All Chapters of Ellipsis: Chapter 31 - Chapter 40
45 Chapters
Psalm XXXI
Petang ini, usai Adnan dan Sumargo masing-masing selesai beribadah. Keduanya berbincang-bincang sambil menyantap makan malam bersama. "Sekarang saya mengerti kenapa mereka menempatkan kita pada satu sel dan memberikan kita perlakuan yang agak berbeda." "Maksudmu?" "Kenapa Anda tidak pernah bilang kalau Anda adalah seorang doktor?" Sumargo tersedak. Ia lekas meminum air yang sudah Adnan siapkan untuknya. "Kamu ini ada-ada saja. Mana mungkin ada doktor yang mau mencuri hanya demi sesuap nasi." "Menjadi mungkin jika Anda memiliki alasan lain." Sumargo diam sejenak. Mungkin memang ini adalah saat yang tepat baginya untuk berterus terang. Ia kemudian meletakkan piring nasinya. Usai membersihkan tangan ia berkata, "Apakah kamu pernah melihat pencuri ayam dicium tangannya? Apakah kamu pernah menyaksikan koruptor dipukuli badannya?" Adnan tidak menjawabnya. Kedua hal itu adalah fakta yang diputarbalikkan. "Kamu tahu, masih banyak di antara kita yang menilai orang lain berdasarkan strat
Read more
Psalm XXXII
Knock... knock... knock... Ketukan jari Albern di atas meja memecah kesunyian. Tatapan matanya kosong, memandang bias sinar mentari pagi yang menembus dinding kaca. Ia tercenung. Ia melamun, setengah merenung. Sudah berjam-jam Albern duduk terpaku di kursi itu. Ia tidak bisa tidur sepanjang malam. Masalah yang sedang ia hadapi sekarang terasa sangat berat. Overload dan sarat. Hari di mana semestinya ia merasa bahagia malah berganti dengan kepedihan yang menyesakkan dada. Albern terus menghentakkan jari-jemarinya. Hanya untuk membuatnya tetap terjaga. Agar ia tidak larut terlalu jauh dalam lamunannya. Setelah cukup lama ia merenungkan segala sesuatunya, akhirnya ia sampai pada satu kesimpulan. Ia harus menghubungi seseorang. Albern bangkit dan berjalan menuju kamarnya. Ia mengambil ponsel yang masih terhubung dengan port charger di atas meja rias. Ia mencari kontak salah seorang kawan lama dan menekan tombol dial begitu menemukan namanya. Cukup lama ia menunggu sampai akhirnya ada r
Read more
Psalm XXXIII
Walaupun hasratnya terus memburu, pria itu mencoba untuk tetap mengendalikan dirinya. Ia masih membiarkan Nayla, belum waktunya untuk melaksanakan perbuatan kejinya. Ia akan menunggu hingga malam tiba. Sebagaimana biasanya, saat di mana gelap dan keheningan bersenggama.Sejenak ia menengok keadaan Nayla yang masih terkurung di ruang isolasi. Ruang yang sama yang ia gunakan untuk menyekap dan mencabuli korban-korban sebelumnya. Di dalam ruangan itu, Nayla terikat di sebuah kursi kayu dengan mulut terbungkam lakban. Raut wajah gadis kecil itu datar, tanpa ekspresi. Entah ia sedang tertidur atau tetap terjaga, tak ada yang tahu pasti.Mengetahui kondisi Nayla masih baik-baik saja, pria itu tersenyum lega. Ia kemudian beranjak kembali ke ruang keluarga, menonton TV dan bersantai ria. Usai menyalakan televisi, ia pergi ke dapur; mengambil kudapan dan sekaleng Pepsi. Setelah semuanya siap sedia, ia menghempaskan tubuhnya ke sofa. Sepasang matanya menatap layar kaca, menikmati sajian informas
Read more
Psalm XXXIV
Hanya berselang tiga hari usai peristiwa nahas itu terjadi, Presiden Jokowi mengeluarkan pernyataan resmi agar kasus kejahatan Julian segera diusut hingga benar-benar tuntas. Ia tidak ingin efek dari kasus itu semakin menimbulkan keresahan pada masyarakat luas. Izin KPAN dibekukan sementara selama masa penyidikan dan baru akan dinormalkan kembali usai semua perkara yang berkaitan dinyatakan selesai. Presiden juga mendesak agar DPR segera membahas dan menyetujui draft revisi UU Perlindungan Anak yang diajukan beberapa pihak. Ia tidak ingin peristiwa serupa terjadi lagi di masa depan. Julian memang sudah tewas, tapi perbuatannya akan selalu diingat sebagai kejahatan paling keji yang pernah terjadi. Ia adalah pelaku utama dan satu-satunya dari kasus kejahatan yang paling kompleks di negeri ini. Ia dituduh melakukan tindak pembunuhan, penculikan serta pencabulan terhadap anak-anak di bawah umur. Ia didakwa bertanggung jawab atas menghilangnya 4 orang, terbunuhnya 18 orang; 12 di antarany
Read more
Psalm XXXV
Terang dan pusing. Itulah dua hal yang Albern lihat dan rasakan saat pertama kali membuka mata. Ia menengok tangan kirinya, infuse cartheter masih tertancap dengan sempurna. Ia tahu kalau ia sedang berada di salah satu ruang perawatan di rumah sakit. Tapi, ia tidak tahu entah sudah berapa lama ia berada di sana. Ia mengamati seisi ruangan. Retinanya menangkap citra seorang wanita bermukena yang sedang tertidur di sofa. Lamat-lamat ia memfokuskan lensa matanya, wajah wanita itu tampak tidak asing baginya. Albern tak sedikit pun mengalihkan pandangannya. Dan entah kenapa, tiba-tiba pikirannya bergejolak dan mengajaknya untuk berkelana. Ia kembali teringat dengan beberapa momen yang pernah terjadi sebelumnya. "Sepertinya Bora cemburu melihat kemesraan kita." "Kamu terlalu sentimentil. Kita tidak sedang berada di Krimea." ___ "Kamu tahu kalau aku Vegetarian, kan?" "Aku tidak pernah melupakan apa pun tentang kamu." ___ "... Aku ingin menjadi suami yang baik untuk kamu dan juga ayah
Read more
Psalm XXXVI
Pluit, Jakarta Utara, 25 Desember 2022 19:46 Gedung baru yang tadi pagi masih kosong, lengang dan bau cat itu kini telah berubah 180°. Kursi-kursi sudah berjajar rapi, berkelompok empat-empat dan mengitari masing-masing meja yang berbentuk lingkaran. Sebagian besar kursi yang berjumlah 100 unit itu sudah terisi oleh para tamu undangan. Hanya tinggal sepertiganya yang belum terisi. Suatu hal yang wajar, mengingat acara pernikahan itu digelar sangat mendadak dan undangan baru dikirimkan siang tadi. Selama menunggu dimulainya acara, para tamu disuguhkan hiburan berupa pertunjukkan Tari Ranup Lampuan yang disuguhkan oleh beberapa gadis remaja. Di sudut ruangan, Bigson tampak sibuk mengamati setiap hal yang tertangkap lensa matanya. Ia turun langsung mengkoordinasikan segala sesuatunya karena ingin acara itu berjalan dengan sebaik-baiknya. Ia memberi kode kepada MC ketika melihat Zenith dan Albern siap memasuki ruangan. Tanpa menunggu instruksi lanjutan, sang Master of Ceremony segera n
Read more
Psalm XXXVII
An den MondFüllest wieder Busch und TalStill mit Nebelglanz,Lösest endlich auch einmalMeine Seele ganz.Breitest über mein GefildLindernd deinen Blick,Wie des Freundes Auge, mildÜber mein Geschick.Jeden Nachklang fühlt mein HerzFroh- und trüber Zeit,Wandle zwischen Freud and SchmerzIn der Einsamkeit.Fliesse, fliesse, lieber Fluss!Nimmer werd ich froh;So verrauschte Scherz und Kuss,Und die Treue so.Rausche, Fluss, das Tal entlang,Ohne Rast und Ruh,Rausche, flüstre meinem SangMelodien zu,Wenn du in der WinternachtWütend überschwillst,Oder um die FrühlingsprachtJunger Knospen quillst.Selig, wer sich vor der WeltOhne Hass verschliesst,Einen Freund am Busen hältUnd mit dem geniesst,Was, von Menschen nicht gewusstOder nicht bedacht,Durch das Labyrinth der BrustWandelt in der Nacht.Damai. Itulah kesan pertama yang kudapatkan usai membaca salah satu puisi penyair besar dari Jerman tersebut. Aku memang sangat menyukai setiap puisi yang Goethe tulis. Benar-benar
Read more
Psalm XXXVIII
AKBP Marisi Butarbutar –Kasat Narkoba Polrestro Jakarta Selatan–, orang yang paling bertanggung jawab dalam penanganan kasusku, kini sudah duduk di hadapanku. Pria empat puluhan tahun, berwajah kotak, berambut ikal dan cepak serta berkening sempit itu tidak lagi sepongah seperti saat pertama kali kami bertemu. Tak ada lagi kesan arogan di sorot matanya yang tajam. Ia terlihat tenang. Sangat tenang. Meski sebenarnya aku bisa melihat kebimbangan yang berusaha ia sembunyikan.Usai membenarkan posisi duduknya –yang sepertinya selalu tidak pas–, AKBP Marisi memainkan jari-jemarinya di atas meja sembari berkata, “Bagaimana kabarmu, Zaynn?”“Tidak pernah sebaik ini,” jawabku. “Setidaknya dalam satu bulan terakhir.” “Syukurlah. Uhm… oh ya-“ “Tidakkah ini terasa janggal?” potongku.“Maaf?”“Saya tidak sepantasnya mendapat perlakuan ini. Maaf, bukannya saya tidak tahu rasa terima kasih. Hanya saja apa yang saya dapatkan sekarang terasa abnormal. Ganjil. Terlebih setelah semua hal buruk yang s
Read more
Psalm XXXIX
Hari kesembilan dan masih belum ada perubahan signifikan. Pemuda itu masih tergeletak lemah di tempat tidurnya. Tak berdaya. Selang infus dan selang oksigen masih menancap erat di lengan dan mulutnya. Tidak sedikitpun ia pernah membuka mata. Ia masih terlalu pulas dengan tidur panjangnya. Mungkin saat ini jiwanya sedang berkelana, melanglang buana entah ke mana.Saya hanya bisa berharap dan berdoa. Semoga ia bisa lekas sadar dari masa koma.Saya tidak tahu hal apa lagi yang harus saya lakukan. Saya sudah berusaha mencari keluarga ataupun kerabatnya, tapi sia-sia. Tidak ada petunjuk sama sekali tentang siapa dan darimana dia berasal sebab ponsel dan dompetnya digondol oleh kedua berandal itu.Meski tanpa identitas, saya sangat yakin kalau ia bukanlah gelandangan. Sebab sepengetahuan saya, di seantero provinsi ini tidak ada gelandangan yang mengenakan setelan Prada seperti dirinya. Malam itu ia mengenakan tuksedo berkacing empat ukuran 45, kemeja putih, sepatu kulit berwarna hitam, dan
Read more
Psalm XL
Terang. Tempat itu terlalu terang. Panas terik menyengat badan. Sesaat aku menengadahkan pandanganku ke langit lapang. Dalam termangu, aku terheran-heran. Tercengang. Bagaimana bisa dua matahari berada dalam satu jalur peredaran? Warna kedua bintang itu sama, nyaris tak ada beda. Sama-sama kuning dalam penampakannya. Mungkinkah salah satu matahari itu adalah bintang Capella dari konstelasi Auriga? Karena setahuku, cahaya Capella juga berwarna kuning serupa rona sang surya.Mungkinkah ini bisa terjadi? Atau jangan-jangan, ini semua hanyalah mimpi. Tapi, kenapa semua terasa begitu nyata? Rasa sakit, perih, panas, haus dan semuanya terasa sangat nyata. Mungkinkah sekarang aku berada di neraka? Tapi, kenapa aku tak menjumpai seorangpun di sini? Bukankah semestinya neraka itu ramai, sesak dengan para pendosa? Sebagaimana yang tertulis dalam kitab suci semua agama.Aku sudah sangat lelah. Sepasang kakiku terasa lemah, seperti tak sanggup lagi melangkah. Aku melemparkan pandanganku jauh ke d
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status