Semua Bab AKIBAT PELIT PADA ISTRI DAN LEBIH MEMENTINGKAN IBU: Bab 21 - Bab 30
56 Bab
Terjebak dengan Penagih Utang
"Bu, kalau sudah seperti ini harus bagaimana?" tanya Monika untuk yang kesekian kalinya. Wajahnya tampak begitu putus asa, bahkan beberapa kali dia menjambak rambutnya kasar. "Ibu, tidak tahu! Bisa tidak kamu jangan bertanya hal seperti itu, Ibu benar-benar pusing," sentak Dona, membuat anak gadisnya itu langsung bergeserkan bokong, menjauhi Dona yang tampaknya begitu marah. Saat ini, mereka berdua tengah berada di angkot, karena mobil Monika di sita oleh abangnya. Meskipun Monika sudah berusaha untuk memelas, menampilkan ekspresi wajah sedih andalannya, tetapi entah kenapa hal itu tidak mempan untuk Abangnya kali ini. Tiba-tiba saja, Monika punya pikiran kalau Kakak iparnya itu memakai jasa guna-guna. Sehingga mampu menaklukkan Abangnya yang biasanya patuh pada dirinya dan Ibunya. "Kiri, Bang!" teriak Dona secara tiba-tiba, membuat supir angkot itu langsung menghentikan mobil se
Baca selengkapnya
Pindah Rumah
"Ah, itu kami ...." Monika membuka mulutnya, tetapi tidak kunjung melanjutkan ucapannya.  Pria tua yang ada di hadapan Monika dan Dona, hanya mampu menarik kedua alis ke atas dengan tangan terlipat di dada.  "Kami apa? Sudah, kalian pergi dari sini! Merusak kebun bunga orang saja," cerocosnya sambil mengacungkan jari telunjuk ke arah pintu keluar. "Cepat, pergi!" "Ba-baik, Pak." Dona lebih dulu memindai sekitar sebelum pergi, memastikan jika tidak ada seorangpun yang tengah mengawasinya di sekitar rumahnya. Setelah memastikan jika kumpulan pria penagih utang itu sudah tidak ada, Dona langsung menarik Monika untuk segera keluar dari halaman rumah pria paruh baya tersebut, sebelum akhirnya berlari ke rumah mereka yang tidak cukup jauh. "Bu, kenapa malah lari, sih, jalan santai aja kenapa," keluh Monika dengan napas tersengal-sengal. Dadanya begitu sak
Baca selengkapnya
Ancaman Dona
"Lah, ngapain kalian di sini?"  Ramdani langsung melontarkan sebuah pertanyaan, ketika melihat Dona dan Monika tengah makan sambil bersantai di teras rumah. Terlihat bungkus makanan ringan dan noda yang diakibatkan oleh saos serta bumbu lainnya berceceran di lantai.  Ramdani bergidik ngeri, dia sama sekali tidak menyangka, kalau kedua orang yang ada di hadapannya makan dengan cara seperti itu. "Memangnya kenapa, Ramdani? Apa kami tidak berhak datang ke sini?" "Bukannya tidak berhak, aku hanya bertanya saja," jelas Ramdani. Dia memicingkan mata, memindai sekitar. "Ke mana Yuni dan Rion?" Dona mendelik, dia meraih makanan yang ada di hadapannya dan melahapnya.  "Mana Ibu tahu, memangnya Ibu pengasuh dua orang tersebut? Tentu saja, tidak!" Ramdani menghela napas panjang, seharusnya dari awal dia tidak bert
Baca selengkapnya
Perkiraan yang Tidak Pernah Salah
[Nyonya, maaf Mbok harus mengatakannya melalui pesan singkat, karena Bu Dona dan Monika terus mengawasi Mbok setiap saat. Mereka, merencanakan sesuatu untuk Nyonya, maka dari itu Nyonya tidak boleh terlalu percaya dengan apa yang mereka lakukan.]Keesokan paginya, ketika Yuni menyalakan ponsel miliknya. Dia langsung mendapati sebuah pesan dari Mbok Darmi.Yuni mengamati pesan tersebut, ternyata dikirimkan oleh Mbok Darmi tepat tengah malam. Yuni semakin berpikir, kalau gerak-gerik Mbok Darmi saat ini benar-benar diawasi oleh Dona.Pantas saja, hampir dua hari terakhir ini Mbok Darmi dan Yuni sulit sekali untuk bertemu. Setiap ada kesempatan, pasti salah satu diantara Dona dan Monika akan langsung memisahkan keduanya.[Baik. Mbok, juga harus hati-hati. Karena saya juga sudah merasa ada yang aneh dengan mereka, tetapi tidak terlalu yakin. Terima kasih, Mbok sudah memberitahukannya padaku,]Ketika aku menekan tombol kirim, centang
Baca selengkapnya
Sebuah Bantuan
"Bos!" pekik Ramdani ketika melihat seorang pria berjas hitam yang di padukan dengan celana kain berwarna senada, tengah berjalan ke arah lain. Dandy menghela napas panjang, kemudian menoleh ke arah Ramdani dan langsung melambaikan tangan. "Ya, Ramdani. Ada yang bisa aku bantu?" tanya Dandy ketika Ramdani menghampiri dirinya. "Bos, apa kita bisa bicara sebentar?" Dandy berpikir sejenak. Sebenarnya hari ini ada hal yang harus dia kerjakan dengan segera.  Awalnya Dandy berniat untuk menolak ajakan Ramdani, hanya saja ketika dia melihat raut putus asa yang tergambar jelas di wajah Ramdani, akhirnya dia pun mengangguk pelan. "Baiklah, ayo ke ruanganku!" ajak Dandy yang di sambut anggukan oleh Ramdani. Tidak butuh waktu lama bagi Daddy dan Ramdani untuk sampai ke ruangan kerja milik Daddy, kebetulan tidak jauh dari tempat Ramdani bekerja.
Baca selengkapnya
Jadi Selama Ini Kalian?
"Kak Anton!" pekik Monika ketika melihat pria yang selama ini dia rindukan tengah berjalan ke hadapannya.  Kebetulan, hari ini Monika hendak membeli bakso dari pedagang yang sering lewat ke depan rumah Abangnya. Sementara itu, Yuni yang tengah melihat Mbok Darmi mendorong sepeda roda tiga milik Rion, langsung saling pandang. Kebetulan, kemarin Mbok Darmi memang mendengarkan semuanya. "Kak Anton, tumben ke sini. Mau ketemu sama aku, ya?"  Dengan begitu kegirangan, Monika langsung menghampiri Anton, memeluk lengan pria itu dengan erat.  Anton menghela napas panjang, tanpa ada niatan sedikitpun untuk menoleh ke arah Monika. Kalau saja, bukan karena ingin bertemu dengan Yuni, Anton tidak ingin kemari. Pria itu begitu malas, jika harus bertemu dengan Monika. Malahan, akhir-akhir ini dia bersyukur karena Monika tidak datang ke kampus, kehidupan Anton
Baca selengkapnya
Mengobrol Bersama
"Maksudmu bagaimana, Anton?" Anton tidak menjawab ucapan Yuni, dia malah berdehem. Ekor matanya sedikit memberikan kode pada Yuni agar diam, karena tepat di belakang mereka, Monika tengah melangkah sambil memasang wajah masam. "Kalian ngobrolin apaan?" tanya Yuni tepat ketika mendaratkan bokong di samping Anton.  "Hanya ngobrolin soal Rion aja. Oh, iya, apa aku boleh bawa Rion dan Mbak Yuni ke toko mainan?" Sontak, Monika langsung membulatkan mata ketika mendengar permintaan Anton. "Hanya kalian bertiga?" Anton mengangguk, di tatapnya Monika dengan intens. "Ya, bagaimana?" "Lalu, bagaimana denganku? Apa Kakak gak mau sekalian pergi sama aku?"  Monika bertanya dengan cepat. Dia sedikit kecewa, karena Anton sepertinya tidak akan mengajak dirinya untuk pergi bersama. "Y
Baca selengkapnya
Rumah Sakit
Gegas, Anton dan Yuni turun dari mobil. Sementara itu, Rion sengaja mereka tinggalkan di dalam, alasannya karena Yuni tidak ingin kalau Rion sampai kaget dan sebagainya. Rion masih cukup kecil, Yuni takut kalau anaknya itu tiba-tiba histeris atau bagaimana. "Ya Tuhan!" pekik Yuni, ketika melihat seorang wanita tergeletak di depan mobil Anton, cairan kental berwarna merah tampak mengucur ke aspal Yuni yang masih sangat syok, langsung mundur beberapa langkah sambil menutup mulutnya menggunakan kedua tangan. Ketika tubuhnya hampir limbung, dengan sigap Anton langsung meraih tubuh Yuni yang hampir terjatuh. Tidak lama setelah itu, datanglah empat orang pria berpakaian serba hitam yang berlari ke arah Yuni dan Anton. "Astaga!" ucap salah satunya sambil mundur satu langkah, ketika melihat pemandangan yang ada di hadapannya. Yuni terisak, ketika ke-empat orang itu m
Baca selengkapnya
Rumah Sakit (2)
Ketika Ramdani tengah tertunduk lesu, pikirannya melayang entah ke mana. Tiba-tiba saja, dari arah lain datang Monika dengan begitu tergesa-gesa. Sontak, dia langsung menghentikan langkahnya secara spontan, ketika melihat keempat orang yang sebelumnya dia lihat, ketika hendak pulang ke rumahnya. Keempat orang itu yang menyadari kehadiran Monika, langsung menoleh, menatap Monika dengan cukup intens. Hingga membuat gadis itu langsung menelan ludah susah payah. Monika tampak begitu gelagapan, apalagi ketika Ramdani menatapnya dengan begitu tajam secara terang-terangan. "Monika, cepat kemari!" perintah Ramdani dengan nada dingin. Membuat Monika langsung melangkah ke hadapan Abangnya dengan pelan. Beberapa kali, Monika mengutuk dirinya sendiri. Andai saja, tadi Monika tidak tergesa-gesa dan dapat melihat lebih awal keempat orang tersebut.  Mungkin saja, dia b
Baca selengkapnya
Tatapan yang Terasa Berbeda
"Dia ...." Anton menatap Yuni sekilas, kemudian menarik tangan Zulfan agar berdiri di sampingnya. "Dia temanku. Memangnya kenapa?" Monika menyipit, kemudian menatap Zulfan dengan sedikit intens.  "Jika Anton dan pria itu saling mengenal, lalu kenapa dia juga ikut mengenal Kakak iparnya. Bukannya ini sedikit aneh," pikir Monika. Wanita itu merasa ada yang ketiga orang itu sembunyikan darinya, tetapi Monika tidak tahu dan tidak terlalu yakin juga. "Siapa namamu?" tanya Monika sambil menatap Zulfan yang tengah menyilangkan tangan di dada. "Zulfan, memangnya kenapa?" Monika menggeleng pelan, kemudian menoleh ke arah Anton yang wajahnya sedikit pucat.  Lagi-lagi Monika memicingkan mata, dia menelisik raut wajah Anton, berharap bisa mendapatkan sesuatu. Tetapi, sayangnya Monika tidak bisa membacanya sedikitpun. "S
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status