Semua Bab Teror Berdarah: Bab 21 - Bab 30
63 Bab
Bagian : 21
Polisi yang datang meminta Yonna dan teman sekelasnya agar berkumpul di satu ruangan, untuk melakukan interogasi terkait tindakan bunuh diri Gisel.    "Jadi, tidak ada kaitannya dengan tragedi yang baru saja terjadi?"    "Tidak ada, Pak. Walaupun sejujurnya kami terkadang kesal dengan omongan Gisel, kami tidak pernah berniat membalasnya apalagi hingga menghasutnya untuk melakukan itu."   "Betul, Pak! Mungkin Gisel punya masalah pribadi."   Malilah menghadap Rasia, "Gisel nggak ada ngomong apa-apa soal ini, Ras?"   "Nggak ada sama sekali, Lil! Gisel nggak pernah cerita kalau dia punya masalah sama orang tuanya, palingan cuma debat-debat kecil aja. Itupun nggak sampai dua hari, sudah selesai."   "Mungkin dia nggak cerita ke kau." Malika menatap iba Rasia.   "Sumpah! Aku nggak habis pikir dengan jalan pikirannya. Kenapa tiba-tiba s
Baca selengkapnya
Bagian : 22
"Ma? Ada apa ini? Siapa wanita di luar itu?" Yonna menetralkan wajahnya yang terlihat sendu.   "Be-begini, Nak. Itu, dia adalah-"   "Dia pacar Ayah," Karlo—Ayah Yonna—mengatakan hal yang sebenarnya.   "Mas!" Yulissa menghentakkan kakinya.   "Maksud Ayah? Ayah nggak lagi bercanda, 'kan?" Yonna melirik wanita di luar, yang kini tengah tersenyum puas ke arahnya.   "Apa wajah Ayah terlihat sedang bercanda? Apa keadaan ini terlihat seperti permainan?" Karlo menghempaskan genggaman Yulissa pada lengan jasnya.   "A-ayah selingkuh?" tanya Yonna yang tak dapat menahan air matanya keluar.   "Iya, dan dia lebih bisa membahagiakan Ayah daripada Mamamu ini!"   "Ayah! Kenapa Ayah bisa setega ini?! Mama kurang apa, Yah?!"   "Banyak, Nak! Banyak yang kurang dari dia."   "Mas! Ayo, kita bahas
Baca selengkapnya
Bagian : 23
"Ma?" panggil Yonna dengan suara seraknya.    Saat ini, mereka masih terduduk lemas di tempat semula, teras depan rumah.   "Maafkan Mama, Nak. Mama kira semua ini masih bisa diperbaiki, ternyata tidak." Yulissa bangkit, dan berjalan tergontai-gontai memasuki rumah.   Tidak ingin berdiam diri di luar terlalu lama, Yonna pun memilih ikut masuk ke dalam. Tetapi saat sedang memungut tas yang tadi ia lemparkan, Yonna menangkap tubuh Yulissa keluar dari kamarnya sembari membawa koper besar.   "Ma? Mama mau ke mana?" tanya Yonna mulai panik.   "Mama perlu menenangkan diri dulu, Nak. Maaf."   "Kenapa Mama harus tinggalin Yonna juga? Ayah aja nggak cukup?" Air mata Yonna kembali mengalir.   "Mama tidak meninggalkan kamu, Nak! Mama hanya perlu waktu sendiri untuk menenangkan pikiran. Apa yang Mama alami hari ini, sangat berat, Nak." &n
Baca selengkapnya
Bagian : 24
Di lain tempat dan waktu yang jauh berbeda.   Seorang pria berjas menerima panggilan masuk dari telepon kantornya, dia tengah mengusahakan sesuatu.   "Ada apa? Tumben sekali kamu meminta saya menelepon jam segini," ucap pria berkacamata di seberang telepon.   Pria berjas memperbaiki posisi duduknya. "Kamu bisa bantu saya tidak?"   "Saya selalu bisa membantumu, kawan. Katakan saja."   "Tetapi masalah kali ini lebih besar dan berat."   "Oh, apa ini berkaitan dengan kasus korupsi yang kamu lakukan?"   "Iya. Tolong saya, ini yang terakhir."   "Jangan berkata seperti itu, kawan. Saya siap membantumu kapan saja. Apa yang kamu ingin saya lakukan?"   "Apa kamu bisa membuat berita yang meliput kasus saya terkubur oleh berita yang lebih panas secepat mungkin?"   "Kami ingin saya membuat
Baca selengkapnya
Bagian : 25
"Luther!" Yonna berlari ke dalam pelukan Luther usai pacarnya itu sampai untuk menjemputnya.   Tanpa berkata apa-apa, Luther melayangkan pelukan terhangat yang dapat dia berikan. Mengecup puncak kepala Yonna, dan mengelus lembut punggung gadisnya.   "Kamu mau kita pergi ke mana sekarang?" Luther bertanya lembut sembari menatap teduh Yonna.   "Aku mau minta tolong sama kamu Luther," pinta Yonna dengan kedua tangannya memeras erat kedua tepi jaket Luther.   "Katakan kamu mau apa?"   "Bantu aku melupakan kejadian tadi untuk hari ini saja, Luther."    "Tentu, aku bisa melakukannya, sayang. Kamu mau apa? Jalan ke mana?"   "Aku mau kita melakukan itu," lirih Yonna Yang masih dapat didengar Luther.   "Itu ... Apa?"    Mendapati Luther yang tidak mengerti maksudnya, ia berjinjit untuk meraih tel
Baca selengkapnya
Bagian : 26
"Aku yakin, Luther."   "Maaf, sayang."    Tanpa membuang waktu, Luther langsung kembali menyerbu bibir Yonna yang membengkak akibat ulahnya. Kedua tangannya pun mulai bergerak menangkup tubuh bagian atas Yonna, sebab tidak ingin diam saja.    Suara kecapan diiringi erangan, memenuhi seisi ruangan yang memang dibangun kedap suara. Menambah sisi nakal mereka makin menguasai tindakan.   Menurunkan tubuhnya, Luther mengecup leher diiringi gigitan-gigitan kecil. Kemudian turun menuju d**a Yonna yang masih terbungkus pakaian.    Sadar tatapan Luther, Yonna secepat mungkin melepaskan atasannya, menampilkan tubuh atasnya yang hanya tertutupi dalaman bagian d**a. Memancing Luther untuk segera meninggalkan sejumlah tanpa kepemilikan di sana.    Kecupan itu pun mulai turun ke perut. Menggesekkan hidungnya di perut rata Yonna, membuat perempuan itu te
Baca selengkapnya
Bagian : 27
Terbangun dari tidur, Yonna membenarkan letak selimut yang sedikit merosot dari badannya. Hingga kini tubuh keduanya masih tidak tertutupi apa pun selain selembar kain tersebut. Melirik sekilas dari jendela kamar, Yonna menduga kalau langit di luar sudah gelap sepenuhnya. Dirinya merasa nyaman ketika satu tangan Luther masih memeluk erat pinggangnya, dan yang satu lagi sebagai bantalan kepala Yonna.    Menatap wajah tenang Luther saat tertidur, Yonna tersenyum manis mengingat beberapa saat lalu mereka sudah melakukan hubungan yang sangat intim, apalagi ini kali pertama untuknya. Di mana Yonna merasakan perlakuan Luther yang terbilang sangat lembut, sangat mengutamakan kenyamanan Yonna sendiri daripada mengejar kehendak nafsu semata.    Menelusuri tajamnya lonjakan hidung Luther, Yonna memberi tiupan kecil ke kelopak mata pacarnya tersebut dengan pelan.   Tiba-tiba Luther membuka kedua matanya, menahan tang
Baca selengkapnya
Bagian : 28
"Iya, kepala sekolah memberi pesan untuk setiap siswa diliburkan dulu selama masa penyelidikan berlangsung," jelas Luther seadanya.   "Tapi, kok, sampai dua minggu?"   "Keluarga korban yang minta kasus ini diselidiki dengan teliti dan serius, mangkanya mereka minta sekolah tutup sebentar. Kalau nggak, sekolah yang akan dituntut."   "Loh? Iya sih, memang lagi berduka dan kita semua juga terluka apalagi hampir semua murid yang menyaksikan. Tapi, rasanya aneh kalau sekolah yang dituntut."   "Aku juga nggak tahu, tapi demi kenyamanan keluarga korban akhirnya kepala sekolah turutin aja. Daripada ribet urusannya."   "Hm, betul juga. Pasti Rasia terpukul banget, apalagi mereka sudah kenal lama."   Luther merespons dengan dehaman.   "Menurut kamu, apa yang mendorong Gisel untuk bertindak senekat itu?" tanya Yonna sambil memakan makanannya.
Baca selengkapnya
Bagian : 29
Ucapan Luther yang ingin menyambung kegiatan mereka sebelumnya hanya candaan semata. Sesampainya di kamar, mereka justru asyik menonton drama dari layar laptop. Sebenarnya Luther tidak begitu tertarik, dia lebih suka bermain game, tetapi demi menemani Yonna dia ikut menonton dan malah terbawa suasana.    Pasalnya, kini hanya Luther seorang yang masih terjaga di tengah malam menonton episode terakhir drama tersebut, sedangkan Yonna sudah tertidur pulas dalam pelukannya. Dia tidak menyangka sebuah drama bisa semenarik itu untuk disaksikan, Yonna memang tidak salah dalam memilih judul.   Setelah cerita berakhir, Luther mematikan layar laptop. Menyisihkan ke atas nakas, dan memperbaiki letak kepala Yonna. Mata perempuan itu bengkak, karena menangis. Meskipun Yonna mengaku dirinya menangis karena menyaksikan salah satu adegan di drama, Luther paham bahwa bukan itu alasan sebenarnya.    "Kamu jangan ke mana-mana, di
Baca selengkapnya
Bagian : 30
Mendengar teriakan melengking nyaring, mereka bertiga langsung menghadap ke sumber suara. Di sana, di luar pintu masuk restoran, seorang wanita terlihat berjongkok sembari melindungi bayi di dalam gendongan.   Tepat tak jauh dari wanita tersebut, berdiri seorang pria dengan pakaian serba hitam. Bagian wajah tertutup masker, topi jaket, dan setiap masing-masing tangan terbungkus oleh kaus.    "Ada apa ini?" tanya Yonna kebingungan.   Akia sebagai karyawan di restoran tersebut mengambil langkah maju, bermaksud mendekati wanita dengan bayi di gendongannya. Tetapi seorang pramusaji laki-laki menahan tangan Akia untuk berhenti.   "Kita harus membantunya, menanyakan apa yang terjadi," ucap Akia penuh khawatir.    Sekali lagi wanita itu berteriak, makin keras. Sang bayi pun turut menangis.    "Lepaskan!" Akia menghempaskan tangannya.  
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status