Semua Bab AKIBAT PELIT PADA ISTRI DAN LEBIH MEMENTINGKAN IBU: Bab 41 - Bab 50
56 Bab
Semua Orang Siap Menikah, Tetapi Tidak dengan Menjadi Orangtua
"Apa?! Kamu bertemu dengan Bapak kemarin?" pekik Yuni ketika mendengar penuturan adik kandungnya.   Kebetulan hari ini Zulfan menyempatkan diri untuk datang ke rumahnya ketika Ramdani pergi bekerja. Sementara itu, Dona dan Monika belum pulang ke rumah.   Dari yang Yuni tahu, jika Dona akan pulang nanti sore, begitupun dengan Monika, karena selama ini dialah yang menjaga Ibunya selama di rumah sakit.   Karena Ramdani harus menjaga Yuni, sehingga dia tidak bisa menjaga Ibunya yang masih terbaring di rumah sakit.   "Iya, Mbak. Sebenarnya aku bertemu dengan Bapak sekitar seminggu yang lalu. Tetapi, karena kemarin Tante Dona kecelakaan, aku jadi lupa memberitahunya padamu."   "Lalu, apa yang dia katakan padamu?"   Zulfan menggeleng lemah, dia menatap Kakaknya dengan cukup intens. Zulfan takut, kalau Kakaknya itu akan sedih, kalau dia mengatakan yang sebenarnya.
Baca selengkapnya
Kepulangan Dona Dan Monika
"Kalau begitu aku pulang dulu."   Zulfan bangkit dari duduknya, setelah sebelumnya menyambar kunci mobil dan ponselnya yang tergeletak di atas meja.   "Zulfan, tunggu!"   "Kenapa, Mbak?" tanya Zulfan dengan cepat.   "Kamu ... marah pada, Mbak?"   "Tidak," jawab Zulfan sambil menggeleng pelan. "Aku harus pulang, karena sebentar lagi Monika dan Ibunya pulang, aku tidak ingin bertemu dengan mereka."   Sedikit masuk akal memang, jika Zulfan tidak ingin bertemu dengan kedua manusia tersebut. Sebab, Zulfan cukup tidak menyukai keduanya.   Apalagi ketika mengingat perlakuan buruk yang telah mereka lakukan pada Yuni, hal itu semakin membuat Zulfan semakin membencinya saja.   "Baiklah kalau begitu, hati-hati di jalan."   Zulfan tidak menjawab ucapan Yuni, pria itu terus melanjutkan langkahnya. 
Baca selengkapnya
Pertengkaran
"Kondisi Ibu sudah cukup baik, 'kan?" tanya Ramdani pada Dona yang tengah berbaring di ranjang.    Wajah wanita itu sedikit pias, begitupun dengan bibirnya yang sedikit memutih.   "Ramdani, istrimu begitu durhaka, dia bahkan tidak menanyakan kabar Ibu sedikitpun," bohong Dona. Dia ingin mengadu domba Ramdani dan Yuni.   Dona sudah cukup muak dengan Yuni, perempuan itu masih saja bersikap angkuh, padahal dia hanya numpang saja.   Ramdani tidak terlalu menggubris ucapan Dona, dia malah mendaratkan bokongnya di pinggir ranjang.   "Sepertinya kondisi Ibu sudah cukup baik. Satu hal lagi, Ibu jangan lupa meminum obatnya."   "Pintar sekali mengalihkan pembicaraan," cibir Dona. "Ibu tahu, kamu melakukan hal tersebut karena membela Yuni."   "Sudah, Ibu, jangan memikirkan hal tersebut, lebih baik Ibu istirahat saja."   Kal
Baca selengkapnya
Kata-kata Pedas
"Sayang, jemput aku!" Monika merengek pada seseorang melalui sambungan telepon. Perempuan itu tampak mengerutkan bibirnya sambil menatap pantulan dirinya sendiri. Dia sudah rapih, hendak pergi ke kampus. Tetapi, karena Abangnya tidak mengijinkan Monika untuk menggunakan mobilnya sendiri. Maka Monika terpaksa mengemis pada laki-laki yang beberapa hari lalu resmi menjadi pacarnya, padahal dia masih memiliki hubungan dengan Anton. "Aku jemput kamu setengah jam lagi, ya." Sontak, Monika semakin mengerutkan bibirnya kala mendengar jawaban pria tersebut. "Kelasku mulai sebentar lagi," hardik Monika. "Sudahlah, kalau kamu tidak ingin menjemputku, biar kita putus saja!" ancam Monika. "Ja-jangan seperti itu, Sayang!" Pria itu langsung membalas ancaman Monika. "Aku akan segera menjumputmu." "Baiklah, cepat!" 
Baca selengkapnya
Apes!
"S*al*n! Dasar, menantu kurang ajar! Untuk apa kamu masih berada di sini, hah?!" Dona terus membentak Yuni, tetapi tidak perempuan itu hiraukan sedikitpun. Bagi Yuni sekarang, tidak ada alasan lagi baginya untuk takut dengan Dona.  Lagipula mereka berdua sama-sama Manusia yang memakan nasi, lantas apa yang harus Yuni takutkan? Tidak ada, 'kan? "Ini rumahku, aku pantas berada di sini! Harusnya Ibu dan Monika yang pergi dari sini." "Kurang ajar!" balas Dona dengan penuh penekanan. Wajah perempuan itu sudah memerah padam sambil menggertakkan gigi, tidak lupa tangannya pun ikut terkepal kuat. Melihat hal tersebut, Yuni hanya membisu sambil mengatupkan bibirnya rapat-rapat, begitupun dengan tangannya yang menyilang di dada. Yuni tidak peduli, mau seberapa marah pun Dona, itu bukan urusannya. Lagipula Yuni berpikir, ka
Baca selengkapnya
Dua Orang Sekaligus
"Ah, menyebalkan!"  Baru saja sampai ke rumah, Monika langsung berteriak-teriak tidak jelas, membuat Dona yang tengah menikmati makan siangnya langsung berlari, menghampiri anak bungsunya yang tiba-tiba menangis meraung-raung. "Ya ampun, apa yang telah kamu lakukan, Monika!" Dona langsung membelalakkan mata, ketika melihat Monika tengah duduk di lantai dengan keadaan yang cukup memperihatinkan. Belum lagi, keadaan rumah Yuni pun seketika menjadi berantakan, bahkan ada beberapa vas bunga yang sudah pecah.  "Monika, sekali lagi Ibu tanya, sebenarnya apa yang telah kamu lakukan, hah?!" sambung Dona dengan mata membulat sempurna. "Kamu bisa membuat Abangmu murka, Monika! Lalu, apa kamu punya uang untuk mengganti semuanya, hah?!" Bukannya menjawab pertanyaan Dona, Monika malah terisak, membuat Dona segera menghampiri anaknya dan memeluknya dengan erat.
Baca selengkapnya
Ramdani Murka
Ketika Yuni dan Mbok Darmi sedang membereskan pecahan guci yang berserakan di lantai, tiba-tiba terdengar suara deru kendaraan dari luar rumah. Yuni mendongak, menatap jam yang berada di samping televisi dan waktu baru menunjukkan pukul tiga sore, tetapi suaminya itu sudah pulang lebih awal dari biasanya. Di saat Yuni hendak bangkit, bermaksud menyambut kedatangan suaminya, pintu lebih dulu terbuka, menampilkan Ramdani yang tengah menjinjing tas kerja. "Ya ampun, kamu lagi ngapain, Sayang dan kenapa rumah kita tampak begitu berantakan?" Ramdani bertanya sambil menatap Yuni dan Mbok Darmi secara bergantian. Sementara itu, Mbok Darmi tidak berani menyahut, dia takut kalau dirinya akan di salahkan atas semua yang telah terjadi. "Ini, Mas, tadi waktu pulang dari kampus, Monika tiba-tiba marah-marah gak jelas, terus dia berantakin semua ini, mana banyak banget lag
Baca selengkapnya
Keputusan Monika untuk Pergi
Dona beralih menatap Ramdani dengan tajam, sorot matanya seakan begitu menusuk. Akan tetapi, hal tersebut sama sekali tidak Ramdani hiruakan. Lagipula semenjak Monika dan Ibunya ada di sini, banyak sekali masalah yang menghampirinya, membuat kepala Ramdani terasa seperti begitu akan pecah. "Ramdani, apa yang kamu lakukan? Kenapa kamu melakukan hal ini pada adikmu sendiri? Kamu begitu keterlaluan!" "Suruh siapa, sikapnya malah kekanak-kanakan seperti itu?" Ramdani balik bertanya. "Sudah cukup sabar aku menghadapi dia, Bu. Apa Ibu tahu, kalau Monika diam-diam meminjam uang pada temannya dan orang tersebut sempat menangih padaku?" Dona malah mendelik, kemudian kembali menatap Monika yang masih membereskan beberapa barang-barang miliknya. "Tinggal bayar saja, apa susahnya!" "Bu, aku bekerja bukan untuk satu orang saja, ada anak dan istri yang wajib aku biayai keb
Baca selengkapnya
Monika Akhirnya Pergi
Dona terus terisak, dia yang duduk di lantai segera bangkit, hendak mengejar Monika yang sudah menjauh. Namun, ketika berada di hadapan Yuni, Dona langsung menghentikan langkahnya. Dia menatap Yuni dengan tajam, jelas sekali kalau dia begitu membenci menantunya itu. "Ini semua gara-gara kamu, Yuni! Lihat, Monika pergi dari sini, puas kamu, hah?!" Yuni hanya mampu menelan ludah, apalagi ketika dia dan Dona saling bertatapan selama beberapa saat, di mana dia melihat kalau Dona tidaklah berdusta, tangis wanita itu benar-benar nyata. "Aku sama sekali tidak melakukan itu, Bu. Jangan pernah menyalahkan aku atas semua yang sudah terjadi. Monika, pergi karena keinginannya, bukan karena aku." Dona yang sudah sampai di ambang pintu pun kembali berbalik, tatapan tajam masih dia layangkan pada Yuni. Begitupun dengan rahangnya yang sedikit mengeras, urat nadi sedikit mene
Baca selengkapnya
Mengurungkan Niat
Dari kejauhan, Dona terus berteriak sambil mengejar Monika yang semakin menjauh. Gadis itu seperti tidak menghiraukan Dona sama sekali, belum lagi dia malah terisak dengan cukup keras. "Monika, berhenti! Jangan pergi dari rumah." Dona berhenti sejenak, mengatur napasnya yang terasa ngos-ngosan, belum lagi dia sudah cukup tua, kakinya sudah tidak bisa di pakai jalan lebih lama, karena tenaganya sudah berkurang. "Monika, berhenti!" Dona kembali berteriak dengan nyaring. Kala mendengar suara teriakan Ibunya yang sedikit memudar, Monika pun langsung menghentikan langkahnya. Perempuan itu menoleh ke arah belakang, menatap Ibunya yang tengah sedikit membungkuk dengan kedua tangan bertumpu pada lutut. "Bu, jangan ikuti aku lagi, lagipula Bang Ramdani sudah mengusirku, dia sudah tidak menginginkan aku lagi." Mendengar suara Monika, Dona pun seger
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status