan. Usia yang mungkin sudah diintai oleh malaikat maut tidak membuatnya berubah, justru semakin tua malah semakin menjadi. Beberapa kali papa juga memberikannya nasehat, tapi tidak ada yang diterimanya. Seolah merasa hanya diri sendiri yang benar, orang lain salah. Hanya sama papa, nenek akan luluh, tapi itupun dengan beberapa syarat yang tidak masuk akal. Seperti ketika aku ingin Nenek memujiku ketika sudah berhasil mendapatkan rangking di kelas dua sekolah dasar, papa langsung memohon. Nenek memang setuju, tapi papa harus
Read more
Part 25
PoV Maura Bukannya menjawab, Mas Ferdi malah diam seribu bahasa. Tidak biasa dia seperti ini. "Loh, kok kamu gak jawab, Mas?" tanyaku penasaran. "Emang tadi kamu hanya apa?" Mas Ferdi malah kembali bertanya, masa iya dia tidak mendengar apa yang barusan aku katakan, jelas-jelas tadi langsung hening. "Galang, Mas. Apa hubungan kalian?" Aku kembali mengulang pertanyaan. Toh tidak ada ruginya meksipun aku menanyakan hal itu berulangkali. "Untuk kedepannya, jangan pernah bertanya tentang hal ini. Dia adalah orang yang tabuh dibicarakan di keluargaku." Mas Ferdi mengeluarkan kata-kata bijak. Sejak kapan dua peduli dengan aturan, bukankah selama ini selalu langsung terobos? "Aku kan hanya tanya, Mas. Lagipula ini menyangkut hal yang penting. Kurasa Mama sama Papa juga gak akan keberatan kalau aku membicarakan hal in
Read more
Bab 26
Sungguh di luar dugaan kalau Maura akan mengajakku melakukan kesepakatan, aku menyetujui syaratnya, dan dia pun menyetujui syaratku. Kini aku sudah kembali menjadi kepala staf, sama seperti Majid.   Tetap saja masih di bawah Pak Yuda, tapi meskipun begitu, Maura sudah berjanji akan mengangkatku berada di posisi Pak Yuda untuk menggantikan tugasnya. Tapi semua itu akan terjadi kalau aku mengubah sifat.   Padahal, sifatku semuanya baik. Tidak ada yang harus dikhawatirkan.   Hari ini aku kembali masuk ke restoran sebagai kepala staf, tentu saja hal yang sangat membanggakan. Baru juga masuk gerbang, aku langsung mengumumkan jabatanku kepada tiga penjaga yang sudah memanggil namaku tanpa embel-embel'Pak'.   Mulai saat ini, tidak ada lagi yang akan melakukan kesalahan itu. Aku sekarang sudah bebas dan tidak perlu lagi melakukan ha
Read more
Bab 27
PoV Maura  Aku dan Zein sudah bicara masalah Galang yang belum ketemu. Ah, seharusnya aku memanggilnya dengan sebutan 'Pak', karena dia seumuran dengan ayahku. Intinya sebelum kita menemukan tentang Pak Galang, aku harus bisa mengendalikan Mas Ferdi. Laki-laki yang bukan hanya tidak bisa dijadikan imam, juga tidak bisa memiliki kasih sayang. Akan sangat bahaya kalau Aira tinggal di lingkungan keluarga seperti ini. Pokoknya aku harus bisa membuat nenek ataupun Mas Ferdi tidak berkutik dan berada di bawah kendaliku. Aku tidak ingin lagi terkekang oleh mereka yang hanya meninggalkan luka di hatiku. Semuanya harus aku usut tuntas. Tidak boleh ada yang terlewat sama sekali. "Informasi tentang Pak Galang menghilang begitu saja. Sama sekali tidak ada yang tahu atau mereka memang tidak ingin mencari tahu." Galang bangkit dari dud
Read more
Bab 28
Maura langsung menuju alamat yang diberikan oleh papanya Ferdi dengan perasaan yang campur aduk. Di satu sisi dia merasa bahagia karena bisa mencari Pak Galang yang akan membuatnya terbebas dari sangkar, di sisi lain dia merasa gelisah.  Entah apa penyebab dari kegelisahannya, ia sendiri pun tidak tahu pasti. "Ma, apa yakin kita tidak apa-apa pergi meninggalkan Papa seperti ini?" tanya Aira mengingat sifat neneknya yang akan mencari mereka berdua jika tak ada di rumah. "Tak apa, mama sudah mengirimkan pesan kepada Papa, kalau kita mau liburan dan sudah menjawabnya dengan Ok." jelas Maura.  Aira hanya mengangguk, ada rasa bahagia setelah mendengarnya. "Ma, setelah ini, berarti aku bisa bermain dengan siapa saja?"   Maura menatap nanar anak sematawayangnya itu. "Tentu saja, Sayang. Setelah ini kebahagiaan menanti kita."
Read more
Bab 29
Maura dan Aira kembali ke rumah Ferdi untuk mengambil barang-barangnya dengan diantar Galang. Kebetulan, Ferdi ternyata sudah pulang dari restoran dengan alasan sakit.  Padahal tidak, tapi ia tidak sengaja mendapatkan informasi dari Gina kalau Maura akan segera meninggalkannya. Dengan penuh emosi, ia pun pulang ke rumah dan menunggu kedatangan Maura.  "Tak akan kubiarkan dia hidup bahagia setelah berpisah denganku," ucapnya geram. "Pokoknya aku akan membuat mereka menderita." tekannya lagi.  "Siapa yang akan kau buat menderita?" suara Dafi terdengar menggelegar.  Ternyata Muara, Aira, Dafi, dan orang-orangnya sudah sampai di rumah Ferdi, memang murni rumahnya.  Maura tidak campur tangan sedikit pun.  Ferdi langsung bangkit ketika mendengar suara yang sangat dikenalinya itu. "Mas!"
Read more
Bab 30
Maura sontak kaget dengan apa yang baru saja di dengarnya dari bibir Dafi, sementara Aira merasa kalau yang dikatakan laki-laki itu benar. Ia tak pernah merasakan dekat jika sedang bersama Zen, seolah laki-laki itu juga sama seperti papanya, hanya saja semua sifat papanya terlihat. Sementara Zen tidak. Ada banyak keraguan dalam hatinya, jika dibandingkan, sudah pasti Dafi lebih unggul.  Di mata Aira, Dafi sudah tentu lebih kaya dari mamanya dan berani dalam mengambil langkah, sekali bertindak, ia dan mamanya pun langsung keluar dari masalah. Sementara Zen masih belum dipastikan, selama ini hanya menjanjikan kita agar mereka berdua untuk keluar dari masalah, tapi tak ada yang berhasil. "Em, tidak. Aku dan Zen sudah lama saling mencintai." Maura berucap jujur. Dafi menghela napas berat. "Zen? Namanya Abdul
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status