Semua Bab PEMBALASAN DENDAM SANG PUTRI SINDEN: Bab 51 - Bab 60
69 Bab
BAB 51. KONGSI BARU
 Jaya menepikan mobil yang dikemudikannya di sebuah kafe yang terlihat baru saja buka dan belum ada pengunjungnya setelah mendapat persetujuan dari gadis cantik putri sang majikan yang baru ia jemput dari villa keluarga Bupati setengah jam yang lalu. "Kita bicara sambil ngopi!" ujar Gendis dengan nada setengah memerintah. Tanpa menunggu Jaya membukakan pintu baginya, gadis itu segera keluar dan melangkah bergegas memasuki kafe yang masih kosong itu.  Ia segera memilih tempat di sudut yang tersembunyi dan memungkinkan ia untuk berbicara lebih bebas dengan sopir pribadi keluarganya itu. Sementara di belakangnya, Jaya membuntuti tanpa banyak bersuara. "Ada apa, Non Gendis? Kelihatannya ada masalah serius ya?" tanyanya berbasa-basi begitu ia mendudukkan dirinya di kursi yang berseberangan dengan Gendis. Sesaat setelah pelayan kafe mendatangi mereka untuk memastikan pesanan. "Duduk lebih
Baca selengkapnya
Bab 52. SAAT SATU MENDEKAT, LAINNYA TERASA MENJAUH
Bab 52. SAAT SATU MENDEKAT, LAINNYA TERASA MENJAUH. Lintang masih betah duduk-duduk santai di kursi kayu yang sengaja diletakkan ayahnya di bawah pohon mangga yang paling rindang di kebun belakang. Apalagi saat siang hari yang berangin seperti saat ini. Sudah hampir satu bulan ia tinggal di rumah yang ayahnya beli atas namanya. Selama itu pula ia jadi lebih sering bertemu dengan ayah kandungnya. Karena hampir setiap hari saat ayahnya tidak ada pertunjukan atau menghadiri undangan khusus ke luar kota, ayahnya pasti akan menemaninya di rumah itu. Walaupun ayahnya hampir tidak pernah menginap, karena selalu pulang ke rumah keluarganya di kota saat hari sudah beranjak malam. Atau saat Lintang akan berangkat bekerja.  Sejak tinggal di rumahnya sendiri, Lintang lebih sering berangkat bekerja dengan diantar ayahnya, walaupun mobil ayahnya tidak pernah masuk di area parkir HAPPY night POPPY. Untuk menja
Baca selengkapnya
Bab 53. MERINDU
 Dari balik bentangan kaca gelap selebar hampir separuh dinding yang memisahkan sebuah bilik sederhana berperabotan satu meja kayu berukuran tak terlalu besar dengan tiga kursi yang salah satunya berukuran sedikit lebih besar dibandingkan dua kursi lainnya yang ditata berseberangan, serta sebuah lemari kecil di sudut lain ruang. Satu kursi besar di dekat dinding dan dua lainnya diletakkan di seberang meja. Sementara ruangan di seberang bilik yang memiliki luas sepuluh kali lipat dari luas bilik yang difungsikan sebagai ruang kerja Wage itu berisi berbagai jenis peralatan gymnastik yang terbilang cukup modern. Dari dalam ruang kerjanya, Wage memperhatikan segala kegiatan fisik yang dilakukan para pelanggan pusat kebugaran dengan di dampingi karyawan yang juga merupakan teman-temannya.Hampir semua alat telah digunakan oleh pelanggan pusat kebugaran itu. Bangunan itu sendiri terdiri dari dua lantai. Lan
Baca selengkapnya
Bab 54. RAHASIA BESAR YANG TERUNGKAP TANPA SENGAJA
 Siang yang cukup melelahkan, tapi sekaligus membahagiakan bagi Lintang. Menikmati kebersamaan dengan ayah kandung yang begitu memanjakannya.  Berjalan bersama dengan lengan kokoh sang ayah yang tak pernah lepas dari bahunya. Sesekali tangan ayahnya itu mengusap lembut puncak kepalanya untuk menunjukkan kasih sayang yang baru saja dapat ia curahkan. Saling bercerita tentang kejadian-kejadian yang mereka alami saat tidak sedang bersama. Baik Narendra maupun Lintang benar-benar menikmati saat-saat kebersamaan mereka yang bisa dibilang sangat terbatas itu  Setelah lelah berputar-putar di plaza, berbelanja segala kebutuhan yang sebenarnya bagi Lintang pribadi itu bukanlah kebutuhan mendesak, tetapi siang itu justru ayahnya yang lebih bersemangat untuk memanjakannya. Ki Narendra begitu royal membelanjakan barang-barang mewah seperti pakaian, tas juga beberapa set perhiasan berbahan
Baca selengkapnya
Bab 55. SEBUAH KESEPAKATAN
Bab 55 SEBUAH KESEPAKATAN "Duduklah, Lin!" perintah Narendra tanpa mengalihkan pandangan penuh kemarahan dari Dirgantara. Tanpa menunggu perintah ke dua kalinya, Lintang beringsut ke arah kursi dan duduk diam di tempatnya seraya menunggu dengan was-was kejadian selanjutnya antara ayahnya yang terlihat masih emosi dan Dirgantara yang masih mematung dengan pandangan tak lepas dari lawan bicaranya yang kini sama-sama berdiri saling berhadapan. "Ya, sekarang kamu tahu bahwa Lintang adalah putriku! Lintang adalah putri kandungku!" tegas Narendra dengan suaranya yang dalam. "Ayah...!"  Narendra mengangkat telapak tangannya untuk memberi isyarat pada Lintang agar diam. "Anak angkatku melaporkan bahwa kamu sudah menyakiti putriku beberapa waktu yang lalu... " geram Narendra.  Wajah Dirgantara seketika memucat. 'Jadi benar apa yang Linta
Baca selengkapnya
Bab 56. RASA YANG CUKUP DIPENDAM SAJA
DIRGANTARA?? Wage terkesiap kaget mendengar kabar yang baru saja dilontarkan Narendra. Seketika pandangannya beralih pada Lintang yang kini terlihat melemparkan senyum jengah padanya. "Ayah, iiih... !" Sambil terkekeh Narendra mencoba berkelit menghindari jemari Lintang yang langsung menghujaninya dengan cubitan gemas di lengannya. Menyembunyikan rasa jengah sekaligus senyum lega di bibirnya karena ternyata Narendra tidak mempermalukannya di depan Wage, Lintang bergegas meninggalkan teras dengan langkah-langkah terhentak berlagak kesal. "Ki, apa benar tadi Lintang sudah bertemu dengan Dirgantara? Lalu apa yang terjadi? Apakah Ki Narendra juga terlihat sedang bersama Lintang saat mereka bertemu?" "Ya, semua itu benar. Dirgantara dan Lintang bertemu tanpa sengaja, dan aku ada di samping Lintang." "Lalu apa yang terjadi? Bagaimana Lintang menjelaskan kehadiran Ki Narendra di dekatnya?" "Tidak ada yang penting. Lintang tidak berkata apa-apa, akulah yang menjelaskan situasinya pada
Baca selengkapnya
Bab 57. USAHA MENJERAT TUAN MUDA
Bab 57. USAHA MENJERAT TUAN MUDA.Semakin malam, suasana pendopo kabupaten mulai dipadati penonton yang ingin melihat pagelaran wayang kulit yang di dalangi Ki Narendra. Para tamu kehormatan dari ibukota yang hadir di kota kabupaten itu untuk melakukan kunjungan kerja juga sudah menempati kursi-kursi khusus termasuk tamu-tamu undangan khusus dari Bupati yang rata-rata adalah jajaran anggota Dewan, para Kepala Dinas, Kapolres juga beberapa pengusaha dan awak media.Pagelaran itu sendiri sebenarnya dilaksanakan untuk kalangan tertutup untuk menjamin kenyamanan para undangan.Wulansari dan Gendis juga mendapatkan undangan khusus kekerabatan untuk menghadiri acara puncak penyambutan Anggota DPR pusat sebelum bertolak kembali ke ibukota keesokan harinya.Wulansari yang sebenarnya tidak terlalu antusias untuk menghadiri undangan itu datang lebih lambat satu jam dari pembukaan. Ia terpaksa menghadiri karena menuruti keinginan Gendis.Tiba di tempat acara Gendis segera memindai deretan bangk
Baca selengkapnya
Bab 58. MENGAMBIL KESEMPATAN DALAM KESEMPITAN
"Brengsek! Sialan dia! Hampir saja ketahuan aku." gerundel Gendis seraya melemparkan tubuhnya ke dalam kursi penumpang mobilnya dengan kesal."Ada apa? Mana Bu Wulan, Non Gendis?" tanya Jaya gelagapan setelah kaget dan terbangun dari tidurnya di balik kemudi, karena kaget dengan kedatangan Gendis yang tiba-tiba dan suara pintu belakang mobil yang terbanting. "Ibu masih di dalam pendopo. Susul dia Jaya, bilang sama ibu, aku mau pulang sekarang!" perintah Gendis ketus."Baiklah Non. Sebenarnya ada apa sih? Kenapa marah-marah? Apa tuan muda itu tidak datang ke pertunjukan?" tanya Jaya dengan nada membujuk."Dia ada, aku sudah menemuinya, tapi usahaku terancam gagal. Tidak mudah ternyata untuk mengecohnya!" geram Gendis. Matanya berkilat menyimpan kemarahan."Apa dia tidak mau mengakuinya?" tanya Jaya hati-hati, mengingat apa tujuan yang sebenarnya sehingga Gendis memaksa ibunya untuk memenuhi undangan istri Bupati, datang ke pertunjukan yang di gelar di pendopo kabupaten ini. Tujuan ya
Baca selengkapnya
Bab 59 INSIDEN BESAR DI RUMAH MAKAN
Bab 59. INSIDEN BESAR DI RUMAH MAKAN. "Apa kau tahu kemana ibuku pergi, Jaya? Aku sudah mencarinya kemana-mana bahkan ke kamarnya. Tapi ibuku tidak ada, padahal kamu ada di rumah." tanya Gendis pada sopir keluarga yang masih sibuk mencuci mobil di halaman samping. "Entahlah, Non. Sudah beberapa Minggu ini Bu Wulan lebih sering pergi dengan teman-temannya daripada meminta saya mengantarkan." jawab Jaya tanpa menghentikan kegiatannya. "Jadi ku tidak tahu dan sudah jarang mengawal ibuku?" tanya Gendis kaget. Berita yang disampaikan Jaya terdengar aneh mengingat apa yang sudah ia ketahui tentang hubungan istimewa antara ibunya dengan Jaya si sopir keluarga. "Aneh sekali!" "Saya rasa sekarang adalah jadwal arisan dengan teman-teman perias. Tapi saya tidak tahu di hotel mana tempat arisan itu diadakan." "Oh iya, hari ini jadwal ibu arisan ya. Aduh gawat ini.." Gendis berjalan mondar-mandir di atas teras samping yang lantainya terbuat dari baru granit. "Bisa-bisa pulang malam ibuku, ba
Baca selengkapnya
Bab 60. KORBANKAN SATUNYA AGAR BISA MERAIH YANG LAINNYA
Gendis segera memburu ke kamar ibunya begitu ia sampai di rumah. Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu ia langsung memasuki kamar dan melihat ibunya sedang berganti baju. Sebuah koper berukuran sedang terlihat teronggok di samping pintu menandakan ibunya baru saja pulang dari bepergian. "Bu, aku sudah memergoki ayah saat sedang berkencan dengan seorang pelacur muda menjijikkan, tadi!" lapornya dengan nafas memburu setelah menyerbu masuk ke kamar ibunya tanpa permisi. "Apa kau bilang?!" bentak Wulansari kaget dan terlihat tak percaya dengan laporan putrinya. "Aku dan Jaya baru saja menangkap basah ayah saat sedang bermesraan dengan pelacur muda yang usianya sepantaran denganku. Mereka benar-benar sangat menjijikkan!" "Tidak mungkin. Ayahmu mungkin tidak terlalu mengacuhkan kita, tapi dia bukan orang yang tidak setia. Dia tidak mungkin bisa melanggar sumpahnya!" geram Wulansari. Ia ingat dulu ia pernah melihat suaminya tengah bersama seorang gadis berseragam sekolah yang dia akui seb
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status