Lahat ng Kabanata ng SALAH MASUK KAMAR CEO TAMPAN: Kabanata 41 - Kabanata 50
104 Kabanata
Kerja Sama
Nenek kembali meletakkan ponsel di atas nakas lalu berjalan ke kamar Miranti."Kenapa dia terus di kamar? Apa dia sakit setelah mendengar ucapanku?"Walau bagaimana, mereka selalu akrab selama ini. Layaknya ibu dan anak. Tiba-tiba bertengkar seperti ini, membuat perasaan nenek tak nyaman."Sepi sekali." Wanita itu mengedarkan pandang ke ruang tengah yang lengang lalu ke atas. Matanya memicing ketika melihat Qinara berdiri di depan kamarnya. "Makin hari kenapa makin mencurigakan anak itu.""Sedang apa dia? Masa iya menguping di kamarnya sendiri."Nenek menghela napas. Rasanya akan sulit kalau berhadapan atau pun bernegosiasi dengan Qinara. Sejak awal mereka tak dekat.Bukan hanya tak dekat secara emosional, tapi mereka juga dipisahkan jarak. Cucu bungsunya itu lebih suka tinggal di indekost ketimbang rumahnya sendiri.Ia pun melanjutkan langkah ke kamar menantunya.Lengang sekali.Penasaran, wanita tua itu menempelkan tel
Magbasa pa
Kelelahan
Setelah kelelahan dan mengobrol ke sana ke mari, Kalila dan Dareen tertidur di atas ranjang mereka di bawah selimut berdua.Hingga suara dering ponsel terdengar di nakas.Dareen meraba-raba benda itu dan mengangkatnya begitu saja tanpa melihat siapa yang memanggil."Halo, Dareen." Suara berat di ujung telepon sungguh tak asing. Suara yang langsung mengingatkannya pada satu orang. Biantara."Papi?" Matanya melebar. 'Ah, pasti mau nanyain malam pertamaku,' batinnya. Dia merasa terganggu karena panggilan itu."Halo, Pi. Assalamualaikum." Dareen melemahkan suara."Waalaikumsalam," sahut Presdir Biantara Group tersebut."Dareen. Gimana?" Pria di ujung telepon terkesan tak ingin basa-basi."Apanya?" tanya Dareen heran."Apa kamu sedang jalan-jalan?" Biantara penasaran, apa Dareen jadi berkeliling kota di Paris saat pagi hari. Mengingat cuaca di sana sedang dingin-dinginnya."E, itu ...." Suara Dareen menggantung. Pria i
Magbasa pa
Jebakan
"Sudah-sudah cepat telepon Kalila. Aku takut Qinara sudah bergerak.""Ya, Bu!"Miranti pun akhirnya melakuan panggilan ulang pada Kalila. Qinara tak bisa dibiarkan. Kalau perempuan itu nekad, bisa-bisa mengancam nyawa papanya juga."Tapi hati-hatilah bicara. Jangan katakan padanya sekarang, kalau kamu hanyalah ibu tirinya. Itu akan sangat menyakitinya sekarang. Katakan nanti ketika kalian sudah baikan dan suasana hati di antara kalian berdua sudah bagus." Nenek mewanti-wanti menantunya.Jangan sampai upaya mereka memperingatkan Kalila, bukan menyelamatkannya, malah mengganggu bulan madunya dengan Dareen."Baik, Bu. Miranti mengerti." Wanita paruh baya itu menyahut pasrah.Padahal tadinya ia ingin mengakui kesalahan dan minta maaf pada Kalila. Namun, mertua memintanya bungkam. Menjelaskan segala hal, termasuk hubungan kekerabatan mereka yang tidak terhubung darah.'Mau bagaimana lagi?'Karena niat memperbaiki semuanya, Miranti h
Magbasa pa
Disiksa Rindu
"Kita akan ke mana sekarang?" tanya Qinara yang duduk di samping kursi kemudi, di mana Dewa tengah menyetir."Hem. Pertama kita cairkan dulu dong cek ini.""Oke. Mas fokus saja jalan ke Bank. Aku akan membuka situs penerbangan ke luar negeri.""Hem. Lakukan itu," sahut Dewa santai. Menatap lurus ke depan. Membayangkan banyak rencana ketika ia ketemu dengan Kalila di Perancis nanti.'Aku yakin pria kaya seperti Dareen tak mungkin jika tidak pernah berhubungan atau tidur dengan wanita. Aku harus mencari tahu itu. Karena itu satu-satunya Kalila bisa memaklumiku jika dia sudah terlanjur tidur dengannya. Ah ... tidak! Kalila tak boleh tidur dengan Dareen. Dia mencintaiku, dia milikku, bahkan sehari sebelum pergi dia masih menangis untukku. Dia bukan wanita yang mudah jatuh cinta hanya karena Dareen tampan dan banyak uang. Dia bukan Qinara, itu kenapa aku akan memperjuangkannya sampai tetes darah terkahirku.' Dewa terus bicara dalam hati."Mas!" seruan Q
Magbasa pa
Paspor
"Selamat siang, Dareen." Suara lembut seorang wanita membuat Dareen tercengang, wajah yang tak asing baginya. Tampilannya masih sama saat terakhir kali bertemu. Meski yang dikenakan adalah kemeja dan rok, tetap saja seksi."Kamu?" tanyanya heran. 'Sial! Kenapa Papi tak bilang bahwa dia harus bertemu wanita itu?'Kalau tahu begini, dia akan memilih mengganti rugi perusahaan karena menggagalkan kontrak.Wanita itu tersenyum. Manis. "Kamu tidak berubah. Masih tampan seperti dulu."Dareen menghela napas. Ekspresinya dingin. Ia juga tahu bahwa perempuan itu juga belum berubah. Tatapannya masih sama. Menyimpan harapan untuknya.Ia lalu menarik kursi. Tanpa mau memberi reaksi yang membuat wanita cantik itu, besar kepala dan kejadian dulu terulang lagi. Mungkin kalau hari itu ia belum jatuh cinta pada Kalila, Dareen akan jatuh ke pelukan Clara. Wanita yang banyak dikejar para pria.Setelah mendapat penjelasan dari Nenek, lalu bertemu intens dengan K
Magbasa pa
Menahan Lapar
"Kenapa Mas memikirkan itu? Jaman sekarang semua bisa dibeli dengan uang!" Qinara berseru girang ketika menemukan satu cara untuk mendapatkan paspor dadakan.Dewa yang menyeruput kopi di cangkir di tangan, terkejut dan tersedak.Qinara benar-benar tak sopan. Kenapa tak sejak awal dulu dia perlihatkan kelakuannya seperti ini, agar ia tak sampai tergoda dan berselingkuh dari Kalila.Pria itu mendesah. Meraih tisu dan membersihkan kemejanya sendiri. Kalau saja di depannya adalah Kalila, wanita itu pasti bergegas membersihkannya."Pelankan suaramu. Kita sedang di tempat umum," ucap Dewa yang menahan kesal."Oh oke. Sorry!" Qinara segera meraih ponselnya, untuk menghubungi seseorang."Inilah gunanya koneksi, Mas." Perempuan yang memiliki wajah manis itu tersenyum senang."Koneksi. Cih ...." Dewa geleng-geleng. Tentu saja teman-teman brengseknya adalah koneksi Qinara yang bisa memuluskan rencana neyelenehnya juga."Halo, Flen!" sapan
Magbasa pa
Kekuatan Orang Dalam
Qinara terus tersenyum sepanjang jalan menuju Bandara. Betapa tidak, ini kali pertama ia bisa terban"Ahhh. Senengnya ....." Qinara sampai menggeliat mengangkat kedua tangannya.Dewa mencebik melihat itu."Ck. Mana ada paspor sehari jadi, pasti paspor abal-abal.""Ya, namanya juga kepepet," sahut wanita yang mengenakan setelan celana jeans ketat dipadu kaos yang dilapis jaket dengan warna senada."Terus terang kalo ga mendesak gini, aku ogah lho bawa kamu! Bawa resiko saja. Pokoknya nanti kalau ada petugas yang masalahin itu paspor ilegal, kamu kudu jauh-jauh dan pura-pura gak kenal aku." Dewa mengomel.Meski senang akhirnya bisa berangkat juga ke Paris, tapi ada kekhawatiran Qinara akan membawa masalah. Dia pikir, perempuan itu akan punya orang dalam yang bisa membantunya membuat paspor asli dalam waktu sekejap. Ah, tak tahunya, cuma paspor abal-abal di percetakan.Untuk sekilas mungkin tak ada yang menyadari kalau itu palsu. Akan te
Magbasa pa
Ngambek
Mata Qinara mengitari sekitar. Ada yang agak berbeda. Dari banyak penumpang yang dilihatnya, hanya beberapa berkulit putih Eropa dan Asia."Lebih banyak orang negro," gumamnya."Hah?" Dewa yang mendengar gumaman tersebut, tapi tidak terdengar begitu jelas, bertanya pada wanita yang kini sudah memakai kerudung.Walau kerudung itu terlihat asal, sebenarnya Qinara sudah berusaha keras merapikan. Namun, karena tak terbiasa seperti Kalila, alhasil terlihat asal-asalan."Di sini mayoritas orang berkulit hitam. Apa mereka orang Afrika yang tinggal di Paris?" tanyanya berbisik.Dewa manggut-manggut meski ia sendiri ragu. Bisa jadi mereka hanya pengunjung yang sedang mengadakan tour antar negara. Entahlah, ia malas meladeni pertanyaan Qinara yang terkesan receh tersebut."Oh ...." Qinara membulatkan mulutnya. Ia percaya pada Dewa. Karena pria itu pasti sering mengadakan perjalanan ke luar negeri."Ra, cepat duduk!" panggil Dewa yang tak nyaman
Magbasa pa
ATM
Qinara deg-degan. Ia merasa telah tersesat. Dari kejauhan, wanita cantik itu menatap Dewa yang tengah bicara dengan salah seorang petugas Bandara."Apa iya ini Paris? Aneh sekali. Apa trend telah berubah? Semua yang kulit putih, membuat kulit mereka terlihat eksotis? Ah, nggak mungkin, hidung mereka juga beda bentuknya," gumamnya.Di sisi lain, Dewa tampak serius menyimak ucapan pria berkulit hitam di depannya."Oh, God!" serunya tak percaya. Tak menyangka jika ia akan terdampar ke Benua yang sama sekali tak ada di benaknya untuk dikunjungi.Diacak rambut kasar karena merasa frustasi. Usai bicara, ia pun bergerak menjauhi petugas itu, dan kembali menemui sang istri.Qinara menyalakan ponselnya dan mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Mencocokkan Bandar Udara Paris-Charles de Gaulle, dengan pemandangan sekitar.Matanya melebar, sambil menutup mulut tak percaya. "Ini Dar es Salam. Af- Af - rika ...."Saat Dewa mendekat, wajah pria
Magbasa pa
Pingsan
Dewa menjauh dari tempat duduk petugas bandara dengan gontai. Jawaban mereka, bahwa pesawat yang mereka tumpangi sudah benar. Tujuan juga benar. Jadi mereka tak bisa berbuat apa-apa, dan menyarankan agar Dewa dan istrinya untuk memesan tiket lagi, jika ingin meneruskan perjalanan pulang atau lanjut ke Paris.Tak ada pilihan, pria itu pun ke ATM untuk mentransfer sejumlah uang yang pihak bandara untuk menebus tiket ke kota Paris.Namun, seketika, pria itu kehilangan harapan saat ATMnya kena blokir."Sial! Padahal aku sendiri tak melakukan transaksi apa pun sebelum ini. Kenapa keblokir?!" Dewa sangat kesal. "Di mana lagi aku bisa komplen dan mengurusnya?!"Dengan perasaan dipenuhi kemarahan, Dewa berjalan meninggalkan mesin ATM untuk menemui Qinara dan menceritakan semuanya.Sampai di kursi tunggu Bandara, Dewa sedikit heran melihat kelakuan Qinara. Yang ngomel dan marah sendiri memegangi ponsel. Yah, walaupun sebenarnya kelakuannya memang begitu. La
Magbasa pa
PREV
1
...
34567
...
11
DMCA.com Protection Status