Semua Bab PEMBALASAN DENDAM SANG PUTRI SINDEN: Bab 41 - Bab 50
69 Bab
Bab 41. BRONDONG TAMPAN ( TUMBAL) ARISAN
BRONDONG TAMPAN ( TUMBAL ) ARISAN. Dengan langkah bergegas, Lilis segera menuju kamar yang ditunjukkan Fitri saat menyerahkan kunci kamar padanya saat namanya keluar sebagai penarik arisan. Sempat dilihatnya ekspresi kecewa yang diperlihatkan Tina saat ia menerima beberapa gepok uang arisan serta kunci kamar hotel sebagai tempat ia menikmati hadiah hiburannya.  "Waah, selamat menikmati hadiah hiburannya ya Jeng.. nanti kalau sudah, datang ke sini untuk ceritakan pengalamannya. Beneran kita tunggu di sini looh! Kita gak akan bubar sebelum selesai mendengar cerita panasmu nanti! Setuju gak yang lainnya? Nanti sambil nunggu saya putarkan video yang lain deh. Dijamin hot pokoknya. Semua artis di video itu saya kenal. Jadi kalau ada yang minat pengen senang-senang sama mereka bisa hubungi saya!"  Dan di sinilah ia, berdiri tak sabar sekaligus deg-degan tepat di depan pintu k
Baca selengkapnya
Bab 42 SEORANG GADIS YANG MEMBUAT TIGA LELAKI KELABAKAN
SEORANG GADIS YANG MEMBUAT TIGA LELAKI KELABAKAN. Ini adalah malam ke dua Dirga duduk diam dengan perasaan kecewa di salah satu sudut kelab malam HAPPY night POPPY tempat Lintang bekerja.  Sama seperti kemarin, ia tidak menemukan Lintang melakukan pekerjaannya seperti biasanya. Dua malam ini panggung diisi penyanyi lain sebagai penggantinya. Suasana kelab tiba-tiba terasa hambar. Dirga yakin bukan cuma ia yang merasa kecewa karena ketidakhadiran Lintang, tapi hampir semua pengunjung yang memadati kelab tiap malam juga tengah menantikan penampilannya. Berkali-kali MC harus naik ke panggung untuk menenangkan pengunjung dan memberi alasan tentang absennya sang bintang. Tak banyak kata, MC hanya menjelaskan kalau saat ini lintang belum dapat tampil karena sedang sakit.  Dirga semakin merasa kacau. Ada rasa berdosa terselip di hatinya setelah mengingat apa yang ia lakukan pada Lintang. Tadi sian
Baca selengkapnya
Bab 43. PRIA BUCIN YANG KERAS KEPALA
PRIA BUCIN YANG KERAS KEPALA   Dengan langkah tegas penuh tekad Dirgantara mendekati pintu gerbang besi setinggi hampir dua meter yang terlihat masih terkunci. Suasana tampak sepi. Bahkan dari kisi-kisi pagar ia lihat pintu ruang tamu rumah kost tempat Lintang tinggal juga tertutup rapat. Seolah tak ada penghuni yang tinggal di rumah itu.   Beberapa kali Dirgantara memencet tombol bergambar lonceng yang ada di dinding gerbang. Tapi setelah menunggu beberapa saat tak ada respon dari dalam rumah. Keadaan tetap sesepi pemakaman.   Dirgantara nyaris menyerah dan hendak berbalik saat sudut matanya menangkap pergerakan di jendela kaca ruang tamu. Seolah ada seseorang yang tengah mengintip dari balik kelambu tebal yang tertutup. Di pinggir jendela kaca, Dirgantara sempat menangkap bayangan separuh wajah seseorang yang tengah mengawasinya diam-diam.   Seketika emosinya kembali memuncak. Ia merasa dipermainka
Baca selengkapnya
Bab 44. GANTI TAKTIK
GANTI TAKTIK Setelah memarkirkan mobilnya di tempat yang tak terlalu jauh dari pintu masuk, Gendis melangkahkan kakinya dengan santai memasuki sebuah restoran yang cukup ternama di kota, dan segera memesan meja yang berada di tempat terpisah dan cukup memberinya privasi. Tadi malam ia sengaja menghubungi ibunda Dirgantara dan meminta ijin untuk bertemu. Ia ingin memulai langkahnya dengan cara mendekati wanita itu terlebih dahulu. Seseorang yang memiliki pengaruh yang besar terhadap Dirgantara yang akan membantunya untuk meraih perhatian Dirgantara melalui dukungannya.  Ia sadar, untuk mencapai tujuan, kadang kala memang harus ditempuh dengan cara memutar. Beruntung, wanita anggun itu menyanggupi Gendis untuk menemuinya saat makan siang esok harinya. Akhirnya, di sinilah ia. Mengenakan gaun terusan sepanjang lutut dengan warna lembut tanpa lengan dan dilengkapi jas pendek dengan warn
Baca selengkapnya
Bab 45. DIA ATAU AKU YANG BERHATI BATU?
DIA ATAU AKU YANG BERHATI BATU?   Dirgantara berjalan terhuyung mendekati gang samping ruko yang merupakan pintu karyawan kelab malam HAPPY night POPPY. Tujuannya adalah mencegat Lintang.   Tapi sayang gerakannya kalah cepat, saat mendekati gang ia melihat mobil Jeep Wrangler warna hitam yang biasa mengantar jemput Lintang sudah melaju meninggalkan area parkir.   Dirgantara berdiri gontai memandang bagian belakang Jeep yang membawa Lintang dengan pandangan nanar.   Ia menyesalkan keterlambatannya itu. Kepalanya yang terasa pusing seolah baru saja dihantam Godam yang berat dan besar agak menghambatnya bergerak cepat saat berjalan. Apalagi pintu keluar kelab malam yang cukup sempit dan pengunjung yang padat seolah berebut untuk segera meninggalkan ruang pengap di dalam kelab.   Akhirnya iapun terlambat menemui Lintang yang sudah terlebih dahulu pergi.   "Sudahl
Baca selengkapnya
Bab 46. GADIS MUDA YANG TAK TAHU TATA KRAMA
GADIS MUDA YANG TAK TAHU TATA KRAMA   Tanpa daya, karena merasakan kepalanya yang menjadi begitu berat dan pusing karena banyaknya alkohol yang masuk ke dalam perutnya, Dirgantara tak menolak saat Gendis memapahnya berjalan kembali menuju tempat ia memarkirkan mobilnya.   "Berikan kunci mobilmu Mas, aku akan mengantarmu pulang. Dalam keadaan seperti ini kamu gak mungkin bisa nyetir sendiri!" ujar Gendis dengan nada mendesak. Tak banyak membantah Dirgantara segera merogoh saku celana panjang dan menyerahkan kunci mobil pada Gendis.   "Perutku mual... A-ku mau muntah... " keluh Dirgantara seraya membungkukkan tubuhnya. Refleks Gendis menjauhkan diri beberapa langkah untuk menghindari cipratan muntahan Dirgantara.   Sambil berpegangan pada tiang listrik yang ada di area parkir Dirgantara memuntahkan semua isi perutnya. Menahan rasa jijik, sambil menutup mulut dan hidungnya dengan saputangan, Gendis buru
Baca selengkapnya
Bab 47. BEGITU MENGGODA SAAT TAK BERDAYA
BEGITU MENGGODA SAAT TAK BERDAYA Sepeninggal pengurus dan penjaga rumah, Gendis mencoba menyuapi Dirgantara yang terlihat tak berdaya. Duduk setengah berbaring dengan wajah kuyu bersandar tumpukan bantal yang menyangga punggungnya. "Minumlah teh ini, Mas! Mumpung masih hangat." Gendis mendekatkan gelas ke bibir Dirgantara. Perlahan lelaki itu meneguk isi gelas dan merasakan aliran hangat yang membuat perutnya terasa nyaman. "Sudah cukup!" ujar Dirgantara seraya menjauhkan gelas dari bibirnya, dan menyeka sisa teh dengan tissue yang disodorkan Gendis ke arahnya. Gendis meletakkan kembali gelas yang kini isinya tinggal separuh itu di meja samping ranjang. "Mau makan roti? Setelah muntah begitu banyak, perut Mas Dirga pasti sudah kosong sekarang." Gendis menawarkan roti lapis yang tadi dibawakan Bib Asih bersama teh hangat, tapi Dirgantara menggeleng lemah, "..
Baca selengkapnya
Bab 48. GAIRAH TAK TERTAHANKAN
GAIRAH TAK TERTAHANKAN   Kali ini bukan hanya jemarinya yang sibuk menjelajah lekuk wajah tampan Dirgantara. Mengelus rahang kokoh yang mulai terasa kasar diujung jarinya oleh bulu-bulu halus yang baru tumbuh.   Bibir Gendis yang pada awalnya hanya mengecup sekilas bibir Dirgantara, mencicipi rasa manis dingin dan aroma samar nikotin akhirnya kian tergoda untuk melumat ganas bibir itu.   Ketidakberdayaan Dirgantara yang di pandangan Gendis terlihat begitu pasrah menerima segala apa yang dilakukannya tanpa ada bantahan dan penolakan semakin membuat Gendis bersemangat untuk menguasai raga Dirgantara.   Tak puas hanya dengan melumat bibir Dirgantara, dorongan untuk menguasai segala yang dimiliki Dirgantara kian menguat. Rasa hangat yang mulai menyebar di dalam tubuhnya yang berasal dari bagian bawah perut dan menjalar cepat menguasai bagian-bagian terpeka pada tubuhnya, membuat Gendis merasa gerah di da
Baca selengkapnya
Bab 49 SEPERTI PERHATIAN SEORANG SUAMI
  Matahari sudah memancarkan sinarnya yang kekuningan. Bias cahayanya menerobos masuk ke dalam kamar yang di tempati Wage melalui jendela yang ia biarkan terbuka semalam.   Sigap ia bangkit dari tidurnya saat samar-samar ia mendengar dering telepon dari ruang sebelah yang biasanya digunakan Ki Narendra saat berada di rumah mungil ini.   "Ya Ki, apa Pak Jun sudah mengatakan kalau saya menemani Lintang di rumah?"   "..."   "Dia baik-baik saja. Sedikit kesal, tapi saya yakin dia akan baik-baik saja."   "..."   "Belum, saya belum melihatnya lagi pagi ini. Saya baru saja bangun, Ki."   "..."   "Saya akan mengeceknya. Apa Ki Narendra akan kemari? Baiklah Ki, saya akan katakan pada Lintang." Wage meletakkan gagang telepon dan segera berlalu untuk menemui Lintang.   Dilihatnya pintu kamar Lin
Baca selengkapnya
Bab 50 CANDAAN AYAH YANG MEMBUAT WAJAH TERSIPU
 UHUUUKKC!!! Wage segera meneguk lagi isi gelas yang hanya tinggal separuh itu hingga tandas.  "Bisa nggak sih makannya pelan-pelan?!" omel Lintang seraya buru-buru mengisi lagi gelas minum Wage. Mendengar omelan Lintang, Wage malah melotot kesal.  'Heran, dia yang bikin gara-gara sampai aku tersedak kenapa dia juga yang ngomel-ngomel gak jelas nyalahin aku sih?' batin Wage sewot. "Bisa nggak sih kamu itu kalau mau ngomong mikir dulu?!" geramnya kesal. "Sudah dipikirkan tadi, cuma gak ketemu istilah yang pas.." sahut Lintang dengan wajah polos tanpa merasa bersalah. "Jangan ngomong aneh-aneh lagi!" "Aku kan cuma bilang..." "Sudah, tidak usah diteruskan! Kamu kalau ngomongnya kepanjangan suka bikin aku kesal!" "Halaah, Mas Wage aja yang memang suka sewot.
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status